Pribadi mengulurkan sebuah amplop berlogo Rumah Sakit tempatnya bekerja. "Hasil tes DNA sudah keluar. Kamu benar, dia memang anakmu."Senyum Arka mengembang sempurna, raut bahagia terpancar jelas di wajahnya. "Kamu memang Dokter terbaik," ujarnya seraya meremas bahu Pribadi.Pribadi meremas bahu Arka sekilas. "Kamu berhak mendapatkannya, mengingat dulu bagaimana depresinya kamu karena Rita menikah dengan Apri."Wajah Arka memucat dan melirik sekilas ke dalam rumah dengan raut cemas."Ada apa? Jangan khawatir dia tidak akan tahu jika kamu dulu hampir gila," tambah Pribadi lagi.Namun mereka tidak menyadari jika Rita berdiri di balik pintu. Wajahnya yang pucat semakin memucat mendengar dan jelas tak bisa membayangkan bagaimana penderitaan yang dialami Arka. Batal menikah, kecelakaan, pemulihan sekaligus depresi karena harus menerima kenyataan bahwa calon istri menikahi salah satu sahabatnya. Kehilangan harapan atas hak pada anak yang dikandung sang kekasih. Rita jelas tidak bisa membaya
Sepekan telah berlalu, kesehatan Rita sudah semakin membaik dan anak-anak sudah memulai kegiatan belajar mengajar di Sekolah yang baru. Salah satu sekolah dengan sistem penjagaan keamanan terbaik yang ada di kota untuk Eshan dan ketiga anak Yesi. Sebagai orang tua mereka tentu berjaga-jaga dari kemungkinan terburuk mengingat masih harus berurusan dengan keluarga Suhardiman. Mereka tidak ingin Hendro atau siapapun mengganggu keempat anak yang masih berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini.Disisi lain Rita tidak bisa mengesampingkan pikiran tentang keberadaan anak yang memiliki tanda lahir seperti papanya itu. Hati kecilnya tak bisa melupakan begitu saja keberadaan anak itu, walau seperti informasi yang diberikan oleh Eli, anak itu dirawat dengan baik dalam keluarga sederhana. Semakin ia berusaha melupakan dan menerima kenyataan atau bersyukur lebih tepatnya karena sudah menemukan salah satu buah hati masih dalam keadaan hidup tiada lain adalah Eshan, jauh di lubuk hatinya
"Katakan apa yang kamu pikirkan atau rasakan?" Begitulah pertanyaan yang dilontarkan oleh Arka setelah mereka memastikan Eshan sudah tidur semalam karena jelas pembicaraan mereka tidak untuk didengar oleh anak-anak."Sebelum aku jatuh sakit. Aku bertemu dengan seorang anak.""Anak?""Iya, anak kecil. Lebih muda dari Eshan dan dia memiliki tanda lahir, tompel seperti milik Papa. Dia tampan dan mirip Mas Apri," terang Rita dengan mata berkaca-kaca. "Aku yakin bukan hanya berhalusinasi," tambahnya cepat-cepat begitu Arka tampak tercengang dibuatnya.Arka segera merubah mimik wajah begitu bisa menguasai rasa terkejutnya atas informasi baru ini. Pantas saja Rita merasa depresi. Apakah semuanya mungkin jika anak Rita lagi-lagi tidak meninggal tetapi sengaja dipisahkan darinya.Arka berdehem sebelum berkata, "Aku sangat yakin kamu tidak berhalusinasi tetapi kita harus memastikan dulu jika Jabang Bayi Kliwon memang masih hidup, jikapun dia lahir umurnya masih belum cukup bukan?""Namanya Bia
Hendro menatap tajam ke arah ponselnya seakan hanya dengan pandangan matanya benda pipih itu bisa meleleh atau mungkin hancur berkeping-keping. Ia tahu dengan perkataan tidak sopannya terhadap Daya jelas tidak patut, tapi rasa tidak berdaya dan putus asa, lebih tepatnya Hendro merasa kesepian walau bayi Dio yang lucu ada bersamanya.Namun di rumah sebesar ini, tanpa kehadiran Yesi dan ketiga anaknya dari wanita itu. Atmosfer terasa berbeda, udara yang ia hirup tak lagi sama. Menyesal ia menunda untuk segera kembali begitu ada kesempatan hanya saja kantor Aprianto tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Hendro terpaksa harus menggantikan adiknya untuk sementara waktu hingga pecandu itu kembali menemukan pijakannya. Apriyanto nyaris bangkrut jika Hendro tidak muncul di kantor sehari setelah bayi mungil tak bersalah itu berada di pelukannya. Sungguh ternyata sangat repot mengurus makhluk kecil tak berdaya tetapi memiliki dampak yang sangat besar karena adanya dia membuat hidup Hendro diant
Hah ... hah ... hah!Rita terengah-engah di pagi yang sudah terasa sangat terik walau waktu masih menunjukkan pukul sembilan, tapi langit sangat cerah dan biru sementara di tanah kuburan ini tidak ada satupun naungan. Lebih tepatnya di bagian tanah sebelah selatan, tempat di mana kuburan untuk para bayi dan anak-anak berada. Sudah satu jam lamanya Rita hilir mudik membaca setiap nisan berkali-kali untuk memastikan bahwa ada nisan bertuliskan Jabang Bayi Kliwon dan itu adalah miliknya tetapi nihil. Saat matanya mulai berkunang-kunang Rita memutuskan untuk berpindah pada sisi utara dan duduk pada bangku beton tepat di bawah pohon mangga. Rita lantas menegak air dari botol yang ia bawa sebelum memeriksa ponselnya. Rita pergi sangat pagi sebelum Arka dan Eshan bangun sehingga kedua pria kesayangannya pasti akan menghubunginya walau Rita sudah meninggalkan pesan dan benar saya 15 panggilan tak terjawab dari Arka dan Eshan. Rita mengusap peluh yang mengalir di pelipisnya sebelum melakukan
Rita merapikan penampilannya begitu sampai di halaman parkir sekolah Eshan. Sudah banyak orang tua atau wali murid yang menunggu jam pulang sekolah. Rita memeriksa jam pada pergelangan tangannya yang menunjuk pada pukul 12 lebih 55 menit masih ada waktu lima menit sebelum bell berbunyi. Ia segera meraih kartu identitas wali dan keluar dari mobil. Namun baru saja ia hendak menutup pintu di depannya telah berdiri seorang wanita yang lebih tua darinya, wanita biasa yang saat ini sedang menenteng tas berisi pakaian yang telah akan di laundry.Rita tertegun tak menyangka akan berhadapan langsung dengan wanita yang diduga adalah ibu dari Ambro yang kini membalas tatapannya dengan tanpa ekspresi. Rita yang masih merasa terkejut berusaha mengingat-ingat nama wanita ini sesuai dengan informasi dari Yuda.Belum juga Rita membuka suara wanita itu lebih dulu berkata, “Saya tahu siapa Anda. Anda majikannya Pak Yuda kan? Tolong jangan tanya-tanya tentang keluarga kami. Kami tidak ada hubungannya d
"Aku merasa tidak akan mudah sekarang ini untuk mendapatkan anakku," ujar Rita saat ini berada dalam pelukan Arka selepas makan siang."Kita belum bisa memutuskan hal itu Sayang. Masih banyak prosedur harus dijalani.""Kamu mematahkan semangatku?!""Tidak ... bukan begitu, hanya saja jangan terlalu berharap bagaimana jika bukan anak itu. Bisa jadi anakmu ada di panti asuhan dan kita harus memastikan bayi siapa yang dikubur Yesi.""Tapi aku yakin jika dia itu anakku," ujar Rita bersikukuh sampai matanya berkaca-kaca dan memerah, "maka dari itu aku ingin memberikan bantuan supaya Eros bisa melanjutkan kuliah dan nanti bisa bekerja di perusahaan. Boleh kan? Tolong jangan menolak."Rita kini memeluk pinggang Arka erat-erat seolah takut jika kekasihnya itu akan menolak permintaannya. Rencananya bisa berantakan tanpa ada dukungan dari Arka. Nathan Alsaki juga belum memberikan informasi apapun perihal kecelakaan yang menimpanya dulu.Mata Rita membulat begitu teringat dengan berita yang disa
Hay semuanya semoga suka dengan cerita baru dari Azeela setelah sekian purnama tak kembali ke sini. ========================== Rita tertegun melihat kesibukan pagi ini di rumah. Mertuanya sedang sibuk di dapur memerintah beberapa pembantu untuk memasak besar hari ini. Sementara setahunya tidak ada acara apapun hari ini. “Jangan lupa buah-buahan itu di cuci dulu baru masukkan kulkas. Ingat makanan sehat harus selalu ada mulai hari ini,” perintah Rakmi. “Ada acara apa, Bu?” tanya Rita. Dirinya merasa tidak enak hati karena hari ini bos besar dari kantor pusat akan datang dan ia tidak bisa membantu karena hari cutinya sudah habis untuk tahun ini. “Tidak ada apa-apa. Kejutan untukmu, Ibu yakin kamu akan senang nantinya.” “Sungguh. Ya, sudah sana siap-siap sarapan terus berangkatlah kerja.” “Maaf ya Bu, Rita tidak bisa membantu.” “Sudahlah, tidak apa-apa. Kamu sudah cukup menemani Ibu saat di Rumah Sakit. Itu saja sudah membuktikan kalau kamu berguna.” Rita tersenyum menanggapi, t