Rita terbangun saat sinar matahari mulai memasuki kamar dari jendela yang terbuka. Tirainya berkibar tertiup angin pagi dari luar. Rita merapikan tempat tidur lalu berjalan menuju jendela dan hendak menutupnya tetapi segera ia urungkan. Ia memicingkan matanya memperjelas apa yang ia lihat saat ini. Rita mengucek matanya, melotot menajamkan pandangan pada sosok yang sedang mengobrol akrab dengan Yuda.“Ngapain dia di sini?” gumam Rita.“Bu, sudah bangun?”Rita merapatkan tirai tebal hingga cahaya dari luar terhalang dan berbalik menghadap Eli yang melongokkan kepala dari ambang pintu.“Sudah. Masuklah.”“Kenapa di tutup tirainya, Bu?”“Silau.”“Sudah dirapikan juga rupanya. Ini kan bukan di rumah Bu Rakmi. Ibu bisa menyuruh saya membereskan tempat tidur.”“Tak lagi memiliki pasangan atau mertua bukan berarti aku harus bermalas-malasan. Jika memang aku bisa mengerjakan tidak masalah bukan? Toh, jika aku sedang tidak di rumah semua pekerjaan menjadi
"Kamu sudah menalak, Rita?" tanya Rakmi begitu bertemu dengan Apriyanto yang keluar dari kamar tidurnya bersama Rita."Tidak akan.""Kenapa tidak? Kamu harus segera menceraikan dia. Dia sudah memilih pergi, itu tandanya dia tidak benar-benar mencintaimu. Bisa jadi dia sudah bersama dengan pria lain. Orang ya, kalau susah punya anak. Main sama siapa aja, nggak akan ambil pusing. Siapa tahu sekarang dia emang udah mandul."Apriyanto mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya dengan rahang yang mengeras. Jika tidak mengingat yang melontarkan setiap patah kata itu adalah ibunya sendiri. Rasanya Apriyanto sudah akan mematahkan batang leher Rakmi."Aku tidak akan pernah menceraikan Rita. Dia akan segera kembali.""Ke rumah ini? Ke desa ini? Jangan harap! Ibu sudah mengatakan kepada semua orang di sini dan mereka menganggap Rita sebuah aib. Tidak ada dalam sejarah desa ini memiliki menantu yang mandul.""Omong kosong," ujar Apriyant
"Pa, yuk sarapan,"ajak Fardan dari ambang pintu.Hendarto yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk menoleh ke arah Fardan. "Di taman ya, Pa," lanjut Fardan."Ada apa sekarang? Ada tamu yang menginap?" Hendarto sangat hafal jika sampai anak dan istrinya mengajak makan di taman pasti ada seseorang yang sedang mereka hindari di meja makan.Fardan menyunggingkan senyum miring. Ia paham, papanya baru dini hari kembali dari perjalanan ke Kalimantan jadi pasti belum tahu apa yang terjadi di rumah ini. Mungkin Fardan akan menunjukkan sesuatu dulu sebelum mereka sarapan supaya tidak ada 'tema' yang merusak suasana mereka makan nanti."Papa pasti kaget deh. Mungkin ya, karena kalau mama aja kenal sudah pasti Papa juga kenal atau tahu mungkin.""Maksudnya apa sih, Kak? Keluarga jauh?""Setahun Fardan yang udah dua puluh tahun tinggal di rumah ini sih. Tahunya dia bukan anggota keluarga inti, sampai kemarin lusa tepatnya.
Rita menatap kalender di ponselnya, tak terasa sudah lima hari ia berada di sini. Rita ingat betul waktu dirinya pergi dari rumah mertuanya adalah hari sabtu dan sekarang adalah hari Rabu, serta selama itu pula dirinya bisa menghindar dari mama dan juga suaminya yang akan segera menjadi mantan setelah ia mengajukan gugatan tapi masih gigih menghubunginya. Rita juga setelah acara sarapan bersama dengan Arka tak lagi melihat keberadaan atasannya itu.‘Baguslah tahu diri.’Baru saja ia berpikir demikian, sosok yang sudah tidak ia temui itu kini bersandar pada ambang pintu penghubung antara teras samping dan ruang tengah.“Sampai kapan kamu akan berdiam diri?”“Maksudmu?” jawab Rita seraya menoleh memperhatikan pria itu yang beranjak dari ambang pintu dan kini duduk di kursi yang terbuat dari anyaman rotan bercat putih.“Kamu tidak ingin mengajukan gugatan cerai?”“Aku akan lakukan itu, tetapi bukan karena kamu suruh dan aku rasa itu bukan urusanmu. Sebaiknya kamu tahu batas, kita bukan t
Apriyanto meremas rambut hitamnya yang sudah terlihat lebih panjang. Beberapa bulan tidak bertemu muka dengan Rita membuat dirinya tak begitu memperhatikan penampilannya. Seketika ia teringat jika istrinya itu tidak senang dengan rambut pria yang gondrong apalagi jika rambut kurusnya menjuntai mengenai alis.dan kerah kemeja. Namun kali ini ia bisa meremasnya karena jengkel. Yuda dengan lancang telah datang dan mengambil semua benda yang dibeli oleh Rita tanpa terkecuali. Ia menatap ponselnya yang hancur. Apriyanto membantingnya bertepatan dengan Yuda yang pergi membawa semua barang dan dirinya yang tidak bisa menghubungi Rita. Sudah lima hari dan wanita itu tidak bisa dihubungi.“Kamu harus minta kembali semuanya,” ujar Rakmi dingin dengan mata merah. Ia kembali mengedarkan pandangan di sisi rumahnya yang awalnya ditempati oleh Apriyanto dan Rita. Rumahnya sangat luas jadi Yusuf Suhardiman membagi menjadi lima bagian dengan sebagai pusat adalah bangunan tempat Rakmi tinggal seka
Daya sedang merapikan tas jinjingnya saat Andre, putra sulungnya menghampiri. "Sudah ada kabar dari Rita, Ma?""Belum. Biarkan saja dulu, yang penting kita sudah tahu jika dia keluar dari rumah itu.""Sudah satu minggu, Ma.""Nggak usah khawatir. Mama sudah siapkan dia tempat tinggal.""Rita mau?"Daya terkekeh. "Tidak. Kau seperti tidak tahu adikmu saja.""Lalu di mana dia tinggal?""Dekat tempat kerjanya.""Aku sudah menyuruhnya untuk keluar dan membantu saja di restoran tetapi dia nggak mau.""Dasar keras kepala. Tapi, dia mau 'kan cerai dengan Apri?""Jelas dong. Gila apa anak Mama nggak mau cerai sama cecunguk seperti itu. Persis dengan ….""Hayo … cecunguk yang Mama maksud ada tuh di luar," tunjuk Andre dengan menelengkan kepalanya."Ngapain dia ke sini?"Andre mengedikkan bahunya. "Mau pamer kali. Anaknya sudah merebut menantu Mama.""Ih, ngaco. Tukang pungut sampah ya begitu.""Lah, Mama dulu nikahin dia."
"Kapan kamu akan segera mengurus penyelesaian perceraian dengan Apri?" tanya Daya melalui panggilan telepon.Rita mendesah panjang sebagai reaksi pertanyaan mamanya itu hingga terdengar dari seberang sambungan telepon tersebut. Saat ini Rita baru saja selesai mandi di kediaman barunya di kota dan dirinya masih menolak untuk bertemu dengan mama dan siapapun kecuali Eli dan Yuda yang tinggal bersamanya.“RITA …. Jangan mengulur waktu, selesaikan urusan dirimu dengan Apri,” ujar Daya gemas.“Segera Ma. Ada hal yang harus Rita urus dahulu.”“Urusan apa lagi yang lebih penting dari perceraian?!” sergah Daya terdengar sangat tidak sabar. “Jangan bilang kamu sekarang ragu menceraikan suamimu itu dan rela di poligami?” Sambungnya lagi.‘Tidak Ma. Mereka saja sudah menginjak-injak harga diri Rita, hingga menyebarkan gossip.”“Nah, itu dah paham. Jangan membuang waktu segera selesaikan hal itu.” Ada jeda dan kemudian Daya menambahkan, “maafkan Mama tidak bisa mencegah Asmi masuk kembali dalam h
Rita memarkirkan kendaraannya dan segera menuju lobby lewat pintu samping. Langkahnya terhenti saat melihat keberadaan pria jangkung yang sedang berbicara dengan atasannya itu. Tak disangka seolah memiliki sinyal tertentu pria yang ia tatap menoleh ke arahnya. Satu alis pria itu terangkat dan kemudian meninggalkan lawan bicara dan mendekatinya.Drew, sedang berbincang dengan Arka saat merasa ada yang memperhatikan dirinya dan segera menoleh. Tebakannya benar, wanita yang sedari tadi ia sudah tunggu muncul juga. Nostalgia masa lalu, melihatnya tampak anggun dan sehat saja sudah cukup bagi Drew yang sesungguhnya merasa penasaran dengan penampakan Rita saat ini. Wanita dewasa yang cantik dan sangat mandiri. Drew tidak mungkin salah dalam penilaiannya. Hanya sepertinya ada yang sedang dipendam oleh wanita di depannya ini. Drew akan mencari tahu nanti jika sudah ada kesempatan.Rita mengerutkan dahinya tak menyangka jika Arka lebih memilih mengacuhkan dirinya yang kini berhadapan dengan Dr