Beranda / Rumah Tangga / Pembalasan Rita / Chapter 9 Membuatmu Jatuh Cinta

Share

Chapter 9 Membuatmu Jatuh Cinta

Penulis: Azeela Danastri
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-07 12:05:18

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima jam. Akhirnya mereka sampai di sebuah Villa bercat putih dari gerbang sampai bangunan utama. Udara segar langsung menyambut paru-paru Rita yang penuh kesesakan. Rasanya sudah sangat lama ia tidak menghirup aroma kesegaran asli seperti ini. Tanpa polusi dan dinginnya angin dini hari tengah menyapa.

Ia mengetatkan jaket yang terpakai dan selimut tebal yang Rita tak tahu dari mana datangnya. Eli sepertinya yang memakaikannya selama dirinya ketiduran dalam mobil tadi. Lampu dalam villa seketika menyala terang dan seorang pria gagah rupawan membukakan pintu dan berdiri di teras.

“Kenalkan ini anak saya, Wahyu,” ujar Eli sementara Yuda sibuk membawa masuk barang bawaan mereka.

“Saya Wahyu, pemilik vila.” Uluran tangan dari Wahyu disambut oleh Rita sesaat.

“Sepertinya Bu Rita memang sudah sangat capek. Mari masuk, saya sudah siapkan wedang jahe sebelum kita semua melanjutkan tidur.”

Rita masih enggan membuka suaranya setelah bersitatap dengan mata sekelam malam dan setajam elang itu. Ada sesuatu yang mengusik dari keberadaan Wahyu, tetapi Rita cukup lelah dan juga meriang untuk mencari atau atau menebak saat ini.

“Di mana kamar untuk Bu Rita. Yu?” tanya Eli.

“Di sana tepat berseberangan dengan kamar Mamak.”

“Wah bagus sekali. Udara dan sinar pagi akan langsung masuk ke kamar,” ucap Eli senang kemudian meninggalkan Wahyu yang masih berdiri di ruang tamu bersama dengan Rita.

Rita mengagumi villa tua itu. Ia takjub, bangunan peninggalan Belanda ini masih sangat terawat dengan baik. “Apakah sering ada tamu di sini?”

“Maaf?” tanya Wahyu yang tidak siap dengan pertanyaan dari Rita. Wanita yang ia pikir sangat irit berbicara kemudian membuka percakapan seperti itu, tentu membuat Wahyu terkejut.

“Maksudku, villa seindah ini. Apakah sering menerima tamu?”

Wahyu terkekeh sebentar sebelum berdehem dan kemudian menjawab, “Ngomong-ngomong ini adalah rumah pribadi. Seperti yang saya katakan sebelumnya. Saya adalah pemilik villa ini.”

Rita lantas mulai memahami dan wajahnya memerah karena malu sedari tadi beranggapan jika tempat ini merupakan villa penginapan. Tidak ada meja resepsionis di sini. Walaupun jelas villa ini sangat luas. Ada koridor dan jendela dan pintu tinggi dengan gorden indah melambai tertiup angin malam. Tak hentinya Rita mengagumi.

“Ayo nikmati dulu wedang jahenya. Semoga rasanya pas di lidah. Saya tidak tahu selera Anda seperti apa. Gula batu bisa Anda tambahkan sendiri.” Wahyu membimbing Rita ke meja makan. Yuda sudah berada di sana dan membantu memundurkan kursi untuk Rita.

“Terima kasih. Kalian baik sekali. Tetapi tidak perlu begini. Aku juga orang kampung biasa kok.”

“Ah … Bu Rita mah merendah aja. Kami baru orang kampung.”

“Sama aja lah Pak Yuda. Saya juga orang kampung. Saya kan berasal dari kampung itu juga.” Rita enggan menyebutkan nama kampung tempat nerakanya berada. Cukup semua akan ia kubur dalam-dalam mulai saat ini. Semoga semesta mengamini, sehingga ia tidak akan pernah menginjakkan kaki di sana lagi.

Setelah percakapan sembari menikmati wedang jahe, Rita menuju kamar yang telah disiapkan untuknya dan tanpa menunggu waktu yang lama ia segera terbuai dalam lelapnya tidur. Empuknya ranjang dan atmosfer yang berbeda seketika membantu mengendurkan otot dan urat sarafnya yang terasa nyeri.

Di kediaman Suhardiman. Apriyanto kembali sekitar pukul empat pagi berjalan gontai dan merebahkan diri di sofa ruang tamu. Rakmi sudah menunggu kedatangan putranya, bagaimanapun sebagai seorang ibu ia merasa khawatir dengan keadaan anaknya yang pergi dalam keadaan marah.

“Lihat kamu pulang sendirian. Mana menantu pembangkang itu?!”

Apriyanto mengangkat satu tangannya sebagai tanda agar sang ibu tidak melanjutkan ucapannya. “Cukup Bu. Aku sangat lelah saat ini. Bisakah tinggalkan aku sendiri dulu?”

“Tidak. Ini rumahku dan aku bebas melakukan apa yang aku mau,” bantahnya dengan keras kepala.

Apriyanto melirik ibunya yang berdiri berkacak pinggang tak jauh darinya lewat sudut matanya dengan malas. Lantas kali ini ia mengangkat kedua tangannya ke udara. “Baiklah, mulai besok aku akan membawa istri dan anakku untuk tinggal di rumah kami, pribadi.”

Rakmi berjalan cepat dan kemudian tanpa disangka langsung melayangkan tamparan pada pipi kiri Apriyanto. “Tega kamu sama Ibu ya? Ini balasanmu? Kamu tidak ingat pesan terakhir bapakmu untuk selalu menemani Ibu di rumah ini?”

“Ingat Bu, sangat ingat. Tapi bapak juga tidak memberikan pesan agar Ibu selalu ikut campur dalam kehidupan rumah tanggaku. Lihat hasilnya, seharusnya aku yang bicara empat mata dengan Rita untuk mengumumkan istri muda dan anakku. Apa yang terjadi, Ibu lebih dulu lancing bicara dengannya dan membuatnya pergi. Ibu puas sekarang.”

Rakmi tampak kalut dan langsung melayangkan pukulan bertubi-tubi, menyerang Apriyanto. “Anak durhaka kamu, bisa-bisanya mengatai Ibu lancing. Ibu yang sudah mengandung dan melahirkanmu. Hak Ibu untuk mengatur kebahagiaan anaknya.”

Apriyanto berusaha menangkap kedua tangan Rakmi dan setelah berhasil kemudian memeluk ibunya itu erat-erat. “Bu, sadar Bu. Apa Ibu tidak merasa jika selama ini sudah terlalu sering ikut campur? Tolonglah introspeksi diri. Rita tidak bisa setegar Ibu dalam menyikapi perselingkuhan tapi Apri juga tidak mau berpisah dengannya. Tolong mengerti hal ini.”

“Kamu tidak pernah mencintai dia. Dari dulu yang kamu cintai adalah Asmi dan lihat faktanya. Asmi yang berhasil memberikan kamu anak. Pernikahanmu dengan Rita tidak pernah mendapatkan restuku dan Tuhan.”

“Astaga Ibu. Kandungan Rita itu lemah dan Ibu sendiri juga tahu, kami pernah kehilangan anak kami. Tolong jangan sudutkan dia. Selamanya juga Apri tidak akan menceraikan Rita.” Apriyanto lantas melepaskan dekapannya begitu saja dan berjalan cepat menuju kamar tempat dirinya dan Rita tidur.

“Kamu salah masuk kamar!” seru Rakmi.

“Terserah aku mau tidur di mana. Ingat Istriku ada dua saat ini dan seingatku. Ini masih rumahku juga.” Setelah berkata demikian Apriyanto menutup pintu rapat-rapat dan bersandar di baliknya. Kini ia merasakan kekosongan yang mulai meraja. Samar bau parfum Rita masih tercium walau sisa percintaan mereka tadi sudah tidak ada. Salah seorang pembantu ibunya pasti sudah merapikan.

Apriyanto lantas melepas sepatu dan jaket kemudian merangkak naik ke ranjang dan mendekap bantal yang selalu dipakai Rita. “Kembalilah Sayang. Aku hanya ingin seorang anak untuk melengkapi kebahagiaan rumah tangga kita. Aku tidak mencintai Asmi. Hanya kamu yang selalu aku cintai,” gumam Apriyanto seraya menatap foto pernikahannya dengan Rita yang tergantung indah di dinding kamar.

Asmi yang sekiranya hendak melihat keadaan Apriyanto berdiri membeku di ambang pintu yang sempat ia buka sedikit. Air matanya mengalir dan kembali sakit hati ia rasakan mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Apriyanto, suaminya. Asmi baru tersadar, beginilah resiko yang didapatkan oleh seorang pelakor.

“Aku akan membuatmu jatuh cinta, Mas. Aku akan buat kamu melupakan, Rita. Bagaimanapun caranya.”

tbc

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pembalasan Rita    PEMBALASAN RITA

    Arka terdiam di dalam mobil saat sebuah mobil polisi berhenti di belakangnya. Dadanya bergemuruh hebat, ia sungguh yakin tidak ada seorangpun yang menghubungi polisi. Nathan juga tadi sudah tidur di kamar tamu. Sorot senter mengenai kaca mobil hingga membuat matanya silau. Arka berusaha mengangkat kedua tangannya guna menghalau sinar senter tersebut agar bisa melihat siapa orang yang berada di luar sana.Kunci pintu terbuka tiba-tiba secara otomatis bersamaan dengan pintu belakang mobilnya terbuka tiba-tiba dan sosok serba hitam menjerat lehernya dengan kabel ulir.Arka berusaha meronta dan menghalau kabel tersebut, menahan dengan tangannya seraya tangannya yang lain berusaha meraih sosok yang berada di belakang. Saat ia berusaha meloloskan diri, tak berselang lama terdengar suara tembakan dari belakang mobilnya. Orang yang memegang senter menyilaukan itu roboh dan suara langkah tergesa yang sangat dikenalnya mendekat ke arah mobilnya."Lepaskan jerat itu atau a

  • Pembalasan Rita    KEBAKARAN PANTI

    "Engh … engh … engh …!" Deru napas Ambro menggebu dengan geliat tubuh yang terbatas. Ambro tahu ada suara mendesis hewan melata tak jauh darinya.'Jangan biarkan ularnya dekat-dekat Ambro, Tuhan! Ambro takut digigit!'Kaki dan tangan anak itu dalam keadaan telanjang dan menggigil terikat di sebuah kursi dengan mulut pun juga terikat. Ia tak bisa berteriak karena juga tak tahu di mana kini berada. Hanya terdengar tetes suara air dari keran yang tak tertutup rapat dan suasana di sini senyap, gelap dan sangat dingin, serta badan pun terasa nyeri ditambah lagi ia haus dan lapar.Sejak ia sadarkan diri lima jam yang lalu, dirinya sendirian. Takut pasti, tapi bagaimana lagi. Ia tahu sang ibu dan saudara-saudaranya pasti tak ada di sini.'Tuhan, Ambro takut. Mamak mana, Tuhan? Ambro nggak mau mati. Kasihan Mamak.'Sementara itu di luar bangunan gudang terbengkalai itu. Narto duduk di bawah pohon menatap kosong ke arah langit malam. Ra

  • Pembalasan Rita    DOA AMBRO

    Pengintaian di beberapa titik dan rumah yang sering disinggahi oleh Narto masih tidak membuahkan hasil. Pria itu seperti tertelan bumi bersama dengan Ambro si bocah kecil."Bagaimana apa terlihat pergerakan di dalam rumah?" tanya Michael Alsaki pada anak buahnya."Tidak ada, Ndan. Sudah pasti anak itu dibawa pergi.""Geledah rumahnya.""Siap, laksanakan."🌺Arka duduk termenung di teras belakang rumah Daya. Malam semakin menua, seharian ini ia hanya di rumah menemani kekasih hati yang terguncang hebat. Selain Ambro yang belum diketahui keberadaannya, Arka juga harus menahan diri untuk mencari Narto yang sampai detik ini belum menghubungi entah apa maunya, sementara Entin dan anak-anaknya sekarang berkumpul di sini. Biarkanlah polisi yang bekerja walau hatinya tak tenang.Ingin ikut membantu pun, hati tak tega meninggalkan Rita dan Eshan yang sangat terpukul. Putranya tampak sangat kehilangan sang sahabat. Eshan mengurung diri di kama

  • Pembalasan Rita    AKHIR DARI RAKMI

    "Kamu tidak mengerti, tidak akan pernah bisa mengerti karena apa? Karena otakmu yang kecil itu hanya berisi tentang bule bangsat itu. Bisa-bisanya kamu masih memikirkan dia setelah jadi istriku. Kamu pikir aku nggak tahu, jika kamu sering menyebut namanya selama kita menyatu?! Hah!Jawab aku Rakmi! Kamu pikir aku nggak tahu kamu nggak pernah setia! Buktikan kalau aku salah. Aku yang sudah terzolimi di sini maka dari itu aku harus memiliki semuanya, aku sudah bekerja sangat keras untuk memajukan perkebunan ini. Dia hanya pemilik tanah. Kamu dengar itu Rakmi, laki-laki pujaanmu itu hanya pemilik tanah, aku akan hancurkan dia bahkan Daya dan anak keturunannya tidak akan mendapatkan apapun," tukas Yusuf Suhardiman."Mas, jangan begitu. Kasian dia, Mas.""Halah … sok aja kamu hanya mencoba menarik simpatinya saja. Dia tidak akan pernah berpaling kepadamu. Kalau bukan aku yang menikahi kamu, nggak ada orang yang mau sama kamu. Das

  • Pembalasan Rita    MATI DITANGANKU

    Satu hari sebelumnya"Aku mau kamu membawa pergi jauh Ambro. Jangan sampai Rita menemukan anak itu. Kalau perlu kamu matikan saja dia."Percakapan Rakmi yang membelakangi Apriyanto membuat pria itu yang awalnya melamun tentang penyesalan kedatangan Rita dan bagaimana akhir dari wanita yang dicintai malah berseteru dengan sang ibunda sadar dari lamunannya."Iya habisi saja dia. Seharusnya kamu sudah lakukan itu sejak dulu. Aku tidak mau punya cucu penerus dari rahim Rita.""Ibu apa maksudnya itu?" tanya Apriyanto yang kini duduk di bangku, "apa aku masih punya anak? Bukankah anakku sudah mati?""Iya anakmu sudah mati," jawab Rakmi tenang seraya menyimpan kembali ponselnya."Ibu bohong! Aku tahu anakku masih hidup. Maka dari itu aku akan membuat perjanjian dengan Rita.""Kamu sudah gila!" bentak Rakmi dengan mata melotot ke arah Apriyanto."Ibu yang gila," balas Apriyanto dengan gerakan."Lancang kamu Apri

  • Pembalasan Rita    PENCULIKAN

    Rita bersedekap duduk di kursi anyaman rotan yang berada di dalam kamar Arka. Pikirannya mengembara pada kejadian seharian kemarin yang sangat menguras fisik dan mentalnya sekaligus mengguncang batinnya dengan segala peristiwa yang terjadi. Perseteruan dengan Rakmi sampai pada pengakuan Yesi yang sudah ia perkirakan dan tetap membuat dirinya sangat kecewa serta berita baik yang membuktikan bahwa Ambro adalah buah hatinya dengan Apriyanto.Lalu kembalinya Arka dengan raut wajah letih walau terbalut dengan senyum tetapi hal itu tidak bisa menutupi kepekaan Rita, ia sudah berjanji untuk memberikan perhatian untuk pria tercintanya. Rita tak bisa tidur nyenyak, bahkan semalam ia hanya bisa memejamkan mata selama 3 jam setelah kembalinya Arka pada pukul 1 dini hari karena itulah pada jam 4 pagi ini ia duduk menyendiri di kamar Arka."Apa yang kamu lakukan di sini, Sayang? Kamu nggak tidur?" Suara serak Arka, ciri khas bangun tidurnya memenuhi malam yang hening.Rita y

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status