Pov Ratih•
Ah, Berani sekali Ibu Mas Jalu cerewet kepadaku. Nggak tau apa, kalau aku lebih cerewet darinya, hanya saja saat itu aku diam, menahan diri.Kupikir, dengan mengencani seorang CEO yang romantis seperti Mas Jalu. Hidupku pun akan bahagia. Salah siapa sebenarnya? Salah Rosalinda. Setiap anniversary yang ia rayakan bersama Mas Jalu, yang saat itu masih berstatus suaminya. Selalu saja bergelimang hadiah mewah dan mahal, wanita mana yang tidak tergiur? Nggak ada, semua wanita akan iri pada kebahagiaan Rosa.Terlahir menjadi anak orang kaya itu memang takdir manis bagi Rosa, tetapi, tidak harus semua kebahagiaan itu ia borong.Setidaknya aku juga ingin, mau tidak mau, aku ambil suaminya.Awalnya memang bahagia, itu yang aku rasakan. Bagaimana tidak bahagia, Mas Jalu selalu menghujaniku dengan uang dan uang. Apapun yang aku mau, selalu ia berikan. Namun sayangnya, kebahagiaan itu Hannya beberapa bulan sa°pov Jalu°Flashback"Bu, maafkan Jalu, ya. Sudah membawa Ibu dalam kesusahan." Aku berucap pilu menatap wanita yang melahirkanku itu, wajahnya nampak menyimpan beribu beban, kerutan pun mulai tampak di wajahnya yang dulunya begitu ia rawat ketika aku mampu memberikan apapun kemauannya.Sejak kepergian Bapak, Ibu bekerja seorang diri membesarkanku tanpa kenal rasa lelah. Sejak itulah aku bersumpah akan membahagiakan Ibuku sepanjang hidupnya.Apapun yang Ibu mau, selalu aku turuti, termasuk menjual tanah milik Rosa.Aku memberitahu Ibu, kode brankas kami. Agar ia leluasa untuk mengambil apapun yang ia mau. Harta Rosa, ya hartaku juga.Sebab itulah, aku membebaskan Ibu berlaku sesuka hatinya.Aku terlalu percaya diri, bahwa Rosalinda begitu bucin kepadaku.Meski kadang Ibu keterlaluan kepada Rosa, Rosa selalu tegar dan diam, itulah yang membuat aku yakin. Bahwa Rosa, cinta mati kepadaku. Ia bahkan tidak
•pov Ratih•"Gun, bisa bicara berdua nggak?" tanyaku pada Gunawan yang masih berada di gandengan Rosa.Gunawan menatapku sesaat, lalu ia kembali menatap wanita yang berada di sampingnya."Silahkan, jika mau bicara!" ucap Rosa menatap Gunawan."Ah, nggak, aku hanya terkagum memandangi kamu malam ini. Cantik!" bisiknya kepada Rosalinda, dengan mendaratkan kecupan mesra di pipi wanita itu. Tentu saja pemandangan itu, membuatku panas, hatiku meronta-ronta. Rasa ingin aku mengamuk, memaki dan menghancurkan wajah Rosa yang kini memandang remeh kepadaku.'Aku tidak kalah, aku tidak akan pernah kalah, Rosalinda. Buktinya saja Mas Jalu bertekuk lutut kepadaku, mustahil jika Gunawan tidak mampu kutaklukan.' batinku memberi semangat, agar aku lebih memperkuat hati lagi, untuk merebut yang memang menjadi hakku.Gunawan itu memang milikku dari awal, kami berpisah hanya karena salah paham. Aku mengira ia hanyalah laki-laki yang
pov Ratih°Lima bulan berlalu, kuputuskan untuk mencari pekerjaan kembali, sebab Kak Arjun beserta Ibu kudengar pindah ke luar negeri.Tega sekali, mereka bahkan tidak berpamitan kepadaku, aku benar-benar tidak ada artinya lagi di mata Ibu.Kini, aku harus berjuang hidup seorang diri, bahkan teman-teman yang dulunya selalu ada untukku, satu persatu mulai menjauh.Dinda, merupakan tetangga, sekaligus teman sedari kecil hingga dewasa yang selalu setia menemaniku. Kini mulai menjauh, saat ia mengetahui, bahwa aku merebut suami sahabatku sendiri, Rosalinda.Semua teman-teman memang mengenal Rosalinda sebagai sahabatku. Ya, sahabat yang kukhianati.Saat aku mulai menumbuhkan semangat dalam diri, aku mulai berpikir untuk mencari pekerjaan.Dirumah peninggalan Ayah, yang isinya hampir kosong tanpa perabotan mahal lagi, sebab satu-persatu telah aku jual untuk bertahan hidup.Kak Arjun sudah tidak pernah mengirim uang lagi k
°Pov Ratih°Hari ini aku bergegas menunggu di depan pagar rumah, Amira berjanji akan menjemputku hari ini. Katanya, ia sudah membuat janji dengan laki-laki yang bernama Pak Burhan.Setibanya Amira didepan rumah, aku langsung masuk menuju mobilnya.Amira tersenyum sumringah menyambutku masuk ke dalam mobilnya."Kamu cantik! Penampilan yang memukau, semoga Pak Burhan langsung tertarik." Ia berucap dengan senyum mengembang, namun dengan pandangan yang lurus ke depan, fokus mengemudikan mobilnya.Gemercik gerimis hujan, menemani perjalanan kami menuju tempat yang di janjikan. Sebuah cafe bergaya klasik, dan sangat terkenal dengan berbagai menu yang lezat dengan harga fantastis.Sesampainya mobil Amira membawa kami ke halaman parkir Cafe Resto dan Bakery. Aku dan Amira pun berjalan menuju ruangan khusus, yang sudah Pak Burhan pesan, menurut Amira, Pak Burhan selalu hati-hati dalam melakukan pertemuan.
Pov Ratih•"Eh, kamu jangan remehkan saya! Uang segitu mah kecil, tetapi untuk perawan sih oke saja. Ini untuk wanita hamil dan jelas-jelas nggak perawan lagi minta segitu. Rugi saya!"tajam sekali kata-kata yang aki tua ini lontarkan."Yasudah,"ucapku yang mulai gedek dengan kata-kata kasar yang ia lontarkan."Mau check-in nggak?"ia bertanya kembali, setelah memaki-maki dan meremehkanku."Bapak bisa cari perawan saja, jangan wanita hamil seperti saya!"tukasku, kepalang tersinggung sudah, lebih baik tidak usah sama sekali saja."Nggak bisa gitu dong! Saya kan maunya sama kamu!"ucapnya tanpa rasa malu."Saya malas, sudah di hina-hina seperti itu. Mending saya nggak usah dapat uang sekalian.""Nggak usah ngambek gitu deh, Beb. Yasudah, dua puluh juta ya! Mau?"tawarnya, katanya banyak duit,
"Ros, kamu nggak apa-apa?" tanya Airin dengan mimik wajah cemas. "Jangan di masukin ke hati omongan gila wanita nggak beres itu!" lanjutnya menatapku penuh iba, itu semakin membuat hatiku terasa hancur berkeping-keping.Siapa sih di dunia ini yang tidak ingin mendapatkan keturunan, sama halnya denganku, aku pun ingin memiliki keturunan.Kuhela napas panjang, untuk menetralkan rasa sesak di dalam dada, yang sangat membuatku merasa sulit untuk bicara."Aku nggak apa-apa! Kamu tidak perlu khawatir. Yang di katakan Ratih itu memang benar, aku wanita yang tidak sempurna, bahkan Tuhan saja saat ini belum percaya kepadaku.""Hus, istighfar Ros. Kamu nggak boleh berprasangka buruk kepada Allah SWT. Berdoa dan berusaha, meski belum di kabulkan. Allah maha tahu, yang mana yang terbaik untuk hambanya."Astaghfirullahaladziim, aku mengucap dalam hati berkali-kali. Memohon maaf kepada Allah, sebab telah berprasangka tidak baik. Aku ber
"Muka kamu kenapa?" tanya Tante Desi, ketika melihatku berjalan menuju dapur. Sedangkan Tante Desi tengah bersantai di ruang keluarga, dengan segelas jus mangga dan dua toples cemilan yang berada di depannya.Satunya lagi, ada dalam asuhannya, sambil menonton, sambil ngemil. Enak sekali hidupnya, nggak ada sungkan-sungkannya, berlagak rumahku ini seperti rumahnya sendiri."Nggak apa-apa," sahutku dengan terus berjalan ke dapur. Kubuka kulkas, khusus cemilan, serta susu segar dan beberapa minuman lainnya yang sudah pada habis. Aku tercengang, padahal baru kemarin aku nyetok beberapa makanan di dalamnya. Namun, hari ini sudah mulai berkurang banyak, luar biasa."Ros, bikinkan jus buat Alena, jus mangga ya!" titah Tante Desi kepadaku."Emang Alena nggak punya tangan untuk bikin sendiri?" tanyaku, sebab bi Onah lagi izin keluar, untuk mengirim uang buat keluarganya."Rosa, kamu tuh kalau di suruh orang tua jangan membantah dong!" ucapnya
"Ros, sudah ya! Jangan terlalu di masukkan ke hati." Mas Gunawan berkata seraya menggenggam tanganku."Berat, tiap hari selalu di recokkin itu pening, mas.""Kak, maafin Mamah ya!" ucap Alena, aku hanya terdiam. Ia pun beranjak dari duduknya, lalu menyusul Ibunya masuk ke dalam kamar."Mas, kenapa tiba-tiba meminta Tante Desi minta maaf? Bukankah mas selalu memintaku untuk mengerti dia!" ucapku dengan heran."Tadi mas dengar Tante berbincang dengan seseorang, melalui sambungan telepon. Katanya, ia memang sengaja nyari masalah! Agar kamu dan aku selalu ribut, sontak saja aku kesal mendengar penuturannya."Aku menghela napas panjang. "Berarti Tante memang sengaja? Terus, Mas biarkan Tante masih di sini? Sedangkan ia jelas memiliki misi di rumah kita, untuk merusak.""Itulah yang sedang Mas pertimbangkan. Biar bagaimanapun juga, mas sudah meminta Tante Desi nyari kontrakan, namun Tante tidak mau!