Share

Lima

Angel berjalan di kegelapan, ia terus melangkah mendekati tawa seseorang. 

"Ha ... ha ... ha ... mati kau!" Pria bertopeng berbaju hitam menyiksa perempuan yang duduk di kursi. Tangannya diikat ke belakang kursi. Kakinya mengakang hingga ke samping sisi kanan dan kiri kursi hitam kayu tersebut. 

Wanita itu merintih kesakitan, matanya basah dan sembab. Mulutnya di tutup lakban hitam yang lebar. Ia mengelengkan kepala kepada lelaki tersebut. Tubuh perempuan itu penuh dengan pilu.

"Ha ... ha ... Bagaimana rasanya?" Senyum sinis terlihat di bibirnya. Ia menatap perempuan itu puas dan bahagia. Perempuan berbaju putih sama dengan milik Tiara yang digunakan untuk terakhir kali.

Angel berdiri tak jauh dari mereka. Menyaksikan aksi lelaki itu dengan brutal. 

"Hentikan! Jangan sakiti dia!" teriak Angel. Matanya melotot, napasnya terputus-putus. Ketika lelaki bertopeng itu hendak menusuk suatu benda tumpul dan keras ke arah bawah tubuh perempuan tersebut. 

Lelaki misterius itu menoleh, wajahnya yang tertutup topeng tak terlihat oleh Angel.

"Hentikan! Aku akan membunuhmu jika kamu menyakitinya. Lepaskan, wanita itu. Pengecut! Angel menantangnya. 

Pria bertopeng mendekati Angel, ia memundurkan langkah ke belakang. Matanya melirik perempuan yang duduk di kursi. Perempuan itu sudah tak sadarkan diri. 

"Jangan ganggu aku! Aku tak takut padamu!" hardik Angel membusungkan dada dan mengangkat dagu lancipnya. Tak merasakan takut kepada pria bertopeng. 

"Kamu pengecut hanya berani kepada wanita, topengmu menutupi wajah jelekmu," makinya. Langkahnya terus mundur, tatapannya tajam. 

"Bermainlah denganku, Sayang? Mari bersenang-senang!" Pria bertopeng itu menyentuh bahu Angel. 

Angel berlari menghindari cekalan pria bertopeng. Ia melangkah cepat keluar kamar dan menuruni tangga. 

Berusaha membuka pintu, tapi pintu terkunci rapat. Menelusuri rumah, mencari cela untuk kabur dari ruangan terkutuk ini.

"Mau ke mana, Sayang? Ke marilah, kita berpesta." Pria itu semakin mendekat. 

Angel maraih semua benda yang ada di rumah tersebut. Pecahan beling, berhamburan di lantai. Pria itu menginjak pecahan vas bunga dan bingkai foto lainnya tanpa merasakan perih atau luka berdarah. 

"Kau manusia atau monster?" Tak ada setetes darah yang menempel di kakinya. 

"Jangan pernah menganggu kesenangan kami!" ucapnya lantang. Sinar matanya terlihat dari cela topeng. 

"Kalian tak waras, menyiksa wanita dan membunuh mereka. Terkutuk kalian!" 

Suara tawa mengema di ruangan, bukan satu orang, tapi banyak. Mereka juga bertopeng sama seperti pria itu. Satu wanita dua laki-laki. Mereka menertawakan Angel. 

Napas Angel terputus-putus, rongganya terasa sesak terlihat dadanya naik turun. Matanya masih terpejam. Seseorang menepuk pipi Angel dan aroma minyak gosok tercium di hidungnya. 

Ia membuka matanya perlahan setelah mendengar Tiara berkata,"Mereka membunuhku!"

Mama mertua, papa, dan Antoni. Mereka mengelilingi Angel dengan tatapan khawatir.

"Tiara ... Kamu sudah sadar. Syukurlah," ucap mama mengelus puncak kepala Angel. 

"Tiara, bagaimana keadaanmu?" Antoni mengenggam jemari Angel. Angel menatap mereka satu persatu.

'Apa mereka yang menyiksa Tiara?' Angel berpikir dan mengingat mimpi yang ia lihat tadi. Satu perempuan dan dua laki-laki. 'Siapa mereka?' 

"Apa yang terjadi denganku?" Angel merasa ada sesuatu yang menganjal, menelusuri ruangan. Sebelum pingsan berada di luar kini ada di ruang tamu. 

"Mama dan papa mendengar suara sesuatu terjatuh lalu kami mengecek keluar rumah. Ternyata kamu pingsan." Ucapan Papa mertua membuat Angel semakin bingung.

"Pingsan! Aku tadi berada di halaman belakang," ungkap Angel. Ia yakin berada di halaman belakang melihat seseorang menarik karung besar. Karung tersebut bergerak-gerak.

"Halaman belakang! Tidak, kamu tak berada di halaman belakang. Kamu pingsan di depan pintu keluar rumah." Mama mengernyitkan heran. Tiara terlihat aneh. 

"Iya, Tiara. Mama mertuamu benar. Papa yang menemukanmu berbaring di depan pintu rumah. Sepertinya kamu hendak keluar."

"Aku membuka pintu dengan kunci yang masih menempel. Aku masih ingat dan sadar." Angel semakin kebingungan. Ia yakin berada di luar rumah. 

"Mungkin kamu lelah, Tiara," ungkap Antoni. 

"Tapi, aku melihat lelaki berpakaian hitam menarik karung besar entah apa isinya."

Mama dan papa saling berpandang- pandangan. Ia semakin bingung dengan sikap menantunya. 

"Lelaki berpakaian hitam? Kamu selingkuh!" tuduh Antoni. Rahangnya mengeras, wajahnya memerah, tangannya mengepal kuat. 

"Selingkuh! Apa yang kamu katakan?" bela Angel. Ia mengernyit heran dengan sikap Antoni--suami Tiara. 

"Antoni, sabar. Kamu jangan menuduh istrimu." Mama mertua mengelus punggung anaknya. Wajah Antoni menyeramkan. Sorot mata itu persis dengan mimpi Angel. 

'Mata itu, tatapannya sama persis dengan mimpiku. Apa Antoni yang membunuh Tiara.'

Antoni menarik lengan Angel, hingga ia meringis kesakitan."Sakit, Antoni!" Angel berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Antoni. 

"Antoni, hentikan dan lepaskan dia!" Black yang baru saja pulang dari rumah temannya, terkejut dengan sikap kasar kakaknya." 

"Mau apa kamu! Jangan ikut campur masalah rumah tanggaku." Wajah lelaki berparas Jerman itu membesarkan matanya ke arah adiknya. 

"Aku akan ikut campur, jika kamu menyakitinya." Black semakin mendekati dirinya ke depan tubuh kakaknya. 

"Hentikan! Kalian bersaudara selalu saja bertengkar!" bentak papa mertua. 

"Tiara, masuklah ke kamarmu dan kunci pintunya," ucapnya lembut. Antoni melepaskan tangan Angel setelah papa mertua menajamkan mata. 

Angel berjalan menaiki tangga, menoleh ke arah mereka. ia tak langsung masuk kamar melainkan mengintip di balik tembok. 

Percakapan mereka tak terdengar, tapi ia melihat mimik wajah papa mertua yang menertawakan Black. Giginya yang terlihat hitam akibat merokok terlihat jelas.

Wajah Black terlihat marah, ia menunjukkan jari ke wajah papa mertua. Antoni sepertinya membela papa. Mama hanya menatap mereka tanpa mengucapkan kata.

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status