Angel berjalan di kegelapan, ia terus melangkah mendekati tawa seseorang. "Ha ... ha ... ha ... mati kau!" Pria bertopeng berbaju hitam menyiksa perempuan yang duduk di kursi. Tangannya diikat ke belakang kursi. Kakinya mengakang hingga ke samping sisi kanan dan kiri kursi hitam kayu tersebut. Wanita itu merintih kesakitan, matanya basah dan sembab. Mulutnya di tutup lakban hitam yang lebar. Ia mengelengkan kepala kepada lelaki tersebut. Tubuh perempuan itu penuh dengan pilu."Ha ... ha ... Bagaimana rasanya?" Senyum sinis terlihat di bibirnya. Ia menatap perempuan itu puas dan bahagia. Perempuan berbaju putih sama dengan milik Tiara yang digunakan untuk terakhir kali.Angel berdiri tak jauh dari mereka. Menyaksikan aksi lelaki itu dengan brutal. "Hentikan! Jangan sakiti dia!" teriak Angel. Matanya melotot, napasnya terputus-putus. Ketika lelaki bertopeng itu hendak menusuk suatu benda tumpul dan keras ke arah bawah tubuh perempuan tersebut. Lelaki misterius itu menoleh, wajahnya
Mereka berkumpul di ruang makan, setiap hari mereka akan makan bersama kecuali berada di luar kota. Antoni membantu Angel menuruni tangga, tubuhnya lemas dan lunglai. "Pelan-pelan, Tiara. Apa perlu aku gendong?" Antoni menahan tubuh Angel yang hampir terjatuh. "Tidak usah, aku masih kuat." Melangkah perlahan menuruni anak tangga. Tangannya mengenggam Antoni.Tatapan Angel menelusuri meja makan. Tak ada Ros, biasanya ia akan menyapa Angel ramah. Merasa sesuatu menganjal di hati. Menurut informasi yang diterima Angel dari salah satu anak buahnya. Antoni memiliki tiga istri yaitu Tiara sebagai istri pertama Antoni. Sejak SMP mereka sudah saling kenal. Tiara sangat akrab dengan Black. Antoni sangat terobsesi dengan Tiara. Selalu saja mengejar-ngejar Tiara. Ros, istri Antoni yang kedua. Ia dijual oleh pamannya karena utang yang mencapai ratusan juta rupiah kepada rentenir. Antoni dengan senang hati menerima tawaran pamannya Ros. Ia gadis berumur dua puluh tahun harus rela menjual dirin
Mimi sudah menyelesaikan pekerjaanya, ia menghampiri Angel di meja makan. Mengeringkan tangan setelah mencuci piring. "Ayo, Non. Pekerjaanku sudah selesai." Mimi mengandeng lengan Angel seperti seorang teman. Angel membulatkan mata. Ia belum pernah di sentuh oleh seorang pelayan. Mimi sadar dengan tatapan istri Antoni. "Maaf, Non Tiara." ucapnya sopan. Ia melepaskan tangannya dari lengan Angel. Memberikan jarak dengan majikan. "Ah, kamu seperti sama orang lain saja. Ayo!" Angel mengandeng Mimi dan tersenyum. Mereka terlihat akrab dan bersahabat. "Apa kamu sudah lama bekerja di sini?" tanya Angel. Ia harus mendapatkan informasi yang lebih banyak. "Lima tahun aku bekerja di sini." Memperlihatkan jari letiknya sebanyak lima. "Apa kamu betah di sini?" "Mau tidak mau harus betah. Karena aku butuh biaya buat keluargaku di kampung." Raut wajah Mimi berubah sedih. Sejak bapaknya meninggal, Mimi yang menjadi tulang punggung keluarga. "Kamu tadi lihat tidak, pelayan yang menumpahkan kop
"Tunggu, kalian mau ke mana?" teriak Silvia mencegah langkah mereka agar tak mengelilingi halaman belakang selebar lapangan bola. "Ada apa lagi? Menganggu saja!" sungut Angel. Ia melipat tangan di dada.. Pelayan tak tahu diri masih saja tak pergi. "Ka-kalian tidak boleh ke sana!" Silvia terlihat gelagapan. Sebutir keringat sebesar biji jagung mengalir di dahi putih nan mulus. Hati Silvia was-was dan cemas. "Mengapa? Aku ingin lihat kolam ikan itu." Angel menyadari sesuatu telah dirahasiakan dekat kolam ikan dengan jembatan kecil sebagai hiasan. dan beberapa bunga juga ada di sana. "Tidak boleh! Itu perintah tuan besar." Silvia melirik kolam ikan. Wajahnya gusar terlihat seperti maling yang tertangkap basah. Angel menatap curiga.'Ada yang ia sembunyikan, aku yakin itu.' Monolog dalam hati. Angel tak memedulikan teriakan Silvia, wajah cantiknya menatap rendah. Pelayan itu berlari ke arah Angel merasa tak dihargai. "Nona, Anda harus pergi dari sini dan kembalilah ke kamar." "Hei
Pembalasan Saudara Kembar (Tiara) "Tiara, tangkap ini. Bunuh dia!" Mama mertua melemparkan kayu kepada Angel. Angel menerimanya, ia melayangkan kayu tersebut ke arah wajah Silvia. Pelayan itu juga meraih batu besar dekat dengan dirinya."Non Tiara!" pekik Mimi. Ia mendorong tubuh Angel hingga terjatuh ke samping. Silvia sudah sangat marah, ia memukul kepala Mimi hingga berdarah. Mimi tak mau Tiara terluka, dan ia tak mau Tiara masuk penjara karena membunuh Silvia. Hanya Tiara yang mau berteman dan bercerita dengannya. Mimi sangat menyayangi wanita itu. Silvia terus memukul kepala Mimi. Angel menahan tangan pelayan jahat itu. Merebut batu tersebut dan membuangnya. Silvia mendorong tubuh Mimi, namun pelayan itu masih sadar dan menahan tubuh Silvia agar tak menyakiti Tiara. "Hentikan!" teriak papa mertua. Tubuh Mimi terbaring di tanah, Silvia mendorong tubuhnya. Pandangan Mimi berubah gelap dan ia memejamkan matanya. "Mimi ...." Angel menatap wajah Mimi yang tertutup cairan merah.
"Tidak bisa, Pa! Pelayan itu telah melukai Mimi. Ia harus dipenjara." ancam Angel. Silvia terkejut mendengar penuturan kata Angel. Matanya melotot ke arahnya. Silvia hendak pergi, tetapi tangan lain menahan lengannya, menatap manik mata hitam yang selalu dirindukan olehnya. "Tidak! Aku tak setuju membawa Silvia ke kantor polisi. Bawa saja Mimi ke rumah sakit." tolak papa Ronald. "Tuan ...," panggil Silvia dengan lirih. Wajah papa mertua sudah pucat. Ia tak mau berhubungan dengan polisi. "Kamu harus bertanggung jawab!" Antoni menghubungi pihak kepolisaan. "Tidak! Tuan. Aku tak bersalah. Ini fitnah. Tuan besar Ronald, bantu saya." Silvia menyentuh lembut lengan papa mertua. Ia tak bisa berbuat apa-apa. Menghembuskan napas panjang. Rebeca tersenyum kemenangan, wanita yang menjadi duri dalam rumah tangganya akan dipenjara.'Bagus, kalau kamu dipenjara,' ucap mama mertua dalam hati berbahagia. Setidaknya tak ada suara desahan atau bau aroma percintaan mereka di samping kamar utama mi
Pembalasan Saudara Kembar ( Tiara )"Benar dugaanku, samping kamarku ada ruangan lain yang terletak di lantai 1. Pintu tersebut berada di samping gudang persis dengan apa yang dikatakan Mimi. Posisi di bawahku adalah dapur dan jendela yang pernah aku lihat mengarah ke ruangan samping. Tapi bagaimana cara ke sana." Gusar itu yang dirasakan Angel. "Apa yang terjadi? Apa wanita itu sudah mati?" Jantungnya bergemuruh, ia tak ingin melihat darah lagi hari ini. Tadi siang adalah hari terburuknya. Melihat Mimi tergeletak di tanah dengan noda merah melekat di kepala. "Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan wanita itu."Perasaannya gusar dan tak bisa tenang, menutup mata agar semua pikirannya kembali ke semula seolah-olah semua baik-baik saja. Angel memilih memejamkan mata ketika mendengar suara-suara aneh dari samping kamarnya. Membuang semua pikiran hingga suara itu tak terdengar kembali. Keesokan paginya Angel berniat untuk menjenguk Mimi. Ia ingin tahu keadaan gadis itu, pelayan yang telah m
Angel menuruni tangga, melangkah perlahan tanpa bersuara sedikitpun. Tak ada cahaya masuk di ruangan itu. Bau pengap dan debu yang tebal tercium menusuk penciuman. Angel turun hingga sampai paling bawah. Sebuah pintu hitam bertulisan dan bergambar mobil balap terlihat di kayu pintu. Angel mengusap debu di papan tersebut dan membaca tulisan hingga terlihat jelas. Karena penerangan ruangan yang sedikit gelap, ia menajamkan matanya. Perlahan menyentuh papan ukiran tersebut. Mengeja huruf satu persatu. "BEAN ROOM sepertinya ini kamar," lirihnya pelan. Ia juga mencium sesuatu yang amis. Mengibas-ngibas tangannya ke hidungnya dan menggaruk pelan.Angel menempelkan telinganya ke pintu, memastikan apa ada orang di dalam. Sunyi tak ada pergerakkan sekalipun. Ia memutar knop pintu perlahan. "Terkunci," ucapnya pelan. Ia menoleh ketika melihat bayangan hitam berdiri di pojok bawah tangga. Ia terkejut dan menutup mulutnya dengan kedua tangan. Menahan suara agar tak berteriak.Tubuhnya bergetar h