Elina hanya anak di luar nikah dalam keluarganya. Status rendahnya dijadikan alasan untuk sang ayah memanfaatkannya. Lelah menjadi putri pengganti keluarga Alvalendra, Elina memutuskan memberontak. Namun, ancaman dari istri sah ayahnya, membuat Elina berpikir seribu kali. Tak hanya harus menghadapi kekejaman istri sah sang ayah dan ancaman dari musuh bisnis ayahnya, Elina juga harus menghadapi balas dendam salah sasaran dari Darren—bodyguardnya. Lalu, apakah Elina bisa melalui semuanya?
View MorePlak!
Sebuah tamparan mendarat tepat di sisi pipi kiri gadis yang sekarang memalingkan muka.
“Dasar tidak tahu diri! Apa kamu sengaja bertindak tak sopan pada klien ayahmu untuk mempermalukan keluarga kami, hah?!”
Elina Alvalendra memegang pipinya yang terasa panas bekas tangan dari istri sah dari ayahnya itu.
Saat ini, keduanya berada di sebuah koridor hotel tempat sebuah pesta elit digelar.
Beberapa saat yang lalu, salah satu kolega ayahnya hampir melecehkan dirinya. Beruntung Elina sempat menyelamatkan diri dan membalas pria kurang ajar itu.
Namun, Samantha—ibu sambungnya—justru menyalahkannya. Ia dianggap tidak sopan dan berniat mempermalukan keluarga.
Diamnya Elina justru membuat wanita paruh baya itu semakin geram. Dia meraih lengan Elina lalu mencengkramnya kuat, matanya menatap tajam pada Elina yang tertunduk.
“Jangan berulah. Kamu hanya anak haram suamiku dan kamu tahu alasanmu ada di sini. Jika kamu masih bertindak tak selayaknya ….” Samantha menjeda ucapannya, bibirnya tersenyum miring, lalu dia sedikit mendekatkan wajah di dekat telinga Elina. “Kamu tahu apa yang akan terjadi, Elina. Apa kamu ingin mengorbankan ibumu?” bisiknya dengan seringai jahat.
Tubuh Elina membeku. Diam seperti patung saat kalimat ancaman demi ancaman menyelip di telinganya.
Sekali lagi, Elina tak bisa melawan.
Elina adalah anak dari hasil tak disengaja hubungan ibunya dengan sang ayah yang ternyata sudah beristri.
Saat usianya sepuluh tahun, Elina digandeng untuk ikut sang ayah pulang ke rumah mewah ayahnya.
Elina mengira hidupnya akan lebih baik, tapi sayangnya itu hanya angan belaka.
Elina tak pernah mendapat keadilan. Samantha membencinya sepenuh hati. Tak hanya hinaan, kekerasan fisik pun sering didapat. Yang paling menyakitkan, ayahnya tahu tapi memilih diam.
Puncaknya, lima tahun lalu saat usianya 23 tahun, Elina diminta menjadi pewaris keluarga Alvarendra.
Elina tak langsung berbangga karena dia tahu ayahnya tak mungkin memberikan status pewaris kepadanya begitu saja, sementara ada ada Eleanor—anak kandung sang ayah dengan Samantha—yang seharusnya menjadi pewaris utama.
Ternyata semua itu hanya sandiwara. Demi menyelamatkan Eleanor dari kejaran musuh sang ayah, Elina dijadikan umpan.
Ya, Elina hanya umpan. Semenjak diumumkan menjadi pewaris, banyak kejadian-kejadian buruk yang menimpanya.
“Ingat, Elina. Bersikaplah baik, jangan membuat keluarga Alvalendra malu!” Samantha memperingatkan.
Elina masih diam, tapi lirikan matanya tertuju pada Samantha yang sedang merapikan tatapan rambut juga gaun.
“Sekarang kembalilah ke pesta dan jaga sikapmu.”
Elina tak menjawab. Dia menatap pada Samantha yang berjalan lebih dulu meninggalkannya.
Kedua tangan Elina terkepal kuat, tatapan matanya menahan amarah yang sudah menggunung karena semua sikap Samantha padanya.
Elina menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan perlahan. Dia menenangkan dirinya sebelum kembali ke pesta dan bersandiwara lagi sebagai pewaris Alvalendra.
Elina mengambil gelas wine dari nampan pelayan yang lewat di depannya. Sekali tenggak, wine di dalam gelas langsung habis.
Dia mengamati Samantha dan Jhonny—ayahnya, sedang tertawa bersama para klien bisnis. Tawa dan senyum dua orang itu, sekarang begitu memuakkan baginya.
Elina benar-benar tak sanggup lagi terus berada di tempat pesta itu. Melihat tak ada siapa pun yang memedulikannya di sana, ia menyelinap keluar.
Sepasang matanya mengawasi luar ballroom. Saat dirasa aman, Elina pergi ke area parkir dan beruntungnya tak melihat pengawal yang biasa mengawasinya.
Elina bergegas menghampiri mobilnya, lalu masuk dan menemukan kunci mobil tergantung di dalam.
Gadis itu memacu mobilnya meninggalkan area parkir, mengabaikan resiko yang akan didapat atas kenekatannya.
Elina mengemudikan mobil membelah jalanan yang sepi. Tatapannya penuh amarah yang tak bisa diluapkan, bibirnya terbungkam untuk sekadar meneriakkan kata-kata kasar agar melegakan hatinya.
Dia sakit. Hatinya sakit.
Mobil Elina melesat begitu cepat di jalanan yang begitu lenggang. Saat hampir sampai di sebuah persimpangan dengan lampu lalu lintas berwarna hijau, kaki Elina menekan lebih dalam pedal gas, membuat laju mobilnya semakin kencang tak terkendali.
Ketika mobil itu melewati persimpangan, sebuah mobil melesat begitu cepat dari arah kanan.
“Sial!” Elina mengumpat ketika melihat kilatan lampu yang menyorot matanya.
Elina membanting stir ke kiri untuk menghindar, sayangnya tabrakan tak terelakan.
Body samping mobilnya terbentur sangat kuat, membuat mobil yang Elina kendarai terguling beberapa kali di jalanan yang sepi sampai akhirnya berhenti dengan posisi terbalik.
Elina mencoba membuka kelopak mata di tengah sisa kesadaran setelah mengalami kejadian nahas itu.
Dia dalam posisi terbalik, kepalanya berada di bawah, tubuhnya masih menggantung di kursi karena tertahan sabuk pengaman.
Pecahan kaca berserakan di sekitar Elina. Bau gesekan logam dan asap memenuhi udara. Elina merasakan tubuhnya begitu sakit dan ada darah mengalir dari pelipisnya.
"Apa aku akan mati di sini?" lirih Elina sambil memejamkan mata. Kepalanya terasa pusing dan berdenging.
Ada ketakutan di hatinya, tapi juga kelegaan yang tak bisa dia ungkap.
Gadis itu mencoba menggerakkan tangan untuk melepas sabuk pengaman yang menyilang di dada agar bisa keluar dari mobil yang sudah ringsek.
Namun, sebelum Elina berhasil melepas seatbelt, dia melihat dua pria berjalan mendekat ke arahnya.
Apa mereka akan menolongnya?
Belum juga bisa menerka apa yang akan dilakukan dua pria itu, Elina melihat salah satu pria mengeluarkan belati.
“Kita pastikan dia mati di sini dan buat luka seolah itu luka karena goresan kaca.”
Napas Elina tiba-tiba tertahan. Dua pria ini ternyata ingin membunuhnya!
Jadi kecelakaan ini adalah sebuah kesengajaan?!
Elina berusaha keras melepas seatbelt saat dua pria itu sampai di sisi mobilnya yang terbalik.
Saat itu, tiba-tiba gerakan tangannya mengendur, harapannya untuk lari seolah menguar. Dan, mungkinkah ini memang akhir? Akhir dari penderitaannya?
‘Mama, maafkan aku. Kuharap, Mama bisa hidup dengan bebas setelah kepergianku….’
Saat Elina menyerahkan semua harapan dan hidupnya pada dua pria yang menghampirinya, tiba-tiba deru mesin motor sport bersamaan dengan decit ban menggesek aspal terdengar nyaring di telinga.
Teriakan suara pria memecah keheningan malam,
“Jauhi dia!”
Setelah Samantha pergi. Darren kembali masuk ke kamar dan menatap Elina yang duduk di atas ranjang sambil menundukkan kepala.Darren melangkahkan kaki mendekat ke arah ranjang saat melihat Elina yang hanya diam. Lalu, langkahnya terhenti, dia melihat mata dan hidung Elina memerah lagi.Kening Darren berkerut samar. Seperti sebelumnya, setiap Samantha baru saja menemui Elina, Elina pasti tampak begitu buruk. Dan, ini membuat Darren penasaran.Namun, mendengar apa yang Samantha perintahkan tadi, Darren yakin jika Elina memang susah diatur sehingga Samantha bersikap keras sampai memintanya melaporkan apa pun yang Elina lakukan.Saat Darren masih diam terpaku di tempatnya, Elina menoleh dengan tatapan sendu tapi tidak ada setetes air mata di pelupuk matanya.Ketika menyadari tatapan Elina tertuju padanya, Darren bertanya, “Apa Anda membutuhkan sesuatu?” Bibir Elina terbungkam dengan tatapan masih tertuju pada Darren, lalu tanpa kata dia membaringkan tubuhnya di ranjang. Menarik selimut s
Elina tersenyum getir. Lagi, Samantha hanya bisa mengancamnya dengan nama sang mama.“Apa Anda tidak bisa mengancamku saja? Kenapa Anda selalu membawa nama Mama? Apa salah dia? Apakah penderitaannya tidak cukup?” Setelah terus menerus diam, Elina akhirnya bicara dengan nada formal sebagai penekanan darinya.Nada suaranya begitu dalam, tatapan matanya masih dingin pada Samantha.Mendengar ucapan Elina membuat emosi Samantha meledak. Dia kembali mencengkram kedua pipi Elina dengan satu tangan. Menekannya kuat sampai wajah Elina memerah.“Kamu masih bertanya apa kesalahan ibumu? Pelacur sepertinya sudah selayaknya menderita. Tidak ada penderitaan yang cukup dan sebanding dengan apa yang sudah dia lakukan. Harusnya dia lebih menderita, aku hanya masih berbaik hati pada kalian. Jadi jaga ucapan dan sikapmu, kalau kamu tidak mau melihat ibumu menderita lebih dalam.”Samantha melepas cengkramannya lagi setelah memberikan ancaman. Napasnya tak beraturan menahan emosi yang meledak.Elina diam.
Di rumah sakit.Darren mengamati kelopak mata Elina yang bengkak setelah dari kamar mandi.Namun, Darren tak banyak bertanya. Dia hanya diam menunggu Elina yang sekarang sedang sarapan.“Kamu terus berdiri di sana, apa kamu tidak lapar?” Elina bertanya tanpa memandang pada Darren. “Saya harus memastikan Anda aman, jadi saya akan tetap di sini.” Suara Darren pelan tapi bernada penuh penekanan.Elina menolehkan kepala ke arah Darren. Dia menatap datar pada pria itu.“Aku di dalam kamar dan tidak ke mana-mana, apa yang kamu khawatirkan?” Satu sudut Elina tertarik ke atas sebelum kembali menatap makanannya. “Sebagai pengawalku, kamu harus dalam kondisi sehat, jadi makanlah, pesan sesuatu. Aku tidak akan mati hanya karena kamu tinggal makan.” Suara Elina terdengar dingin.Tatapan Darren pada Elina tak bisa dideskripsikan. Dia akhirnya mengangguk lalu memesan makanan dan memutuskan sarapan di kamar Elina.Saat siang hari.Samantha mendatangi rumah sakit untuk menemui Elina. Tapi saat dia b
Keesokan harinya.Elina membuka mata dengan perlahan saat suara-suara langkah kaki juga derit roda yang menggema dari luar kamar.“Anda sudah bangun.”Elina menolehkan kepala ke samping. Dia melihat Darren yang berdiri di dekat ranjangnya.“Anda butuh sesuatu?” tanya Darren kemudian.Elina menggeleng pelan. Dia mendesis seraya mengangkat tangan untuk menekan kepala yang begitu pening.“Aku mau ke toilet,” lirih Elina yang kemudian menyibakkan selimut dari kakinya.Darren bergerak ke arah ranjang saat Elina hendak bangun, tapi gerakan kakinya kembali terhenti saat tatapan mereka bertemu.“Mau apa kamu?” tanya Elina dengan kening berkerut halus.“Membantu Anda ke kamar mandi.”Elina diam sejenak. “Tidak perlu.”Elina berusaha bangun sendiri, lalu kedua kakinya mulai diangsurkan ke lantai. Gadis itu mulai berdiri dengan perlahan, tapi karena kepala yang masih sangat pusing dan tubuh yang seperti remuk redam, ia malah limbung.Beruntung, Darren dengan sigap langsung menangkap tubuhnya. P
Mata Elina masih tertuju pada Darren saat pria itu menoleh padanya. Raut wajah gadis itu dipenuhi keraguan.“Tidak cukup menolongku, lalu sekarang kamu mengajukan diri sebagai bodyguardku? Apa sebenarnya yang kamu inginkan?” Setiap kata yang keluar dari bibir Elina terdengar menyelidik.Senyum tipis tersemat di bibir Darren. “Saya hanya butuh pekerjaan. Menjadi pengawal adalah keahlian saya.”Satu sudut alis Elina tertarik ke atas mendengar ucapan pria itu. “Apa kamu tahu? Mungkin kamu tak akan selamat jika menjadi bodyguard pribadiku. Jangan menyia-nyiakan nyawamu, kamu bisa menjadi pengawal artis atau yang lainnya.” Selama ini tak ada yang Elina percayai. Walau Darren tampak baik, tapi Elina yakin kalau Darren akan lebih mengikuti arahan Samantha. Dan itu, sama saja dengan belenggu lain yang akan mengikatnya.Tidak ada yang pernah tulus pada Elina, semua dusta. Bahkan kepercayaan yang pernah dia tanamkan untuk sang ayah pun sirna. Kini hanya pada dirinya sendiri dia percaya, hany
Derap langkah heels terdengar menggema di koridor rumah sakit.“Tiba-tiba menghilang dari pesta, lalu kita mendapat kabar kalau Elina di rumah sakit karena mengalami kecelakaan. Apa dia sengaja ingin menghebohkan satu negara karena tindakan bodohnya?!” Samantha melangkah sambil menggerutu.Ekspresi wajahnya cukup menjelaskan betapa kesal dan bencinya dia dengan sikap Elina.Jhonny tak menanggapi perkataan istrinya itu. Dia lebih memilih diam dan terus mengayunkan langkah menuju kamar VIP tempat Elina dirawat.Tadi saat mendapat panggilan dari pelayan rumah yang dihubungi oleh pihak rumah sakit, Jhonny tak langsung pergi karena Samantha mencegahnya dan meminta agar mereka menyelesaikan pesta lebih dulu. Ia berkata yang terpenting Elina sudah ditemukan.Mereka tiba di depan kamar inap Elina. Ekspresi wajah Samantha masih sedingin es, dia mendorong pintu kamar inap lalu melangkahkan kaki dengan anggun masuk kamar itu.Begitu berada di dalam, tatapan Samantha semakin dingin melihat Elina
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments