Home / Rumah Tangga / Pembalasan Rita / Chapter 5 Ada Apa?

Share

Chapter 5 Ada Apa?

last update Last Updated: 2022-07-02 17:29:07

Rita membaringkan tubuh lelahnya begitu saja di atas ranjang, bahkan kedua kakinya masih tergantung di tepi ranjang. Ia tidak menyangka pertemuan dengan Arka hari ini walau cukup hangat ternyata menyedot banyak energinya. Beban di pundaknya seolah menguap dan itu membuat fisiknya merasakan kelelahan yang sangat. Rita tahu pasti bahwa selama ini ia sudah berusaha sangat keras untuk mengisi waktu dengan bekerja.

Hanya ini hiburan untuknya, sampai ia baru menyadari berjauhan dari suaminya dalam waktu yang lama terasa biasa saja. Rita membuka matanya lebar-lebar dan terduduk dengan cepatnya. Jantungnya berdetak kencang saat memikirkan sang suami tetapi tak merasakan getar kerinduan itu. Berbeda saat sosok tinggi nan gagah itu yang berjalan menjauh.

“Gila. Kenapa harus dia sih?” omel Rita kesal dengan apa yang terjadi hari ini dan juga perasaannya.

Rita lantas membersihkan diri dan dengan memakai jubah mandi segera menggapai ponselnya yang terlihat bergetar. Ia pun menyunggingkan senyum, berharap jika suaminya yang akan menanyakan keadaannya tetapi apa yang Rita nantikan tidak terjadi. Arka yang menghubunginya saat ini. Pria itu mengirimkan pesan untuk Rita.

Arka: [Aku tahu kamu belum tidur. Jangan begadang, besok waktu yang padat untuk menyiapkan pekerjaanmu di sini.]

Rita: [Saya diberitahu oleh Pak Anton jika boleh mempertimbangkan terlebih dahulu. Saya harus membicarakan hal ini dulu dengan suami saya.]

Sungguh perasaan Rita menjadi jengkel saat ini. Arka terlihat sangat percaya diri, bahwa apa yang dirinya inginkan akan tercapai. Apakah Arka lupa jika dirinya sudah menikah?

Arka: [Aku sangat yakin jika nanti kamu pasti akan langsung ke sini.]

Rita curiga dengan pernyataan Arka. Ia menjadi bimbang untuk membalas, namun jika didiamkan rasanya ia sungguh seperti pegawai yang tidak tahu malu.

Rita: [Apapun itu, izinkan saya untuk menanyakan dulu dengan suami saya, ya Pak? Saya tidak bisa memutuskan sendiri. Tolong beri saya waktu.]

Arka: [Baiklah, aku juga tidak ingin memaksamu. Aku ingin kamu merasa nyaman untuk bekerja di sini.]

Pesan terakhir dari Arka tentu saja membuat suasana Rita semakin membaik. Ia pun membalas dengan ucapan terima kasih dan selamat malam.

Sementara itu di kediaman keluarga Chandara. Arka setelah berbalas pesan dengan Rita langsung menghubungi seseorang.

“Bagaimana perkembangan. Pria brengsek itu sudah kembali?”

“Sudah. Dia marah dan terlihat dingin saat tidak mendapati Rita di rumah.”

“Bukankah Rita selalu izin jika melakukan perjalanan dinas?”

“Biasanya begitu, entahlah. Padahal dia pulang juga tidak sendiri kali ini.”

“Lantas untuk apa dia marah? Aneh sekali orang itu. Apa dia sengaja untuk ingin segera menyakiti hati Rita? Aku sangat yakin, saat dulu Rita mengalami keguguran pasti juga karena andil mertuanya yang jahat itu.”

“Kalau melihat situasi saat ini, semua itu mungkin saja terjadi. Perlakuan terhadap Rita memang berbeda.”

“Tenang saja. Dia tidak akan bertahan lama di sana. Nanti saat dia kembali dan memutuskan untuk pergi dari rumah itu. Antarkan dia ke tempat yang sudah aku siapkan.”

“Baik Tuan. Saya akan lakukan semuanya. Kami juga ikut pindah bukan?”

“Tentu. Keluargamu harus menjaganya.”

“Terima kasih, Tuan.”

Dua hari kemudian Rita dengan semangat berkemas untuk kembali ke kantor cabang. Anton sendiri sudah berada di lobby menunggunya. Teleponnya berdering saat Rita sudah berada di dalam lift menuju lantai dasar.

“Sebaiknya kamu segera meminta cerai dari Apri.”

“Ma, jangan mulai deh. Rita baru akan pulang loh. Padat banget kerjaan dua hari ini,” keluhnya.

Rita bisa mendengar dengan jelas desahan napas mamanya. “Rita, sungguh Mama tidak ingin kamu kembali. Bagaimana kalau kamu ke rumah Mama saja?”

Rita mulai merasakan ada sesuatu yang tidak mengenakkan dari nada suara mamanya. “Apa yang sedang Mama pikirkan? Apa ada terjadi sesuatu atau Mama masih bersikeras untuk aku pindah dari kampung?”

“Pada akhirnya kamu pasti akan pergi dari sana. Anak Mama tidak bodoh. Mama yakin kamu akan mengambil keputusan yang tepat.”

“Ada apa sih Ma?” desak Rita, “seperti teka-teki saja?!”

“Nanti juga pada akhirnya kamu akan tahu.”

Daya menutup mulutnya dengan sebelah tangan begitu menutup secara sepihak sambungan teleponnya dengan Rita. Sungguh ia tidak sanggup mengutarakan apa yang terjadi kepada sang putri. Namun disisi lain ia juga ingin melindungi anaknya dari apa yang akan menghadangnya. Daya jelas tahu diri dan tak ingin terlalu ikut campur kehidupan pernikahan Rita. Percakapan terakhir dua hari yang lalu saja sudah membuat perasaannya tidak enak.

“Maafkan Mama. Andai Mama tidak pernah menikah kembali tentu hal ini tak akan mungkin terjadi,” gumam Daya ke arah foto Rita yang tergantung cantik di tembok dekat televisi.

Sementara itu, Rita yang suasana hatinya kembali buruk setelah perbincangan dengan sang mama yang terasa menggantung, memaksakan senyumnya saat bertemu dengan Anton.

“Tumben kusut?” tanya Anton.

“Capek Pak.”

“Nanti kalau kamu sudah memutuskan untuk pindah ke sini. Pasti tidak akan terasa capek lagi. Kamu akan merasakan langkahmu semakin ringan.”

Rita hanya mengerutkan dahinya tanpa menyahuti. Ia tak tahu apa yang terjadi dengan Daya dan Anton. Kedua orang ini penuh teka-teki dan ambigu. Rita sendiri rasanya sudah cukup lelah untuk menebak-nebak apa yang tersirat dari perkataan dua orang ini. Ia hanya ingin segera pulang, rasa lelahnya semakin menjadi karena Apriyanto tidak juga menghubunginya dan pesan serta telepon yang ia lakukan tidak diangkat oleh suaminya tersebut.

Rita masuk ke mobil yang sudah tersedia dan begitu ia duduk, ponselnya berdering dan nampak nama Arka yang tertulis di sana. Rita menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Bukan orang yang ia tunggu malah menghubunginya saat ini.

“Siang Pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya Rita dengan sopan bagaimanapun saat ini adalah hari kerja dan posisi Arka jelas adalah pimpinannya.

“Tentu, bantu aku dengan jangan bersedih.”

“Eh … maksudnya bagaimana?” Satu lagi orang yang berbicara penuh misteri dan Rita masih dengan pendiriannya yang sebelumnya tidak mau repot untuk menebak-nebak.

“Aku ingin kamu selalu bahagia.”

Keheningan cukup terasa diantara jeda telepon itu. Lidah Rita terasa kelu, pikirannya mengembara dan mengingat-ingat kapan ia terakhir kali merasakan kebahagiaan. Rasanya sudah lama sekali sejak sebelum, saat itu terjadi. Tanpa sadar Rita mengusap perutnya perlahan.

Sudah bertahun-tahun tetapi rasanya nyeri yang sungguh menyiksa itu seperti terjadi kemarin. Rita rasanya tidak akan pernah sembuh dari luka itu. Kehilangan buah hati bukan perkara mudah untuk dilupakan. Sungguh Rita sudah mencoba tetapi tak pernah berhasil dengan baik.

Mengenyahkan pikiran dari rasa yang menyiksa tersebut, kembali Rita menghubungi suaminya dan kali ini ponselnya tidak aktif. Lantas Rita mencari salah satu sosial media sang suami dan mengirimkan pesan.

Rita: [Mas, kabari aku jika sudah pulang. Aku pulang sekarang. Jangan marah ya Sayang. Aku kangen.]

Sampai sepuluh menit berikutnya tidak ada balasan dari Apriyanto. Kembali Rita mengirimkan pesan.

Rita: [Mas, jangan seperti anak kecil. Ambekan. Beritahu aku jika kamu baik-baik saja. Itu saja cukup, Mas.]

Tak disangka oleh Rita, Apriyanto dengan cepat membalas.

Apriyanto: [Tidak perlu khawatir dengan kebahagiaanku. Aku sudah sangat bahagia saat ini. ]

Seharusnya, Rita merasakan kebahagiaan dengan pesan balasan itu. Namun nyatanya tidak demikian. Hati kecilnya merasakan ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Ia pun yakin mamanya pasti tahu sesuatu dan sudah memutuskan untuk tidak mau memberitahunya. Rita rasanya seperti anak ayam yang terlepas dari induknya saat ini. Aneh bukan? Ia sudah menikah selama sepuluh tahun dengan Apriyanto tetapi saat ini ia merasa lebih kesepian dan tidak tahu apa-apa dari sebelumnya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Tbc

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembalasan Rita    PEMBALASAN RITA

    Arka terdiam di dalam mobil saat sebuah mobil polisi berhenti di belakangnya. Dadanya bergemuruh hebat, ia sungguh yakin tidak ada seorangpun yang menghubungi polisi. Nathan juga tadi sudah tidur di kamar tamu. Sorot senter mengenai kaca mobil hingga membuat matanya silau. Arka berusaha mengangkat kedua tangannya guna menghalau sinar senter tersebut agar bisa melihat siapa orang yang berada di luar sana.Kunci pintu terbuka tiba-tiba secara otomatis bersamaan dengan pintu belakang mobilnya terbuka tiba-tiba dan sosok serba hitam menjerat lehernya dengan kabel ulir.Arka berusaha meronta dan menghalau kabel tersebut, menahan dengan tangannya seraya tangannya yang lain berusaha meraih sosok yang berada di belakang. Saat ia berusaha meloloskan diri, tak berselang lama terdengar suara tembakan dari belakang mobilnya. Orang yang memegang senter menyilaukan itu roboh dan suara langkah tergesa yang sangat dikenalnya mendekat ke arah mobilnya."Lepaskan jerat itu atau a

  • Pembalasan Rita    KEBAKARAN PANTI

    "Engh … engh … engh …!" Deru napas Ambro menggebu dengan geliat tubuh yang terbatas. Ambro tahu ada suara mendesis hewan melata tak jauh darinya.'Jangan biarkan ularnya dekat-dekat Ambro, Tuhan! Ambro takut digigit!'Kaki dan tangan anak itu dalam keadaan telanjang dan menggigil terikat di sebuah kursi dengan mulut pun juga terikat. Ia tak bisa berteriak karena juga tak tahu di mana kini berada. Hanya terdengar tetes suara air dari keran yang tak tertutup rapat dan suasana di sini senyap, gelap dan sangat dingin, serta badan pun terasa nyeri ditambah lagi ia haus dan lapar.Sejak ia sadarkan diri lima jam yang lalu, dirinya sendirian. Takut pasti, tapi bagaimana lagi. Ia tahu sang ibu dan saudara-saudaranya pasti tak ada di sini.'Tuhan, Ambro takut. Mamak mana, Tuhan? Ambro nggak mau mati. Kasihan Mamak.'Sementara itu di luar bangunan gudang terbengkalai itu. Narto duduk di bawah pohon menatap kosong ke arah langit malam. Ra

  • Pembalasan Rita    DOA AMBRO

    Pengintaian di beberapa titik dan rumah yang sering disinggahi oleh Narto masih tidak membuahkan hasil. Pria itu seperti tertelan bumi bersama dengan Ambro si bocah kecil."Bagaimana apa terlihat pergerakan di dalam rumah?" tanya Michael Alsaki pada anak buahnya."Tidak ada, Ndan. Sudah pasti anak itu dibawa pergi.""Geledah rumahnya.""Siap, laksanakan."🌺Arka duduk termenung di teras belakang rumah Daya. Malam semakin menua, seharian ini ia hanya di rumah menemani kekasih hati yang terguncang hebat. Selain Ambro yang belum diketahui keberadaannya, Arka juga harus menahan diri untuk mencari Narto yang sampai detik ini belum menghubungi entah apa maunya, sementara Entin dan anak-anaknya sekarang berkumpul di sini. Biarkanlah polisi yang bekerja walau hatinya tak tenang.Ingin ikut membantu pun, hati tak tega meninggalkan Rita dan Eshan yang sangat terpukul. Putranya tampak sangat kehilangan sang sahabat. Eshan mengurung diri di kama

  • Pembalasan Rita    AKHIR DARI RAKMI

    "Kamu tidak mengerti, tidak akan pernah bisa mengerti karena apa? Karena otakmu yang kecil itu hanya berisi tentang bule bangsat itu. Bisa-bisanya kamu masih memikirkan dia setelah jadi istriku. Kamu pikir aku nggak tahu, jika kamu sering menyebut namanya selama kita menyatu?! Hah!Jawab aku Rakmi! Kamu pikir aku nggak tahu kamu nggak pernah setia! Buktikan kalau aku salah. Aku yang sudah terzolimi di sini maka dari itu aku harus memiliki semuanya, aku sudah bekerja sangat keras untuk memajukan perkebunan ini. Dia hanya pemilik tanah. Kamu dengar itu Rakmi, laki-laki pujaanmu itu hanya pemilik tanah, aku akan hancurkan dia bahkan Daya dan anak keturunannya tidak akan mendapatkan apapun," tukas Yusuf Suhardiman."Mas, jangan begitu. Kasian dia, Mas.""Halah … sok aja kamu hanya mencoba menarik simpatinya saja. Dia tidak akan pernah berpaling kepadamu. Kalau bukan aku yang menikahi kamu, nggak ada orang yang mau sama kamu. Das

  • Pembalasan Rita    MATI DITANGANKU

    Satu hari sebelumnya"Aku mau kamu membawa pergi jauh Ambro. Jangan sampai Rita menemukan anak itu. Kalau perlu kamu matikan saja dia."Percakapan Rakmi yang membelakangi Apriyanto membuat pria itu yang awalnya melamun tentang penyesalan kedatangan Rita dan bagaimana akhir dari wanita yang dicintai malah berseteru dengan sang ibunda sadar dari lamunannya."Iya habisi saja dia. Seharusnya kamu sudah lakukan itu sejak dulu. Aku tidak mau punya cucu penerus dari rahim Rita.""Ibu apa maksudnya itu?" tanya Apriyanto yang kini duduk di bangku, "apa aku masih punya anak? Bukankah anakku sudah mati?""Iya anakmu sudah mati," jawab Rakmi tenang seraya menyimpan kembali ponselnya."Ibu bohong! Aku tahu anakku masih hidup. Maka dari itu aku akan membuat perjanjian dengan Rita.""Kamu sudah gila!" bentak Rakmi dengan mata melotot ke arah Apriyanto."Ibu yang gila," balas Apriyanto dengan gerakan."Lancang kamu Apri

  • Pembalasan Rita    PENCULIKAN

    Rita bersedekap duduk di kursi anyaman rotan yang berada di dalam kamar Arka. Pikirannya mengembara pada kejadian seharian kemarin yang sangat menguras fisik dan mentalnya sekaligus mengguncang batinnya dengan segala peristiwa yang terjadi. Perseteruan dengan Rakmi sampai pada pengakuan Yesi yang sudah ia perkirakan dan tetap membuat dirinya sangat kecewa serta berita baik yang membuktikan bahwa Ambro adalah buah hatinya dengan Apriyanto.Lalu kembalinya Arka dengan raut wajah letih walau terbalut dengan senyum tetapi hal itu tidak bisa menutupi kepekaan Rita, ia sudah berjanji untuk memberikan perhatian untuk pria tercintanya. Rita tak bisa tidur nyenyak, bahkan semalam ia hanya bisa memejamkan mata selama 3 jam setelah kembalinya Arka pada pukul 1 dini hari karena itulah pada jam 4 pagi ini ia duduk menyendiri di kamar Arka."Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang? Kamu nggak tidur?" Suara serak Arka, ciri khas bangun tidurnya memenuhi malam yang hening.Rita y

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status