Darren bersikap santai menghadapi sikap Sarah, dia hanya menatap gadis itu sampai membuat Sarah menyipitkan mata.“Aku mau keluar, kalau butuh sesuatu, panggil saja aku,” kata Sarah karena kesal melihat tatapan Darren.Elina hanya mengangguk ke Sarah, dia memperhatikan Sarah yang meninggalkan ruang kerjanya, sebelum menatap Darren yang sedang memegang papan target.“Jadi, kita mulai dari mana?” tanya Elina dengan tatapan tak sabar.Darren memandang antusias Elina, memulas senyum kecil, Darren memperlihatkan papan target yang dibawanya. “Ini masih sangat pagi, jadi jangan membuat Anda banyak berkeringat.”Satu alis Elina tertarik ke atas, apa maksud ucapan kata ‘berkeringat’?Darren melangkah ke salah satu dinding di sisi ruangan yang tak terjangkau tangkapan CCTV. Dia menurunkan pajangan dinding di sana, lalu menggantinya dengan papan target yang dipegangnya karena tinggi tempat itu sesuai dengan tinggi Elina.Mengeluarkan belati dari balik jas, Darren menghunus belati dari sarungnya,
Mendengar pujian dari Darren, entah kenapa membuat kedua pipi Elina mendadak merona. Dia mengalihkan tatapan dari Darren, setelah berdeham kecil, Elina berkata, “Ayo pergi.”Elina melangkah lebih dulu meninggalkan paviliun menuju mobil yang sudah siap di depan garasi.Darren mengulum senyum melihat telinga Elina yang sedikit merah. Dia lantas mengayunkan langkah mengikuti Elina hingga sampai di mobil.Mobil yang membawa Elina sudah melaju meninggalkan rumah.Elina duduk di belakang sopir, menyangga dagu dengan kepalan tangan, sedangkan sikunya bertumpu di tepian pintu.Bosan memandang jalanan yang mereka lewati, ekor mata Elina mengarah ke kaca spion tengah. Tanpa sadar dia mencuri pandang ke arah bayangan Darren yang terpantul dari cermin.Mengalihkan pandangan ke arah Darren, sejenak tatapan Elina terkunci memandang wajah Darren dari samping. Pengawalnya ini duduk diam dengan tenang sejak mereka berangkat dari rumah.Elina mengeluarkan ponsel, lalu dia membuka aplikasi berbalas pesa
Keesokan harinya.Darren baru saja selesai bersiap-siap untuk mengawal Elina. Dia memandang tangannya yang diperban, lagi-lagi dia dibuat tersenyum saat teringat perhatian Elina padanya.Mengulum bibirnya masih dengan tatapan tertuju ke tangan yang terluka, Darren mendengar suara ponselnya yang berdering, membuatnya melangkah ke arah meja kecil lalu menatap nama yang terpampang di layar ponselnya.Melihat nama Kyle, Darren mengambil ponsel itu dari atas meja, lalu segera menjawab.“Bagaimana?” tanyanya begitu ponsel menyentuh telinga.“Aku sudah membawa James bersamaku.”Mendengar balasan Kyle, Darren mengangguk pelan. Kyle memang selalu bisa dia andalkan.“Jadi, apa dia sudah memberitahumu, siapa nama wanita yang kakakku sukai?” tanya Darren memastikan agar dia bisa lega jika kecurigaannya benar.“Soal itu, ada informasi yang lebih penting dari sekadar nama kekasih kakakmu. Tapi, lebih baik kamu mendengarnya sendiri.”Kening Darren berkerut dalam, apa maksud Kyle?“Aku juga akan menj
“Bawa dia!” perintah Kyle sambil berdiri dari posisi berjongkoknya, ekspresi wajahnya masih begitu kesal.Anak buah Kyle membantu James berdiri, dua pria kini merangkul lengan James, lalu mereka memaksa James untuk melangkah mengikuti Kyle kembali ke rumah.“Kyle ….” James memanggil untuk bicara tapi Kyle sudah lebih dulu memotongnya.“Katakan apa yang ingin kamu katakan nanti.”Kyle terus mengayunkan langkah tanpa menoleh pada James.Begitu sampai di rumah James. Mantan asisten pribadi kakak Darren beserta istrinya didudukkan di kursi, dijaga ketat beberapa anak buah Kyle.Sedangkan anak James, dimasukkan di kamar agar tak melihat apa yang akan dilakukan ke kedua orang tuanya.Kyle mengambil kursi, dia duduk di sana sambil menatap James.“Sekarang jelaskan padaku. Kenapa kamu tiba-tiba menghilang setelah Tuan Daniel meninggal?” tanya Kyle dengan tatapan tajam.Melihat tatapan gelisah dari sorot mata James, Kyle kembali bicara. “Atau, jangan-jangan kamu ada hubungannya dengan kematian
Di sebuah desa terpencil, di belahan bumi lain dari tempat Darren sekarang berada.Fajar mulai hadir saat Kyle dan beberapa anak buahnya berada di mobil yang melaju di tengah ladang gandum yang sangat luas. Mereka sedang menuju ke salah rumah yang ada di tengah ladang, satu-satunya rumah yang menjadi tujuan mereka.Matahari mulai meninggi saat Kyle tiba di halaman depan rumah yang ditujunya. Turun sambil melepas kacamata hitam yang menutup kelopak matanya, Kyle menatap rumah sederhana di depan matanya. Dia lalu mengedarkan pandangan ke sekitar, hanya ada tanaman gandum yang sebentar lagi siap panen dan beberapa pohon rindang di sekitar halaman rumah.Sekilas, aroma masakah khas pedesaan menusuk hidungnya, menandakan sang pemilik rumah sedang menyiapkan sarapan.Kyle menoleh ke anak buahnya yang sudah turun dari mobil.“Kalian berjagalah di sekitar rumah,” perintah Kyle.Anak buah Kyle mengangguk mengerti, sedangkan pria itu melangkah menaiki anak tangga kecil menuju pintu rumah.Menget
Darren tak mengelak saat Elina menarik tangannya karena mereka berjalan di sisi atap menuju balkon kamar, apalagi Elina mencengkram pergelangan tangannya saat mereka sampai di balkon.Melihat Elina membuka pintu balkon dengan satu tangan masih memegang pergelangan tangannya, Darren lantas bertanya, “Anda mau apa, Nona?” “Mengobati tanganmu,” jawab Elina lalu menarik Darren masuk ke dalam kamarnya.Sambil menatap Elina yang berjalan di depannya, Darren berkata, “Tidak usah, Nona. Saya bisa mengobati tangan saya sendiri nanti di kamar.”Namun sayangnya, ucapan Darren tidak digubris Elina. Majikannya itu tetap melangkah membawanya masuk, bahkan Elina mendudukkan Darren di sofa dengan cara menekan kedua pundaknya.Elina lantas memberi peringatan Darren agar tidak pergi hanya dengan isyarat tangan dan tatapan tanpa suara, baru kemudian dia pergi untuk mengambil kotak obat.Darren ingin bicara, tapi Elina sudah membalikkan badan dan pergi ke salah satu lemari besar yang ada di kamar itu.D