Mag-log in"Tatanan Keluarga Karim itu rumit. Kalau aku mengungkap identitasmu terlalu cepat, itu juga nggak menguntungkan untukmu," jelas Anwar."Alasan! Semua itu alasan! Kenapa kakak-kakakku boleh? Pada akhirnya, yang paling kamu pedulikan tetap dirimu sendiri. Kamu takut perselingkuhanmu terungkap. Kalau bukan karena ingin menekan Jason, kamu nggak akan mengakuiku sebagai anggota keluarga!"Anwar berkata, "Nggak. Kalau nggak, gimana mungkin aku memberimu pendidikan sebagai calon pewaris?"Yosep menatapnya dengan tajam. "Kalau begitu, apa salahnya Ayah menyerahkan semua padaku? Atau Ayah masih lebih memihak Jason dan ingin membuangku?"Anwar tidak menjawab.Yosep berkata, "Berarti tebakanku benar. Ayah sudah lama memiliki bukti kalau aku dijebak Keluarga Azhara, tapi Ayah hanya diam, membiarkanku dimanfaatkan mereka. Dulu Ayah menyuruhku menculik si kembar hanya untuk meninggalkan bukti. Itu semua demi mendapat kepercayaan Keluarga Azhara, 'kan?"Anwar menahan rasa sakit, tidak bisa mengucapka
"Kalian yakin mau mengadangku?" Jason menatap para pengawal itu dengan dingin.Mereka semua adalah orang kepercayaan Anwar dan pada saat yang sama sangat takut pada Jason.Saat mereka ragu, pintu ruang kerja terbuka. Yosep keluar dari dalam. Dia mengangkat tangan untuk menghalangi Jason. "Kak, Ayah bilang dia lelah dan nggak ingin menerima tamu.""Tamu?" Jason balik bertanya."Ayah memang bilang begitu. Aku hanya menyampaikan saja. Kalau ada yang ingin dikatakan, biar aku yang sampaikan.""Yosep, masih ingat apa yang pernah aku bilang padamu?" Jason bertanya dengan sangat tenang."Apa?" Yosep jelas tidak ingat.Mata hitam Jason begitu dalam, seolah-olah tak ada secercah cahaya yang bisa masuk. "Coba pikir yang benar."Setelah berkata begitu, Jason berbalik dan pergi. Saat itu juga, dia langsung melihat Janice yang bersembunyi di sudut. Hanya dari itu saja, Janice tahu Jason pasti melihat dengan jelas niat buruk Yosep atau mungkin Jason memang sengaja.Mengikuti Jason keluar dari rumah,
Media juga mulai lebih banyak menyorot Yosep.Saat Janice sedang mengkhawatirkan situasinya, Jason entah sejak kapan sudah berdiri di sampingnya."Ini seperti jawaban standar.""Maksudnya?" Janice tidak mengerti."Dia hanya memilih beberapa pertanyaan wartawan untuk dijawab," timpal Jason dengan nada datar.Janice menatap para wartawan itu dan seketika paham."Ini settingan? Bahkan acara seperti ini juga butuh orang bayaran?""Kalau nggak dikendalikan, pertanyaan wartawan akan sangat tajam. Yosep nggak berani ambil risiko, jadi wartawan-wartawan itu sudah disaring sebelumnya."Jason sudah berkali-kali berhadapan dengan wartawan, jadi sekali lihat saja sudah tahu level wartawan jenis apa yang ada di depan.Janice kembali melirik mereka, lalu tidak bisa menahan tawa sinis. Yosep suka membandingkan diri dengan Jason, tetapi apa pun juga tidak bisa menang. Masih suka curang pula.Konferensi pers berakhir. Orang-orang Keluarga Karim makan malam bersama. Di meja makan, selain Yosep yang terl
Di aula leluhur, Janice dan Jason membawa anak itu. Baru sempat mengobrol beberapa kalimat dengan Ivy dan Zachary, Yosep tiba-tiba datang.Dia seperti kepala keluarga, hilir-mudik di antara anggota Keluarga Karim dan para tamu. Setelah melihat mereka bertiga, dia berpura-pura seperti tidak melihat, langsung berjalan melewati mereka.Memang Janice dan yang lain juga tidak berniat menghiraukannya. Siapa sangka, dia malah berbalik lagi."Kak Zachary, Kak Jason, maaf, aku terlalu sibuk. Hampir saja nggak melihat kalian."Janice benar-benar tidak habis pikir. Jelas-jelas tadi dia melihat. Malah berpura-pura kembali untuk menyindir.Jason menyahut tanpa ekspresi, "Mm."Yosep memperlihatkan ekspresi tak berdaya, lalu tiba-tiba meninggikan suara. "Kak Jason, jangan marah. Ayah cuma sedikit marah karena berita tentang kedua saudari Keluarga Panduwinata di internet. Ayah ingin kamu segera membereskan opini negatif itu, jadi urusan keluarga diserahkan kepadaku."Orang-orang di sekitar mendengar i
"Kamu sudah bangun? Kamu nggak apa-apa, 'kan?" Suara Senia terdengar seperti mencoba-coba, jelas karena khawatir Anwar mendengar percakapannya dengan Anshon.Anwar perlahan menopang tubuhnya, lalu berkata dengan tegas, "Tuangkan segelas air untukku."Senia tersenyum tipis. "Baiklah, kebetulan aku baru dapat teh bagus. Aku buatkan secangkir supaya kamu lebih segar ya. Sebentar lagi kita harus ikut upacara leluhur."Anwar tak menjawab, hanya duduk di tepi tempat tidur sambil merapikan pakaiannya. Senia pun tersenyum kikuk, lalu berbalik untuk membuat teh.Karena pikirannya penuh, sendok teh di tangannya jatuh ke lantai. Senia hendak menunduk untuk mengambilnya.Janice yang bersembunyi di kolong tempat tidur, segera menyadari gerakan itu. Dia mengepalkan tangan. Jika terpaksa, dia harus mengambil tindakan.Anwar sepertinya mengetahui apa yang akan terjadi. Dia langsung menurunkan kedua kakinya dari tempat tidur. Posisinya menutupi Janice dengan pas.Dia mengulurkan tangan dan menahan Seni
Kalau begitu, pria itu pasti adalah dokter jantung itu, Anshon. Keduanya bahkan lebih lengket daripada pasangan yang sedang kasmaran.Setelah mengobrol dua kalimat, mereka langsung berciuman. Kalau tidak, ya saling menyentuh.Andai Janice tidak tahu identitas mereka, dia pasti akan percaya bahwa keduanya benar-benar saling mencintai."Gimana dengan orang tua itu?" tanya Anshon."Baru saja minum obat. Kalau nggak, aku takut dia nggak kuat ikut upacara leluhur. Jangan sampai dia merusak urusan besar Yosep," jawab Senia."Tenang saja. Setelah Yosep menyelesaikan semuanya, kita tinggal jalankan rencana. Biarkan Jason dan Anwar berselisih, lalu pada akhirnya semua orang akan mengira Jason yang membuat Anwar meninggal karena marah. Apalagi Yosep belakangan ini sudah begitu rajin mengurus Anwar. Semua orang melihatnya."Saat berbicara, Anshon mengangkat tangan dan mencubit dagu Senia.Senia belum kehilangan akal sehatnya. Dia menepiskan tangan Anshon. "Jangan begitu, Anwar masih di dalam hala







