LOGINBAB 3 DI BALIK SEBUAH FOTO
Keesokkan harinya William sudah bersiap akan pergi ke suatu tempat, kini dia dan Hendery sedang sarapan pagi bersama. Semalam keduanya memutuskan untuk tidur di apartemen saja, karena sore sampai malam diguyur hujan deras. "Untuk hari ini apa yang kamu rencanakan Liam?" tanya Hendery yang sedang menyeruput kopi americano kesukaannya. "Aku akan pergi ke rumah itu." William menjawab dengan santai seraya mengolesi roti panggang dengan selai kacang. "Maksudnya pergi ke rumah keluargamu Liam?" "Iya mau kemana lagi, rumahku dan hampir semua aset kan waktu itu disita. katanya barang-barang di rumahku di pindahkan kesana, jadi mau tidak mau aku kesana untuk mengambil barang-barang penting..." William menjeda ucapannya sejenak. "Termasuk barang peninggalan Ibuku,"sambungnya "Baiklah, kalau begitu biar aku yang antar. sekalian aku akan pergi ke kantor kan searah,"tawar Hendery. "Tidak perlu, kamu bukan seorang supir yang kemana-mana minta diantar. Aku akan pergi dengan taksi online saja," sahut William fokus dengan roti panggangnya sesekali menyeruput minuman tehnya secara perlahan yang terlihat masih mengepulkan asap Hendery terkekeh mendengar ucapan William barusan."Wah Pak Liam membuat saya terluka dan kecewa." Dia menepuk-nepuk pelan dadanya beberapa kali seraya menggelengkan kepalanya bercanda. "Jangan berlebihan, lebih baik fokus saja dengan pekerjaanmu! jangan menumpuk dan menunda-nunda pekerjaan." "Baiklah, kalau begitu akan aku pinjamkan saja mobil untukmu biar aku gunakan mobil satu nya lagi di basement." Hendery memberikan kunci mobil yang kemarin digunakan untuk menjemput William. “Terima kasih, setelah dari rumah itu aku akan mengunjungi makam ibuku.” William memberitahu kegiatannya untuk hari ini kepada sahabatnya tersebut. “Oh…ok, nanti sampaikan salamku kepadanya maaf kali ini belum bisa datang berkunjung. Tapi tolong bilang kepadanya tenang saja aku akan selalu membantu anaknya sebaik mungkin,” Selama berteman dengan William sejak awal masuk sekolah menengah pertama, Hendery sudah sering berkunjung ke rumah William. Ibu William sangat senang kala itu karena anaknya punya sahabat baik seperti Hendery dan sudah menganggap Hendery seperti anaknya sendiri. Semenjak Ibu William meninggal Hendery selalu menemani William untuk mengunjungi makam Ibunya, saat William di penjara pun Hendery selalu datang mengujungi makam mewakili William setidaknya paling jarang satu kali dalam sebulan. Hendery sudah pergi terlebilh dahulu, sedangkan William baru saja masuk ke dalam lift menuju basement. Saat sampai perlahan kakinya berjalan melewati beberapa mobil yang terparkir disana seraya pandangannya fokus mencari keberadaan mobil yang akan digunakannya saat ini. Perjalanannya menuju rumah keluarga dimulai, dulu saat masih sekolah SMP dia akan sangat senang saat pulang sekolah. karena sang Ibu akan menyambutnya dengan hangat tidak lupa beliau sudah menyiapkan makanan untuk makan siangnya, namun saat menginjak kelas tiga smp; sang Ibu dilarikan ke Rumah Sakit saat William pulang sekolah dia menemukannya terlegetak di dapur tidak sadarkan diri. Namun sayang dalam perjalanan menuju Rumah Sakit sang Ibu menghembuskan nafas terakhirnya, Saat dilakukan pemeriksaan ternyata sang Ibu mengindap penyakit kanker stadium akhir. Dia dan sang Ayah tidak mengetahui penyakit tersebut, dirinya yang fokus dalam belajar dan sang Ayah yang fokus dengan pekerjaannya dan ditambah sang Ibu tidak pernah menceritakan tentang penyakitnya membuat dirinya merasa bersalah karena tidak begitu memperhatikan kondisi sang Ibu. Belum ada satu tahun setelah sang Ibu berpulang, sang Ayah datang ke rumah kala itu bersama dengan seorang wanita seumuran Ibunya dan seorang anak Laki-laki mengenakan seragam SD. Ayahnya memperkenalkan kepada William bahwa mereka berdua adalah calon Ibu sambung dan Adik tirinya. membuat dirinya kecewa menganggap sang Ayah bisa melupakan Ibunya begitu cepat dan dengan mudah mencari pengganti lebih tepatnya mencari keluarga baru demi kepentingannya sendiri. Setelah itu cukup banyak perubahan di kehidupan William, meski Ibu sambungnya baik berusaha berbaur dan ingin lebih dekat dengannya. Hatinya masih belum menerima sampai saat ini, meski terlihat akrab itu hanya dia tunjukkan di depan orang lain. Mobilnya sudah sampai ditujuan, dia baru saja memarkirkan mobilnya. Kini dia perlahan menaiki beberapa anak tangga untuk sampai ke pintu utama rumah tersebut, William diam sejenak menghelan nafas, lalu mulai menekan bell yang terletak di samping pintu. "Iya sebentar!" terdengar suara seorang wanita dan tidak lama pintu rumah tersebut terbuka sebagian. "William." wanita tersebut nampak terkejut saat mengetahui siapa orang yang datang. "Apa aku tidak boleh masuk?" William bertanya dengan nada dingin. "Tenang aku kesini hanya mengambil barang-barang dari rumah yang disita waktu itu, setelahnya aku akan pergi tanpa membuat keributan." "Te...tentu, silahkan masuk." wanita tersebut yang masih terkejut kini membukakan pintu lebar-lebar. William pun masuk disusul wanita tersebut dibelakangnya. "Sepertinya semua orang sudah pergi." William melihat kearah sekitar, dan tidak melihat keberadaan sang Ayah dan Adik tirinya Rian di rumah tersebut. "Iya Ayahmu dan Rian baru saja pergi setengah jam yang lalu,"sahutnya sedikit canggung, masih terkejut melihat William untuk pertama kali setelah tujuh tahun tidak bertemu. "Baiklah aku tidak akan lama, setelah mengemasi barang-barang, aku akan langsung pergi." William bergegas menuju kamarnya dahulu. Saat masuk ke dalam kamar tersebut, ruangan itu ternyata tertata dengan rapi tidak ada debu sama sekali. Mungkin Ibu sambungnya yang selalu membersihkan kamarnya, mengingat di rumah tersebut tidak ada asisten rumah tangga. "Apa perlu bantuan?" tanya wanita tersebut di depan pintu yang melihat William yang mulai mengemasi barang-barangnya. "Tidak perlu Ibu Margaret, terima kasih. aku akan melakukannya dengan cepat.” "Baiklah kalau begitu aku akan buatkan minuman untukmu dan sedikit cemilan." Margaret pun bergegas meninggalkan kamar William menuju dapur untuk melakukan aktivitasnya. "Aku harus mulai dari mana untuk menyelidiki? tato pedang di foto itu aku tidak mungkin salah ingat kalau tidak salah orang itu aku pernah lihat bersama dengan Rian saat ulang tahun perusahaan Ayah.” William berucap dalam hati mencoba mengingat sosok orang yang ada di dalam foto yang diberikan seseorang tempo hari. Siapa pemilik tato di dalam foto yang dikirimkan seseorang tempo hari? apa mungkin benar sesuai dugaannya bahwa foto tato pada orang tersebut merupakan salah satu kaki tangan Rian sang adik tiri atau mungkin saja dia pelaku utama yang sebenarnya?Sudah dari satu jam yang lalu mereka telah tiba dan menunggu kapal kargo yang akan berlabuh di dermaga, namun masih belum terlihat kapal yang membawa barang milik Tedy Yan bersandar di pelabuhan.“Ini sudah tengah malam, tapi kenapa kapalnya belum juga sampai di pelabuhan?” tanya salah satu pengawal yang sedang mengawasi.“Aku juga tidak tahu, mungkin ada keterlambatan karena cuaca buruk. Kita tidak tahu cuaca laut seperti apa sekarang,” sahut yang lainnya.“Sebenarnya barang seperti apa yang dipesan Pak Tedi sampai mengerahkan semua pengawalnya ke sini?' bisik Bian yang saat ini sedang berada disamping William."Mungkin barang lelang dan barang mewah dan tentu mahal sejenisnya , jadi harus dikawal ketat. kalau tidak mana mungkin kita ada disini sekarang," sahut William sekenanya.Selang beberapa menit kemudian terlihat sebuah kapal kargo mulai mendekat ke pelabuhan, setelah di konfirmasi ternyata kapal tersebut yang membawa barang pesanan Tedi Yan.Semua mulai lebih mendekat ke arah
“Heh dimana sekarang? jam segini keluyuran, baru nyampe dirumah tapi tidak terdeteksi tanda-tanda kehidupan.”-Hendery.“Liam sampai kesini jam berapa? kita disuruh kumpul jam setengah sebelas.”-Bian.William membalas satu per satu pesan yang masuk dari keduanya.”Aku harus pergi sekarang Bian memberitahuku kalau kami harus berkumpul segera sekarang, tetap hati-hati disini, jika terjadi sesuatu segera hubungi aku.”William melihat area sekitar kamar hotel memeriksa sekilas takut ada yang masih mengikuti tanpa dia dan Mia sadari.“Baiklah, hati-hati juga di jalan.”William bergegas keluar dari hotel lalu mulai melanjutkan perjalanannya menuju gedung perusahaan Tedi Yan, sebelum pergi dia sudah membalas kedua pesan dari Bian dan Hendery. Kepada Bian dia akan datang dan sampai sekitar tiga puluh menit, sedangkan kepada Hendery dia sedang ada urusan dan akan menjelaskan detailnya nanti saat bertemu.Beruntung jarak antara hotel dan gedung perusahaan Tedi Yan tidak terlalu jauh, jadi hanya me
“Mau bagaimana lagi kita harus masuk ke ruang kerja Ayahku sekarang, tidak mungkin kita menunggu mereka sampai selesai bekerja. waktu kita tidak banyak lagi pula aku lihat yang lembur orang-orang yang sudah aku kenal juga,” sahut Mia melihat masih ada beberapa karyawan yang masih bekerja.Karena tidak ada lagi jalan akses menuju ruang kerja sang Ayah, dengan terpaksa mau tidak mau Mia dan William harus melewati para karyawan yang posisi mereka bekerja di dekat ruang kerja sang Ayah.“Ikuti saja aku dari belakang, dan jangan membuat gerakan yang mencurigakan!” perintah Mia berbisik.Setelah keduanya sepakat, Mia berjalan tegak penuh percaya diri menuju ruang kerja Ayahnya disusul William yang berada di belakangnya, terlihat seperti seorang pengawal.Orang yang berada disana yang mengenal Mia langsung menyapanya dengan ramah, Mia pun menyapa mereka kembali dengan ramah agar tidak ada yang curiga.“Mbak Mia tumben jam segini datang ke kantor?” sapa salah satu karyawan senior di perusahaa
Rian dengan santai menenangkan Tedi Yan agar tidak terlalu khawatir karena William bekerja di perusahaannya, dia yakin saat ini kondisi masih mampu dia kendalikan. justru dengan William bekerja di perusahaan Tedi Yan dia bisa leluasa memantaunya dengan menempatkan beberapa orang suruhannya disana.“Baiklah aku pegang janjimu, aku sudah memperingatkanmu dari awal. Kalau terjadi sesuatu dengan perusahaanku kau yang aku cari lebih dahulu,” dengan nada tegas dan pandangan tajam Tedi Yan saat berbicara kepada Rian.“Tentu kau bisa pegang itu, selama kerja sama kita lancar. Maka semuanya akan lancar terkendali,”Setelah berdiskusi Rian meninggalkan gedung perusahaan Tedi Yan, sedangkan William kini sudah tiba di rumah Mia.“Bagaimana tadi, apa cukup menyenangkan?” tanya Mia kini meletakkan segelas jus jeruk dihadapan William.“Iya cukup menarik, meski sangat kewalahan. aku tidak menyangka bahwa ditunjuk langsung oleh Tedi Yan untuk menjadi pengawalnya,” William menerima jus tersebut lalu me
William dan Bian pun masuk ke dalam ruangan tersebut, ruangan yang sering terlihat di film-film. Dimana sebuah ruangan yang biasa digunakan para bos-bos mafia dan para anggotanya untuk tempat dimana biasa mereka berkumpul.“Jadi ini salah satu tempat biasa mereka berkumpul, aku kira mereka tidak akan membuat basecamp di kantor. Berani juga ternyata Tedi Yan,”gumam William dalam hati sekilas melirik ke sekitar.William tidak menyangka seorang Tedi Yan berani membuat ruangan “khusus” untuk mereka berkumpul di kantor yang mana siapa saja bisa masuk, meski bisa saja dijaga ketat, tidak ada yang tahu ada seseorang yang iseng ingin melihat seluruh isi gedung.Apalagi terkadang beberapa “oknum” pencari berita suka berbuat nekat demi mendapatkan sebuah berita yang sangat eksklusif.Semua yang ada disana kompak langsung menatap kearah William dan Bian saat keduanya baru saja tiba, kini mereka menjadi pusat perhatian semuanya menatap penuh penasaran dan siaga."Tina obati mereka berdua!" perint
William melepas jas yang dikenakannya, lalu dengan gerakan cepat menggulung kedua lengan kemeja yang menutupi tangannya sampai ke siku."Untuk mendapatkan informasi penting aku harus melakukan hal yang seperti ini, tapi mau bagaimana lagi. Namun aku harap semua ini akan setimpal dengan hasil akhir yang dilakukan nanti,"ucap William dalam hati sedikit mengeluh.William tidak menyangka bahwa akan melawan semua peserta yang lolos tahap selanjutnya dengan nya sekaligus, dia pikir akan melawannya satu lawan satu. saat baru saja wasit selesai memberi aba-aba, dirinya sudah mendapatkan bogem mentah dari salah satu peserta."Sial belum siap sepenuhnya sudah mendapat bogem mentah." William menyentuh sudut bibirnya yang terasa perih dan sedikit berbau anyir."Baiklah apa boleh buat, aku harus melakukannya tanpa bisa mengasihani mereka semua."William mulai memasang pertahanan dan membalas pukulan-pukulan yang dilayangkan oleh para peserta yang mulai menyerangnya, meski cukup kewalahan namun akh







