BAB 2 SEBUAH PETUNJUK BARU?
William dan Hendery terus memperhatikan gerak-gerik orang tersebut dengan waspada, bisa saja orang tersebut orang berbahaya yang dapat melukai keduanya. "Saya seorang kurir, ini ada kiriman paket untuk anda." orang tersebut mengeluarkan sebuah map berukuran besar berwarna coklat dari dalam tasnya lalu langsung memberikannya kepada William. William awalnya ragu untuk mengambilnya, namun dia juga cukup penasaran dengan isi amplop tersebut. "Tidak ada nama pengirimnya?" tanya William saat melihat memang benar di keterangan paket tersebut tertera namanya namun tidak tercantum siapa nama pengirimnya. "Saya tidak tahu siapa yang mengirimnya Pak, tugas saya hanya mengantarkan paket tersebut. Karena paket tersebut sudah diberikan kepada penerima saya permisi masih ada paket yang masih harus diantarkan," orang tersebut bergegas pergi meninggalkan William dan Hendery tanpa mendengarkan kembali apa William dan Hendery ucapkan. William segera membuka map tersebut dengan sedikit tidak sabaran untuk mengetahui apa isi di dalamnya, saat dilihat ternyata terdapat beberapa beberapa lembar kertas serta foto disana, dengan salah satu foto tertera tulisan "DIA" di belakangnya. "Apa itu isinya Liam?"tanya Hendery penasaran, kini mulai melangkahkan kakinya mendekati William. "Beberapa lembar berkas dan foto, disalah satu foto tersebut ada tulisan Dia; apa orang ini ada kaitannya dengan Rian?" tanya William nampak berfikir sejenak, lalu beberapa detik kemudian dia berlari meninggalkan lobi apartemen tersebut. "Liam mau kemana?" teriak Hendery yang baru saja melihat foto tersebut, kini dia ikut berlari mengejar William untuk mengetahui dia akan pergi kemana. William bergegas memperhatikan sekitar setelah keluar dari lobi apartemen, matanya fokus untuk mencari seseorang. dia mencari orang yang memberikan paket tersebut kepadanya. Dia yakin orang yang memberikannya paket bukan seorang kurir, karena gelagat orang tersebut menurutnya cukup mencurigakan. "Sial...sepertinya dia sudah pergi cukup jauh. cepat juga dia," ucap William mencoba mengatur nafasnya setelah berlari kesana-kemari mencari orang tersebut namun tidak berhasil menemukannya. William cukup kesal karena terlambat menyadari hal tersebut, andai dia menyadarinya lebih cepat, dia bisa menginterogasi orang itu; namun sayang dia kehilangan jejaknya karena letak apartemen yang tidak jauh dari jalan besar dan bisa saja orang tersebut pergi menghindar pergi menuju jalan kecil yang tidak William tahu letaknya. "Stop Liam jangan lari lagi! ngapain lari tiba-tiba coba?" tanya Hendery dengan nafas tersengal-sengal. "Aku mencari orang yang mengirim paket itu, aku menduga dia bukan seorang kurir. Bisa saja dia seorang informan yang membantu kita," sahut William. "Tapi itu belum tentu juga Liam, bagaimana kalau orang itu yang akan mengecoh kita untuk mencegah kita mencari tahu tentang Rian dan kasus investasi palsu yang kita cari."Hendery memberikan pendapat karena bisa saja ini sebuah jebakan yang direncanakan orang untuk mengecoh dirinya dan William yang sedang mencari informasi lebih tentang Rian dan kasus investasi palsu yang menimpa sahabatnya itu. "Iya sudah karena sudah kehilangan jejaknya, kita pergi masuk ke unit apartemen sekarang .nanti coba kita cari tahu setelah itu nanti kita simpulkan orang itu memberikan paket itu sebagai petunjuk atau hanya sebagai pengecoh saja," sambung Hendery mengajak William untuk bergegas karena dia sudah cukup kelelahan mengejar pria tersebut. "Baiklah." William dan Hendery pun kembali masuk ke dalam apartemen. Keduanya memasuki lift, dan Hendery menekan tombol menuju lantai paling atas. "Jadi ini apartemen milik kamu?" tanya William kembali untuk memastikan setelah keduanya masuk ke dalam unit apartemen tersebut. "Bisa dibilang iya bisa dibilang tidak, iya karena apartemen dibangun atas nama perusahaan saya. Bisa tidak karena empat puluh lima persen modal dari orang tua saya dan lima persen dari Bapak," sahut Hendery melangkahkan kakinya menuju kulkas untuk mengambil air mineral dingin. Setelah apartemen tersebut selesai, Hendery memiliki satu unit apartemen paling atas. Dia sudah mengisi seluruh ruangan dari mulai tempat tidur, sofa peralatan dapur bahkan stok makanan yang sudah full satu kulkas. "Ah...iya aku lupa tentang siapa Ayah kamu, tapi nampaknya sudah ada penghuninya." William melupakan bahwa Ayah Hendery merupakan pemilik salah satu perusahaan perbankan, dia baru mengetahui setelah dirinya masuk ke penjara karena sahabatnya tidak membahas tentang latar keluarganya. "Iya baru beberapa, tapi sebenarnya sudah full booking sebagian besar dari mereka ingin tinggal setelah semuanya siap." Hendery bergegas menyiapkan apa saja yang akan dibawa, sedangkan William sedang mengecheck berkas dan foto yang diberikan orang yang mengaku sebagai kurir. "Apa keluargamu sudah ada yang menghubungi? harusnya ada yang jemput saat tadi keluar dari Lapas. Karena sebelumnya aku sudah memberitahu namun tidak ada tanggapan dari mereka semua." Hendery memberikan air mineral kepada William. William menghela nafas."Kamu tahu sendiri Hendery, setelah aku dituduh aku langsung diacuhkan begitu saja. Bahkan untuk menjelaskan bahwa aku tidak melakukan itu Ayahku tidak ingin mendengarkannya, dia hanya peduli dengan perusahaan dan image yang menjadi kebanggaannya sejak lama, dan selebihnya... dia hanya mementingkan keluarga barunya saja." "Padahal kamu mendirikan perusahaan dengan susah payah dari nol dan perusahaan Ayahmu ikut maju karena tahu bahwa kamu adalah anaknya, aku kira hanya di film saja yang seperti itu. Ternyata di dunia nyata pun ada." "Asal kamu tahu sebagian Film juga diangkat dari kisah nyata." "Kira-kira kalau kisah kamu diangkat jadi Film seru tidak iya Liam?" Hendery asal berucap. "Eh bercanda Liam." Hendery meralat kembali ucapannya setelah melihat tatapan mematikan yang ditunjukkan William kepadanya. "Tapi ada tidak Liam orang lain yang kamu curigai selama ini, atau kepikiran satu orang aja yang sekiranya memungkinkan jadi salah satu kandidat kaki tangan si Rian. Dia pasti tidak sendirian untuk melakukan itu semua,” "Entahlah tidak sedikit orang-orang yang ingin menjatuhkan posisiku selama ini, namun setelah melihat foto ini aku jadi memikirkan seseorang." William menghela nafas seraya memandangi salah satu foto dengan tatapan mendalam. William tidak yakin, namun dia akan menandai orang yang berada di dalam foto tersebut sebagai salah satu kandidat yang akan diselidiki sebagai kaki tangan Rian. Akankah setelah mendapatkan foto tersebut mempermudah penyelidikan William setelah keluar dari penjara, atau sebaliknya seperti yang diucapkan Hendery kalau foto tersebut bisa saja hanya sebagai umpan untuk mengecoh penyelidikannya saat ini."Aku tidak begitu yakin soal ini," Saat berdiskusi dengan Mia, tiba-tiba terdengar dering ponsel William yang menandakan ada panggilan masuk. William melihat ternyata pengacara yang disediakan Hendery untuknya yang menghubungi."Iya ada apa?" tanya William to the point."Kamu ada dimana sekarang? aku datang ke apartemen tapi pihak disini mengatakan melihat kamu pergi keluar. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan," sahut Ferdi sang pengacara saat ini baru saja masuk ke dalam mobilnya.Mendengar hal tersebut William menarik tas dipangkuannya dan memindahkannya ke meja, lalu bangkit dari tempat duduk untuk sedikit menjauh dari Mia."Iya katakan ada apa?""Aku mendapatkan pemberitahuan dari pihak yang berwajib, bahwa laporan yang kita ajukan saat itu tidak bisa ditindaklanjuti. karena tidak cukup barang bukti yang menunjukkan atau mengarah kepada Rian sebagai tersangka dari apa yang kita tuntut dan laporkan,""Hah kok bisa? segitu banyak lampiran yang diserahkan masih kurang juga?" Wi
"Apa aku harus percaya dengan apa yang wanita ini katanya? dan ikut membantunya untuk mencaritahu lebih dalam tentang siapa Tedi Yan sebenarnya, dengan begitu dia juga bisa membantuku mencari tahu apa anak itu benar-benar bekerja sama dengan Tedi Yan yang menghancurkan perusahaanku dan membuatku masuk penjara selama ini."William termenung sejenak, memikirkan apakah dia harus percaya dan bekerja sama dengan Mia atau tidak. satu sisi dia harus berhati-hati yang selalu mengingat ucapan Hendery bahwa harus berhati-hati siapa tahu ada orang yang akan mengecohnya agar fokus teralihkan kepada hal yang lain, dan hal tersebut bisa saja dimanfaatkan Rian maupun orang lain yang terlibat dengannya mencoba menghilangkan barang bukti yang saat ini sedang dia cari.Meski sudah tujuh tahun berlalu, tapi dia yakin bahwa barang bukti apa yang telah mereka lakukan masih ada yang tersimpan disuatu tempat. "Apa yang semua aku katakan dan semua yang ada dihadapanmu tidak membuatmu percaya kepadaku?" tany
William hendak menjawab panggilan tersebut, namun sepersekian detik kemudian panggilan itu terputus. selang beberapa saat tiba-tiba ada pesan masuk, William pun langsung membuka pesan itu dan mulai membaca isi pesan itu dengan seksama. "Apa ini dengan William Argantara? ada yang ingin saya bicarakan. saya orang yang sebelumnya mengirim foto kepada anda beberapa hari yang lalu," "Jika berkenan datanglah ke alamat ini," Pesan selanjutnya orang tersebut mengirim alamat tempat mereka akan bertemu. "Apa benar dia orang yang mengirim foto sebelumnya?" gumam William saat membaca pesan tersebut. "Apa aku harus pergi ke alamat itu sekarang? siapa tahu dia tahu orang di foto itu siapa dan memiliki bukti untuk bisa lebih menjerat anak itu," jari telunjuknya mengetuk-ngetuk pada ponsel beberapa kali, berfikir sejenak. William berpikir sejenak sebelum membalas pesan tersebut, setelah memantapkan diri dia me
"Udah ngocehnya? udah kaya emak-emak yang lagi marahin anaknya, nyerocos cepet kaya kereta cepat." William jengah dengan tingkah Hendery yang mengomeli dan menasehatinya sejak tadi seraya mengobatinya dengan telaten. "Udah diem! masih mending mau aku obatin, ngapapin aja sih sampe kaya gini," ucap Hendery yang fokus mengobati luka di wajah William. Hendery sudah seperti sang Ibu yang selalu mengomelinya jika anaknya terluka, membuat William terkadang jengkel dengan sahabatnya tersebut karena terlalu berlebihan menurutnya dan ingin melakukan sesuatu kepada sahabatnya itu agar tidak terlalu cerewet. "Udah tua juga, masih banyak tingkah aku lihat." Hendery tetap mengomeli setelah selesai mengobati luka di wajah William semampunya. Dia sudah terbiasa mengobati William sejak bangku Sekolah Menengah Atas, karena dimasa itu William tidak jarang mendapatkan tindakan bullying dari kakak kelasnya. William bukan tidak b
BAB 6 AMARAH YANG SELAMA INI DIPENDAMRian yang melihat William ditampar oleh Ayah kandungnya sendiri cukup puas, dia tidak perlu melakukannya dengan tangannya sendiri.Hanya dengan bicara dan memutarbalikkan fakta kepada Candra, dia tidak perlu turun langsung untuk memberikan pelajaran kepada William untuk sekarang ini.“Dasar anak kurang dan tidak tahu terima kasih.”“Berterima kasih untuk apa? Semenjak Ibu meninggal aku hanya sendirian. Sedangkan Ayah sibuk dengan keluarga baru,” William terkekeh seraya memegangi pipinya.Chandra yang semakin tersulut emosi bergegas menuju tas di sudut ruangan yang berisi stik golf.“Coba katakan sekali lagi!”Chandra sudah bersiap dengan Stik golf di tangannya“Apa? Ayah akan memukulku? apa yang aku katakan bukannya benar dan bukankah Ayah sendiri yang memutuskan hubungan antara Ayah dan Anak?” tanya William dengan pandangan tajam menusuk serta tersenyum miring.“Apa yang sebenarnya kamu inginkan Kak Liam? Apa aku punya salah kepadamu? Aku akan lak
BAB 5 RINDU YANG MENDALAMWilliam mendatangi tempat yang menjual berbagai jenis bunga sebelum pergi ke makam sang Ibu, dia langsung memesan bunga Lili dengan berbagai warna. bunga yang disukai sang Ibu selama hidupnya, bahkan sang Ibu bercerita jika dia hamil lagi dan melahirkan anak perempuan, dia akan menamainya Lili saking kecintaannya kepada bunga tersebut.Selesai melakukan pembayaran, William melanjutkan perjalanannya menuju makam sang Ibu untuk yang pertama kali setelah tujuh tahun berlalu. William meletakkan bunga yang dia beli di salah satu batu nisan yang bernama Aletha Wijaya."Bu...Liam datang, maaf baru datang lagi setelah sekian lama." William mengusap nisan sang Ibu perlahan memandang lekat-lekat tanpa berkedip, tanpa disadari kini kedua matanya mulai berembun.Dadanya terasa sesak, Ia menggigit bibir bawah pelan seolah menahan tangis."Bagaimana kabar Ibu, semoga selalu damai disana. Liam baik-baik saja saat ini jadi Ibu tidak perlu khawatir," ucap Liam suaranya serak