Share

Chapter 6 Pilu

Penulis: Azeela Danastri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-03 18:35:13

Matahari sudah condong ke ufuk barat saat Rita menginjakkan kaki di halaman rumah mertuanya. Dahinya mengkerut semakin dalam saat ia melihat dengan gagah mobil suaminya sudah bertengger di dalam rumah. Lebih mengherankan lagi adalah suara gelak tawa yang terdengar dari ibu mertuanya. Tidak ada bayi di rumah ini, lalu anak siapa yang sedang ditimang ibu mertuanya saat ini?

"Sebentar lagi Bundamu pulang. Dia pasti senang menyambutmu," ujar Rakmi kepada bayi dalam pelukannya.

"Bu, anak siapa itu?" tanya Rita dengan nada yang ia usahakan tampak baik-baik saja. Menutupi desiran tidak menyenangkan yang seketika membebani hatinya.

Rakmi membalikkan badan dan tersenyum dengan ceria ke arah Rita. Kali ini benar dugaannya ada sesuatu yang tidak beres. Pasalnya selama dirinya menjadi menantu di keluarga ini, tidak pernah sekalipun ibu mertuanya tersebut tersenyum lebar seperti ini kepadanya. Bahkan dulu saat ia hamil, ibu mertuanya tidak tampak antusias dan saat ia keguguran pun tidak ada kalimat penghiburan sekalipun ia dapatkan.

Kembali Rita bertanya saat tidak mendapatkan jawaban dari mertuanya yang kini menyeringai tampak mengejek. "Anak siapa, Bu?"

"Ck, kamu ini nggak sabaran sekali. Ini nih yang buat Ibu nggak begitu sreg punya menantu kamu. Sudah susah dibilangin, nggak pernah betah di rumah. Nggak pernah puas dengan gaji suami."

Rita mengerutkan dahinya. Rupanya ibu mertuanya mulai melantur. Jelas ia tidak mau keluarga kecilnya diatur. Mertuanya itu terlalu intervensi dalam kehidupan rumah tangganya. Dulu Rita membiarkan karena ia masih beranggapan terlalu muda. Ya, memang karena ia menikah muda dan memaklumi keterlibatan ibu mertuanya dalam rumah tangganya. Namun seiring berjalannya waktu itu mertuanya itu semakin menjadi dan selalu membandingkan dirinya dan menantunya yang lain.

"Ibu tahu pasti kalau itu semuanya tidak benar. Bagaimana mungkin Rita tidak mengikuti kemauan Ibu?"

"Oh, kamu sudah amnesia rupanya. Dengan memilih untuk menjadi wanita karir itu apa namanya selain kamu ingin menunjukkan kesombonganmu. Nggak terima ya suami punya gaji yang lebih tinggi? Itu juga alasanmu untuk tidak betah di rumah.

Ibu tahu, alasanmu untuk dinas ke kota semua karena kamu ingin jalan-jalan bukan bekerja sepenuhnya."

"Dari mana pemikiran itu semua berasal?" tanya Rita yang kini memijat pangkal hidungnya. Rasa capeknya berkali-kali lipat dan semakin menggunung setelah pembicaraan dengan ibu mertuanya ini. Selalu saja seperti ini, mertuanya selalu punya alasan untuk menyudutkan Rita.

"Semua sudah jelas, ibu juga punya bukti!" balas Rakmi ketus.

"Bukti apa, Bu?"

Belum juga Rakmi membalas pertanyaan yang diajukan oleh Rita. Suara yang tak asing baginya menyapa lembut.

"Eh, Mbak udah pulang? Pasti capek, istirahat dulu Mbak." Asmi dengan tersenyum lembut berdiri berhadapan dengan Rita kini.

"Asmi kenapa ada di sini?" tanya Rita yang keheranan karena saudara tirinya berada di rumah mertuanya.

Rita mengamati Asmi dari ujung kaki sampai puncak kepalanya, dan seketika wajahnya memucat. Perasaannya mendadak tidak enak. Penampilan fisik Asmi berubah, bagian dadanya tampak lebih penuh dari biasanya seperti orang yang sedang menyusui. Rita lantas berpaling memperhatikan bayi mungil yang masih ditimang mertuanya yang kini tersenyum sinis kepadanya.

"Kenapa wajahmu memucat begitu? Kamu pasti sudah bisa menebak, apa yang terjadi," ujar Rakmi dengan ceria tanpa beban.

"Memangnya apa yang ada dalam pikiran Rita?"

Rakmi lantas memberikan bayi mungil itu kepada Asmi dan meminta saudara tirinya itu untuk meninggalkan mereka berdua.

"Kamu ingat, waktu Ibu bilang sedang menyiapkan kejutan untukmu? Sedikit meleset dari waktu yang ditentukan. Tapi, akhirnya tetap menjadi kejutan untukmu. Ha ha ha. Betapa menyenangkan bukan?"

Rita dengan dadanya yang semakin bergemuruh karena perasaan tidak enak kini semakin memucat. Seolah ada seember air dingin disiramkan ke atas kepalanya. Rita memicingkan satu alisnya, ia merasa mertuanya seperti orang gila. Apa yang menyenangkan?

Tidak ada suatu hal baik yang terjadi, setidaknya dengan apa yang terlihat di depan matanya saat ini. Setahunya saudara tirinya itu seorang janda dan belum menikah lagi, jadi tidak mungkin jika bayi tadi juga adalah anak adiknya. Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

"Maksud Ibu, kejutan apa?"

"Biar Mas yang jelaskan, Bu. Ayo Rita."

Rita menghela napas panjang. Kini perasaannya semakin tak karuan, suami yang tidak memberikan kabar sama sekali kini berdiri di hadapannya dengan raut wajah di dingin dan keras. Rita sedikit menunduk hanya untuk mengamati telapak tangan lebar Apri yang terulur kepadanya.

"Kamu tidak perlu beranjak pergi membawanya. Kamu bisa mengatakan semuanya di hadapan Ibu." Rukmi lantas duduk di kursi goyang favoritnya.

"Ayo, cepat katakan pada Rita. Ibu ingin melihat bagaimana reaksinya," tambahnya riang.

Apri mendekat dan menggenggam kedua tangan Rita, meremasnya lembut. "Sayang, Mas tahu kamu sudah berusaha sangat keras untuk memberikan kita keturunan."

"Sudahlah jangan bertele-tele Apri. Langsung saja pada inti permasalahan," potong Rukmi seraya mengibaskan tangan kanannya di udara tanda bahwa ia sudah begitu tak sabar.

Apri mendengkus sebentar sebelum kembali menatap lekat wajah Rita yang kebingungan mencerna. Walau dalam hati ia berdoa supaya pikiran buruk yang terlintas di pikirannya bukanlah apa yang sebenarnya terjadi.

"Kamu sudah bertemu dengan Asmi bukan?" tanya Apri dengan nada lembut.

"Iya," jawab Rita lirih.

"Aku sudah menikah dengannya dan bayi itu adalah anakku."

Bagaikan ada batu besar kini menimpa kedua bahu Rita. Tubuhnya seketika limbung dan ia pun terhuyung jatuh ke dalam dekapan Apri. Namun dengan cepat pula ia mendorong dada Apri sekuat tenaga. Apri yang tidak siap dengan aksi penolakan Rita seketika terhuyung mundur dan Rita jatuh terduduk di lantai tersandung kakinya yang lemas tak kuat berpijak.

Sesak, pilu menghimpit dadanya. Suaminya menikah lagi tanpa persetujuan darinya ditambah lagi kenyataan jika yang dipersunting adalah saudara tirinya dan mereka memiliki seorang anak kini. Hancur sudah martabat Rita sebagai seorang istri. Benar sudah keberadaannya di sini tidak pernah dianggap.

Rita mengerutkan dahinya, aneh ia rasakan. Tidak ada air mata yang berlinang hanya rasa sakit yang kini mulai merambat naik ke tenggorokan dan perut yang tadinya keroncongan sekarang terasa melilit perih. Pandangannya pun berkunang-kunang hingga membuatnya harus memejamkan mata.

Apri berjongkok di depannya seraya mengusap bahunya dengan lembut. "Maafkan Mas, Sayang." Ada nada sesal sekilas terdengar di gendang telinga Rita.

Namun hanya sesaat sebelum ibu mertuanya kembali menyela, "Jangan terlalu lebay. Ibu dulu juga sering diselingkuhi bapakmu, biasa aja. Nyatanya sebelum mati, bapakmu juga kembali ke pelukan Ibu."

Rita kini tidak hanya memejamkan mata tetapi juga menggigit bibir bawahnya kuat-kuat hanya sedikit rasa asin ia rasakan.

"Jangan lukai dirimu, Sayang," kata Apri lembut dan dengan jari-jemari yang mengapit dagu Rita serta jempol yang mengusap bibir berusaha agar Rita melepaskan gigitannya.

"Apa bedanya? Aku tidak boleh melukai diriku sementara kamu bebas meremukkan hatiku, begitu?"

tbc

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Rita    PEMBALASAN RITA

    Arka terdiam di dalam mobil saat sebuah mobil polisi berhenti di belakangnya. Dadanya bergemuruh hebat, ia sungguh yakin tidak ada seorangpun yang menghubungi polisi. Nathan juga tadi sudah tidur di kamar tamu. Sorot senter mengenai kaca mobil hingga membuat matanya silau. Arka berusaha mengangkat kedua tangannya guna menghalau sinar senter tersebut agar bisa melihat siapa orang yang berada di luar sana.Kunci pintu terbuka tiba-tiba secara otomatis bersamaan dengan pintu belakang mobilnya terbuka tiba-tiba dan sosok serba hitam menjerat lehernya dengan kabel ulir.Arka berusaha meronta dan menghalau kabel tersebut, menahan dengan tangannya seraya tangannya yang lain berusaha meraih sosok yang berada di belakang. Saat ia berusaha meloloskan diri, tak berselang lama terdengar suara tembakan dari belakang mobilnya. Orang yang memegang senter menyilaukan itu roboh dan suara langkah tergesa yang sangat dikenalnya mendekat ke arah mobilnya."Lepaskan jerat itu atau a

  • Pembalasan Rita    KEBAKARAN PANTI

    "Engh … engh … engh …!" Deru napas Ambro menggebu dengan geliat tubuh yang terbatas. Ambro tahu ada suara mendesis hewan melata tak jauh darinya.'Jangan biarkan ularnya dekat-dekat Ambro, Tuhan! Ambro takut digigit!'Kaki dan tangan anak itu dalam keadaan telanjang dan menggigil terikat di sebuah kursi dengan mulut pun juga terikat. Ia tak bisa berteriak karena juga tak tahu di mana kini berada. Hanya terdengar tetes suara air dari keran yang tak tertutup rapat dan suasana di sini senyap, gelap dan sangat dingin, serta badan pun terasa nyeri ditambah lagi ia haus dan lapar.Sejak ia sadarkan diri lima jam yang lalu, dirinya sendirian. Takut pasti, tapi bagaimana lagi. Ia tahu sang ibu dan saudara-saudaranya pasti tak ada di sini.'Tuhan, Ambro takut. Mamak mana, Tuhan? Ambro nggak mau mati. Kasihan Mamak.'Sementara itu di luar bangunan gudang terbengkalai itu. Narto duduk di bawah pohon menatap kosong ke arah langit malam. Ra

  • Pembalasan Rita    DOA AMBRO

    Pengintaian di beberapa titik dan rumah yang sering disinggahi oleh Narto masih tidak membuahkan hasil. Pria itu seperti tertelan bumi bersama dengan Ambro si bocah kecil."Bagaimana apa terlihat pergerakan di dalam rumah?" tanya Michael Alsaki pada anak buahnya."Tidak ada, Ndan. Sudah pasti anak itu dibawa pergi.""Geledah rumahnya.""Siap, laksanakan."🌺Arka duduk termenung di teras belakang rumah Daya. Malam semakin menua, seharian ini ia hanya di rumah menemani kekasih hati yang terguncang hebat. Selain Ambro yang belum diketahui keberadaannya, Arka juga harus menahan diri untuk mencari Narto yang sampai detik ini belum menghubungi entah apa maunya, sementara Entin dan anak-anaknya sekarang berkumpul di sini. Biarkanlah polisi yang bekerja walau hatinya tak tenang.Ingin ikut membantu pun, hati tak tega meninggalkan Rita dan Eshan yang sangat terpukul. Putranya tampak sangat kehilangan sang sahabat. Eshan mengurung diri di kama

  • Pembalasan Rita    AKHIR DARI RAKMI

    "Kamu tidak mengerti, tidak akan pernah bisa mengerti karena apa? Karena otakmu yang kecil itu hanya berisi tentang bule bangsat itu. Bisa-bisanya kamu masih memikirkan dia setelah jadi istriku. Kamu pikir aku nggak tahu, jika kamu sering menyebut namanya selama kita menyatu?! Hah!Jawab aku Rakmi! Kamu pikir aku nggak tahu kamu nggak pernah setia! Buktikan kalau aku salah. Aku yang sudah terzolimi di sini maka dari itu aku harus memiliki semuanya, aku sudah bekerja sangat keras untuk memajukan perkebunan ini. Dia hanya pemilik tanah. Kamu dengar itu Rakmi, laki-laki pujaanmu itu hanya pemilik tanah, aku akan hancurkan dia bahkan Daya dan anak keturunannya tidak akan mendapatkan apapun," tukas Yusuf Suhardiman."Mas, jangan begitu. Kasian dia, Mas.""Halah … sok aja kamu hanya mencoba menarik simpatinya saja. Dia tidak akan pernah berpaling kepadamu. Kalau bukan aku yang menikahi kamu, nggak ada orang yang mau sama kamu. Das

  • Pembalasan Rita    MATI DITANGANKU

    Satu hari sebelumnya"Aku mau kamu membawa pergi jauh Ambro. Jangan sampai Rita menemukan anak itu. Kalau perlu kamu matikan saja dia."Percakapan Rakmi yang membelakangi Apriyanto membuat pria itu yang awalnya melamun tentang penyesalan kedatangan Rita dan bagaimana akhir dari wanita yang dicintai malah berseteru dengan sang ibunda sadar dari lamunannya."Iya habisi saja dia. Seharusnya kamu sudah lakukan itu sejak dulu. Aku tidak mau punya cucu penerus dari rahim Rita.""Ibu apa maksudnya itu?" tanya Apriyanto yang kini duduk di bangku, "apa aku masih punya anak? Bukankah anakku sudah mati?""Iya anakmu sudah mati," jawab Rakmi tenang seraya menyimpan kembali ponselnya."Ibu bohong! Aku tahu anakku masih hidup. Maka dari itu aku akan membuat perjanjian dengan Rita.""Kamu sudah gila!" bentak Rakmi dengan mata melotot ke arah Apriyanto."Ibu yang gila," balas Apriyanto dengan gerakan."Lancang kamu Apri

  • Pembalasan Rita    PENCULIKAN

    Rita bersedekap duduk di kursi anyaman rotan yang berada di dalam kamar Arka. Pikirannya mengembara pada kejadian seharian kemarin yang sangat menguras fisik dan mentalnya sekaligus mengguncang batinnya dengan segala peristiwa yang terjadi. Perseteruan dengan Rakmi sampai pada pengakuan Yesi yang sudah ia perkirakan dan tetap membuat dirinya sangat kecewa serta berita baik yang membuktikan bahwa Ambro adalah buah hatinya dengan Apriyanto.Lalu kembalinya Arka dengan raut wajah letih walau terbalut dengan senyum tetapi hal itu tidak bisa menutupi kepekaan Rita, ia sudah berjanji untuk memberikan perhatian untuk pria tercintanya. Rita tak bisa tidur nyenyak, bahkan semalam ia hanya bisa memejamkan mata selama 3 jam setelah kembalinya Arka pada pukul 1 dini hari karena itulah pada jam 4 pagi ini ia duduk menyendiri di kamar Arka."Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang? Kamu nggak tidur?" Suara serak Arka, ciri khas bangun tidurnya memenuhi malam yang hening.Rita y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status