Share

3. Pria penyelamat

"Ugh, kenapa pemerintah tidak becus mengurus tunawisma yang berkeliaran di kota ini. Mereka membuat kotor pemandangan kota," gerutu seorang wanita dengan tatapan sinis menatap Abigail.

Abigail hanya bisa mengabaikan hinaan yang ia dengar, matanya terus menutup dan baru terbuka setelah orang-orang tidak lagi melewatinya. Ia pergi dari jalanan tempat ia tidur dan kembali berjalan tanpa tentu arah, di sebuah perempatan jalan ia menyusuri sebuah gedung tua yang sudah tidak terawat dan menjajaki setiap lantainya. Abigail sudah benar-benar putus asa, tidak ada hal lain yang ia pikirkan selain menyelesaikan semuanya bagaimana pun caranya.

"Aku benci kamu Ben!" teriak Abigail.

Abigail menangis histeris dengan pikiran yang kacau, kehilangan pekerjaan dan dicampakkan oleh orang yang dicintainya membuat Abigail teramat frustasi.

Abigail menapaki sisi pinggir rooftop, ketinggian ini sesungguhnya membuat Abigail merinding dan takut namun rasa putus asa jauh lebih besar dari rasa takutnya. Abigail menarik nafas panjang sembari menutup kedua matanya, mengisi penuh paru-parunya dengan oksigen yang mungkin sebentar lagi sudah tidak akan berfungsi.

Ctas!

Sebuah suara pemantik api terdengar dari sisi kanan Abigail, juga wangi khas tembakau yang terbakar dengan kepulan asap. Abigail membuka mata, melirik ke arah pria yang berdiri di sebelahnya sambil menikmati sebatang rokok ditangannya.

"Mau rokok?" tawarnya pada Abigail.

Abigail terperangah melihat pria di hadapannya, "Aku ingin bunuh diri! kenapa kamu malah menawariku rokok,"

"Oh, maaf aku tidak tau. Aku pikir kamu sedang menikmati angin sore di sini,"

"Tidak lucu." sahut Abigail ketus.

"Aku memang sedang tidak melawak, jadi memang tidak lucu."

Pria itu mendongak ke bawah, "Apa kamu yakin ingin melompat? ini tinggi sekali, jika kamu terjatuh mungkin kepalamu akan pecah dan seluruh tulangmu akan patah."

Abigail menelan salivanya, setelah melihat lagi ke bawah dan memikirkan ucapan pria itu rasa takutnya kembali lagi bahkan semakin bertambah.

"Tapi kalau kamu memang ingin mencobanya silahkan saja, jika kamu bunuh diri hanya karena ingin tau siapa yang perduli padamu itu mungkin akan berhasil. Tapi hanya beberapa hari saja setelah kematian mu, setelah itu orang-orang akan melupakanmu dan bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun."

Abigail menghela nafas berat, lalu turun kembali dan duduk sembari menangis terisak.

"Sebegitu beratnya kah yang kamu alami?"

Abigail mengangguk pelan, "Aku dipecat secara tidak hormat dari tempatku bekerja karena pacarku mengambil uang perusahaan atas namaku, dia bilang dia akan bertanggung jawab tapi dia malah mencuri uangku dan mengusirku di rumah yang sudah kami beli berdua. Dan masih banyak kejadian buruk yang aku alami,"

"Dan kamu sudah tidak memiliki apapun lagi?"

"Hanya sedikit tabungan yang aku miliki, aku rasa itu juga tidak cukup untuk menyewa rumah bahkan untuk makan satu bulan." jawab Abigail.

Abigail melirik seragam yang pria itu kenakan dari balik jaketnya yang hanya tertutup sebagian, itu merupakan perusahaan tempatnya bekerja sebelum akhirnya dipecat.

"Apa kamu karyawan di perusahaan Matlex?"

Pria itu mengangguk santai, "Ya tentu, kenapa memangnya?"

"Itu juga perusahaan tempat aku bekerja, tapi aku tidak pernah melihatmu." jawab Abigail terheran.

"Aku hanya berada di ruang teknisi atau cctv setiap harinya, wajar jika kita tidak pernah bertemu."

"Kalau kamu menjaga ruang cctv berarti kamu pernah melihatku atau bahkan sering! dan bahkan kamu mungkin tau tentangku di perusahaan Matlex."

Pria itu terkekeh pelan, "Kenapa kamu percaya diri sekali, memangnya hal apa yang membuatku harus mengetahui siapa kamu atau melihatmu."

Abigail mendengkus pelan, ia bangkit dan menyeret kembali kopernya dengan perasaan gusar.

"Mau kemana?"

"Bukan urusanmu!" sahut Abigail ketus.

"Aku bisa menyewakan tempat tinggal untukmu, kamu bisa membayarnya setelah memiliki uang."

"Benarkah?" tanya Abigail antusias.

"Ya, kebetulan temanku belum lama ini pergi dari rumah entah kemana. Jadi masih ada satu kamar yang bisa disewakan,"

"Apa kamu serius? kamu tidak akan menjebakku dan berbuat jahat padaku kan?" tanyanya menyelidik.

"Jika kamu tidak mau ya sudah, aku tulus menawarkan bantuan untukmu."

"Oke, kalau begitu ayo kita ke rumahmu!" Abigail menarik kopernya dengan riang.

Setidaknya malam ini Abigail tidak harus tidur di jalanan lagi, untuk esok ia bisa kembali mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya.

*****

Mereka berdua tiba dirumah sederhana yang berada tidak jauh dari perusahaan Matlex, rumah ini begitu berantakan dengan sampah makanan ringan berserakan di depan televisi. Abigail yang terbiasa hidup rapih agak risih melihatnya, namun ia tidak bisa mengkritik sedikitpun karena sang pemilik rumah sudah berbaik hati menyewakan rumahnya.

"Kita belum berkenalan, namaku Zachary Christensen. Panggil saja aku Zach," ucapnya seraya menjulurkan tangan.

"Aku Abigail Lynelle Wright, panggil saja aku Aby."

Zach yang menangkap tatapan risih Abigail langsung membereskan sesampahan yang ada di meja televisi, juga beberapa pakaian dalam miliknya yang berserakan di dekat sofa.

"Maaf rumahku berantakan,"

"Tidak masalah, pria memang selalu identik dengan rumah yang berantakan." sahut Abigail.

"Aku akan menujukkan kamar milikmu Aby,"

Zach berjalan ke kamar yang berada di sebelah kamar miliknya, kamar ini cukup rapih jika dibandingkan dengan ruangan lainnya. Bahkan wanginya sangat manis seperti ada bekas jejak parfum wanita di ruangan ini, ditambah lagi ada satu botol cat kuku yang tertinggal di jendelanya.

"Apa kamu yakin yang tinggal disini adalah temanmu?" tanya Abigail.

"Tentu saja, kenapa memangnya?"

"Kamar ini sepertinya bekas ditempati oleh wanita,"

"Temanku memang wanita,"

"Wah, rupanya kamu memang senang menyewakan tempat untuk wanita." ucap Abigail seraya tertawa pelan.

"Aku butuh seorang wanita agar rumah ini terlihat layak ditempati,"

"Oke, ini kunci kamarmu. Aku ingin mandi dulu setelah itu kita bisa makan malam, aku akan memasak sedikit untuk kita berdua." sambung Zach lalu keluar dari kamar.

Abigail merapihkan tempat tidur yang akan ia tempati dan memasang kembali seprai dan bedcovernya, dari jejak parfumnya sepertinya penyewa kamar ini belum lama pergi. Abigail membongkar kopernya dan mengeluarkan isinya untuk dimasukkan ke dalam lemari, namun saat ia membuka lemarinya sesuatu melompat keluar dan menabraknya hingga Abigail menjerit histeris.

"Abigail!" panggil Zach saat melihat Abigail meringkuk ketakutan di dekat ranjang.

"Zach! aku takut," Abigail masih memejamkan kedua matanya dan memeluk Zach erat.

Zach melirik ke sudut ruangan, seekor tikus kecil tengah mencoba mencari jalan keluar dari kamar. Zach bisa menebak kalau tikus itu yang sudah membuat Abigail ketakutan, kamar ini memang terkadang sering didatangi tikus sampai penghuni kamar yang sebelumnya tidak betah.

"Abigail, itu cuma tikus. Biar aku tangkap tikus itu, kamu tunggu disini." ucap Zach.

Saat Zach bangkit, tanpa sengaja handuk yang melilit pinggangnya terlepas dan terjatuh di kaki Abigail. Abigail terkejut dengan mulut menganga lebar saat melihat pemandangan yang ada di hadapannya, Zach segera memungut handuk tersebut dan melilit lagi tubuhnya. Tanpa mengucap apapun Zach segera menangkap tikus tersebut dan keluar dari kamar Abigail, wajahnya memerah padam karena ditatap seperti itu oleh Abigail.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status