Elektra baru saja turun setelah seorang maid memanggilnya untuk sarapan. Di meja terlihat Ankara yang tengah duduk menikmati sarapannya. Hanya ada suara alat makan beradu terdengar.
Telah beberapa bulan berada di Italia, Elektra sudah beradaptasi, dia membagi waktu untuk mempelajari apa yang diminta Ankara.
“Bagaimana tidurmu?” Ankara memulai pertanyaan saat ia meletakan peralatan makan di atas meja pertanda jika dirinya telah selesai.
“Baik!”
“Bagaimana dengan pelajaranmu?”
“Nona mempelajarinya dengan sangat baik, Tuan. Nona benar-benar sangat cepat mempelajari apa yang saja ajarkan!”
Ankara menganggukan kepala. “Tidak masalah di kantor ‘kan?”
Tidak ada sahutan dari wanita yang diajaknya bicara membuat Ankara melihat Elektra. “Katakan jika kau butuh sesuatu!”
Elektra menganggukan kepala.
“Selesaikan sarapanmu. Sepertinya sudah waktunya kau harus tahu bisnis kita. Siap-siap, kita akan pergi setelah ini. Aku akan menunjukan padamu bisnis yang kita kerjakan,” seru Ankara kemudian beranjak dari tempat duduknya. “Aku akan menunggumu di ruang tamu.”
Elektra yang mendengar hal itu, segera menyelesaikan makannya.
“Nona, sebaiknya pelan-pelan. Tuan akan menunggu Anda. Tidak perlu terburu-buru,” tegur Alex saat melihat Elektra makan begitu cepat.
Setengah jam kemudian, Elektra turun dari lantai atas mamakai pakaian casual seperti yang dipilih Alex untuknya.
“Sudah siap?” tanya Ankara dijawab anggukan oleh Elektra. "Kita pergi ke markas,” seru Ankara tiba-tiba kemudian mengubah raut wajahnya. Elektra sedikit gugup saat pria di hadapannya mengatakan ‘markas’. Apa markas yang dimaksud oleh Ankara seperti yang digambarkan dalam film dan drama.
“Elektra, apa kau siap? Apa yang akan kuperlihatkan padamu, berbanding terbalik dengan pekerjaanmu.” Ankara menatap ke arah Elektra yang tengah meremas tangannya sendiri.
Kalimat yang baru saja diucapkan Ankara, begitu dalam, membuatnya semakin gugup. “A-aku tidak tahu,” jawab Elektra dengan terbata-bata sambil melihat ke arah Ankara.
Ankara paham, wanita yang saat ini tengah berada di hadapannya tentu tidak akan langsung menerima apa yang akan diperlihatkan padanya, tetapi hanya ini cara membalas kebaikan Elektra, dia bisa saja menghabisi mereka yang telah membuat hidup Elektra hancur tetapi ada api dendam yang membara di mata Elektra.
Sebuah mansion terlihat di hadapan Elektra saat keluar dari mobil, beberapa aktivitas latihan terlihat, bahkan Elektra bisa melihat beberapa orang pria yang tengah latihan menembak tetapi saat melihat Ankara semua terhenti dan memberikan hormat padanya.
“Apa mereka harus selalu memberikan hormat?” tanya Elektra membuat semua yang mendengar pertanyaan Elektra menatapnya.
Ya, mereka melihat ke arah Elektra karena begitu ringan lidah Elektra menyebut nama Ankara begitu saja.
“Ya!” jawab Ankara membuat Elektra terkejut.
Melihat raut wajah Elektra yang kebingungan serta ketakutan di sana, membuat Ankara menghela napas kasar. “Seharusnya kau sudah tahu,” ucap Ankara berusaha untuk menenangkan putrinya. “Tidak perlu kaget, kau harus membiasakan. Dalam darahmu mengalir darah mafia turun temurun dari nenek moyang kita. Kau tidak bisa mengelak hal itu, kau adalah pewaris semua yang kumiliki, termasuk organisasi ini.”
Elektra menggelengkan kepala. “Aku pikir itu hanya bercanda.”
“Tidak ada bercanda di hidupku, Elektra. Ayo masuk. Aku akan memperlihatkan semuanya padamu.” Ankara memotong perkataan Elektra, kemudian melangkah masuk ke dalam mansion.
Terdengar beberapa pria bertanya mengenai siapa Elektra dalam bahasa Italia. Ada yang beranggapan jika Elektra adalah wanita simpanan Ankara.
“Aku bukan wanita simpanan,” bantah Elektra dalam bahasa Italia membuat pria yang bergunjing tentangnya terkejut begitu pula dengan Ankara yang baru saja akan masuk. “Jangan pikir aku tidak tahu apa yang kalian bicarakan.”
“El, what's wrong?”
“Dia mengatakan jika aku adalah wanita simpananmu!”
Ankara menatap beberapa pria yang bergunjing itu. “Perhatikan perkataan kalian,” tegur Ankara.
Elektra yang kesal ikut masuk ke dalam. “Memangnya wajahku ini seperti wanita simpanan,” gerutu Elektra. Langkahnya terhenti melihat seorang pria bercinta di ruang tamu. “Oh Tuhan,” seru Elektra kemudian bersembunyi di belakang Ankara.
Pria yang terlihat bercinta itu segera memakai pakaiannya dan memberikan hormat pada Ankara.
“Elektra, ini Jason. Jason, ini Elektra.”
“Ah, dia wanita barumu?” tanya Jason dalam bahasa Italia membuat Elektra yang mendengar pertanyaan itu seketika menarik senjata Ankara dan melemparkan ke arah Jason, alhasil tepat mengenai wajah Jason.
Ankara menahan tawa. “Aku akan membuatmu menyesal jika mengucapkan kalimat itu sekali lagi,” ancam Elektra.
“Dari mana asal wanita ini, kenapa dia—“ Jason menghentikan kalimatnya saat melihat Elektra yang menatap ke arahnya. Jason merasa tidak dihargai oleh Elektra karena sebelumnya tidak pernah ada yang melakukan hal itu padanya.
“Elektra, ini Jason yang akan mengajarimu segala hal di bisnis kita. Jason, ini Elektra, putriku!” Jason tercegang saat Ankara memperkenalkan Elektra padanya. Bagaimana tidak, Ankara tidak pernah dia tahu jika memiliki istri tapi membawa Elektra jelas membuatnya sangat shock.
“Tidak perlu kau tahu, cukup bawa dia berkeliling dan memperkenalkan apa yang kita lakukan, semuanya tanpa terkecuali,” ucap Ankara dengan tegas.
Ankara melihat ke arah Elektra. “Jika kau bisa beradaptasi dalam waktu satu bulan, kau bisa tinggal tetapi jika kau tidak bisa, kau bisa kembali ke Amerika. Kau bisa tinggal dan tidak terhubung dengan pekerjaan ini,” seru Ankara sambil melihat ke arah Elektra.
Elektra menganggukan kepala pertanda mengerti dengan ucapan Ankara.
Walaupun Jason begitu malas apalagi kegiatan bercintanya terhenti karena kedatangan Ankara dan wanita tidak dikenal tetapi perintah Ankara harus dilakukan.
“Ayo, aku akan memperlihatkan semua hal yang ada di tempat ini, seperti apa yang dikatakan oleh Ankara.” Jason berjalan diikuti oleh Elektra yang saat ini masih berusaha membiasakan dirinya. “Kau benar-benar putri Ankara?” tanya Jason saat dia menuntun Elektra.
Elektra tidak menjawab pertanyaan itu baginya tidak penting orang lain mengetahui bagaimana pertemuannya dengan Ankara.
“Kalau ada yang bertanya, kau harus jawab, bukan diam!”
Namun, hasilnya nihil. Elektra tidak merespon sama sekali.
“Kau benar-benar bukan wanita—“ Jason tidak melanjutkan kalimatnya, merasa jika Elektra menyebalkan membuatnya membawa ke tempat yang menurutnya akan menghancurkan mental Elektra.
“Ikut aku. Aku akan memperlihatkan padamu, beberapa tempat yang wajib kau lihat,” seru Jason.
Jason membawa Elektra ke sebuah ruangan di mana terlihat para pengkhianat yang tengah dieksekusi dengan ditembak. Jason yang melihat raut wajah Elektra biasa-biasa saja mengerutkan kening. Dia pikir Elektra akan takut.
Jason kemudian membawa Elektra ke sebuah ruangan eksekusi terberat. “Ikut aku. Aku akan memperlihatkan padamu, beberapa tempat yang wajib kau lihat,” seru Jason.
Elektra tidak sadar dengan niat Jason padanya. Mereka masuk ke sebuah tempat, saat pintu terbuka, tercium bau amis yang menyengat, Elektra berteriak histeris saat masuk ke dalam.
Vero yang baru tiba di kantor menghamburkan seluruh barang-barang di atas mejanya. Dia memekik membuat sang asisten masuk ke dalam ruangannya.“Keluar,” bentak Vero.Tangan Vero mengepal erat, melihat bagaimana Arsen mencium Elektra. Dia bahkan tidak pernah mendapatkan sentuhan dari suaminya tapi wanita yang baru dikenal itu mendapatkannya.“Elektra sialan,” umpatnya sambil melemparkan ponsel sembarang arah. “Berani sekali wanita itu. Berani sekali dia tersenyum seperti itu,” geram Vero.Suara barang-barang yang dibanting terdengar hingga keluar tapi tidak ada yang berani mendekat kea rah ruangannya. Mereka sudah tahu bagaimana sikap Vero jika marah.Namun berbeda dengan Elektra yang tengah santai di dalam mobil Arsen, wanita itu seakan tidak terjadi apa-apa. Arsen sesekali melirik ke arah wanita disampingnya.“M-maaf jika saya membuat Anda tidak nyaman,” seru Arsen membuka suara.“No problem. Aku yakin Anda melihatku karena wajahku mirip dengan Alika.”“M-maaf.” Elektra tersenyum men
Vero yang baru tiba di kantor menghamburkan seluruh barang-barang di atas mejanya. Dia memekik membuat sang asisten masuk ke dalam ruangannya.“Keluar,” bentak Vero.Tangan Vero mengepal erat, melihat bagaimana Arsen mencium Elektra. Dia bahkan tidak pernah mendapatkan sentuhan dari suaminya tapi wanita yang baru dikenal itu mendapatkannya.“Elektra sialan,” umpatnya sambil melemparkan ponsel sembarang arah. “Berani sekali wanita itu. Berani sekali dia tersenyum seperti itu,” geram Vero.Suara barang-barang yang dibanting terdengar hingga keluar tapi tidak ada yang berani mendekat kea rah ruangannya. Mereka sudah tahu bagaimana sikap Vero jika marah.Namun berbeda dengan Elektra yang tengah santai di dalam mobil Arsen, wanita itu seakan tidak terjadi apa-apa. Arsen sesekali melirik ke arah wanita disampingnya.“M-maaf jika saya membuat Anda tidak nyaman,” seru Arsen membuka suara.“No problem. Aku yakin Anda melihatku karena wajahku mirip dengan Alika.”“M-maaf.” Elektra tersenyum men
Hotline berita begitu menarik banyak perhatian public. Di mana mereka menulis jika Elektra membela seorang pelaku dengan menjadi pengacaranya.“Tch. Sudah kuduga akan seperti ini,” gerutu Elektra kemudian menyambar remote dan mematikannya.Magno baru saja masuk dengan wajah yang sulit untuk diartikan. “Kita ke kantor.”“Banyak reporter di sana.”“Kau tidak bisa menangani mereka, huh?”Melihat raut wajah Magno dia bisa tahu jawabannya. “Aku tidak akan mati hanya karena mereka, ayo kita ke kantor,” ucap Elektra.Saat tiba di parkiran mata Elektra tertuju pada Regan yang berdiri di samping mobil. Magno pun terkejut dengan kehadiran pria itu.“Apa yang kau lakukan di sini?”“Aku mengkhawatirkanmu, aku melihat berita dan datang. Kau tidak membalas pesan ataupun mengangkat telponku.”Elektra baru ingat dia tidak memang ponselnya. “Kau mau ke kantor?” Regan lagi-lagi bertanya. “Ikut denganku di dalam mobil, mereka pasti akan mengenali mobilmu tapi mereka tidak akan mencegah mobilku masuk,” t
Arsen benar-benar tidak bisa terima jika ada pria lain yang mendekat pada Elektra. Keinginannya mendekati Elektra berubah menjadi obsesi.“Enak ‘kan? Aku tebak kau tidak pernah merasakan nasi goreng seperti ini,” seru Regan. “Mau lagi?” Regan kembali menyendok nasi miliknya dan menyuapi Elektra. Lagi-lagi Elektra membuka mulutnya menerima suapan dari Regan.Mungkin banyak yang mengira jika keduanya adalah sepasang kekasih yang tengah berkencan.Di saat bersamaan, sebuah ponsel di atas meja berbunyi menampilkan sebuah pesan. Melihat pesan yang dikirimkan padanya membuat pria itu mengerutkan kening, sesaat kemudian menghubungi yang mengirimkan pesan padanya.“Pergi dari sana. Jangan ganggu dia, jangan sampai ketahuan.”“Baik Tuan.”Saat menerima pesan dari anak buahnya, Ankara memejamkan mata. Kemudian menghubungi satu nama di ponselnya. “Tolong cari informasi mengenai seseorang untukku,” serunya kemudian mematikan panggilan tapi mengirimkan satu foto.“Kau tidak akan menolak sepiring n
Dari kejauhan terlihat pria yang tadi mengirimkan pesan pada Elektra, dia tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah wanita yang dilihatnya baru saja keluar dari pintu lift menuju basement kantor.“Kau mengajakku keluar karena ingin membayar hutangmu?”Regan segera menganggukan kepala. “Ya, dan juga ingin merayakan denganmu karena diterima menjadi pengacara di sini,” jawab Regan jujur.“Ayo,” seru Regan membukakan pintu mobilnya. “Maaf, mobil saya tidak seperti mobilmu,” ucap Regan saat masuk ke dalam mobil.Elektra bahkan tidak mempermasalahkan itu, apalagi bau parfum menyengat, tidak buruk menurutnya. Wanginya menenangkan dengan aroma kayu.Tidak ada ekspresi di wajah Elektra saat masuk ke dalam mobil. “Apa kau tidak suka dengan mobilku? Kita bisa—““Tidak. Ayo pergi saja,” bantah Elektra menenangkan Regan yang terlihat sedikit segan dengan sikapnya.H
Elektra mengumpati dirinya yang saat ini tengah duduk di dalam mobil sambil memperhatikan seseorang dari dalam mobil. Magno yang ada disampingnya pun menatap dengan penuh tanya, mengenai apa yang dilakukan oleh sang nona.Mata Elektra tertuju pada pria yang berada di dalam restoran, beberapa saat kemudian pria itu beranjak dari restoran tersebut. Dia berjalan santai menuju parkiran dan menyadari jika hari sudah sore. Buru-buru ia mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu.Tanpa disadari—Elektra yang bersembunyi di dalam mobilnya kini membuntuti Regan. Ternyata dia juga penasaran terhadap laki-laki itu karena selalu mengajaknya bicara.“Kau tertarik dengannya?” Magno barulah membuka suara. Lirikan tajam dari Elektra terlihat, “Okay. Aku tidak akan bertanya lagi,” lanjutnya.Seram juga menanyakan hal seperti itu pada Elektra. Namun, dia suka jika Elektra menunjukan sikap seperti itu.Magno sengaja memberi jarak yang