Langit perlahan menggelap, cahaya senja menghilang dari wajah Janice, bersamaan dengan kehangatan yang sempat dia rasakan.Dia merangkul tubuhnya sendiri erat-erat. Namun, ketika memikirkan seseorang, bibirnya tetap melengkung membentuk senyuman. Sambil tersenyum, matanya memerah."Rachel, di kehidupan berikutnya, kita tukar peran saja. Aku belum pernah berhasil membuatnya tetap tinggal." Suara Janice sangat pelan, tertiup angin dan menghilang begitu saja.Dia menggenggam ponsel erat-erat, perlahan menunduk, hanya suara ombak yang terdengar di telinganya."Janice, ulangi lagi."Saat mendengar suara pria, Janice sempat mengira dirinya berhalusinasi. Dia terpaku cukup lama, hingga jeritan Rachel yang histeris terdengar dari ujung telepon."Nggak mungkin! Nggak mungkin! Aku nggak percaya!" Kepala Janice berdengung. Saat sadar, dia perlahan menoleh ke belakang dengan agak kaku.Pandangannya yang kabur menangkap sosok pria yang mendekat. Angin meniup mantel panjang yang dipakai pria itu, me
Janice dan Arya berpandangan, keduanya secara alami menahan emosinya."Gimana hasilnya?" tanya Janice."Menurut para ahli, operasi sebaiknya dilakukan secepatnya. Selama ini Dipo memalsukan data. Kondisi Vega sebenarnya nggak sebaik yang kita kira." Arya khawatir Janice berpikir terlalu jauh, jadi dia segera menambahkan, "Tenang saja, para ahli sangat yakin dengan operasinya."Janice memandang Vega yang tenang di pelukannya, hatinya semakin nyeri. Dia mengelus tangan Vega, lalu mengangguk pelan. "Baik, aku sudah ngerti."Melihat Janice menyetujui, Arya terlihat sedikit ragu. "Para ahli menyarankan sebaiknya dilakukan di Kota Pakisa, peralatannya lebih lengkap daripada di Kota Genggi."Soal itu memang tidak perlu diragukan lagi.Janice memeluk anaknya lebih erat, tidak berani mengambil risiko sedikit pun."Ya. Tapi, jangan beri tahu siapa pun. Setelah operasi selesai, kami akan segera kembali," ujar Janice untuk mengingatkan Arya.Arya mengangguk. "Aku akan memasukkan kalian ke rombonga
"Cepat makan, Arya sudah menunggu kita di bawah," kata Jason tanpa banyak bertanya."Oke."Setelah sarapan, Janice mengenakan topi untuk Vega dan menggendongnya turun. Sepanjang perjalanan, suasana di dalam mobil sangat sunyi, bahkan Arya pun diam saja.Setibanya di rumah sakit swasta terbaik di Kota Genggi, setelah tim dokter spesialis melakukan pemeriksaan, Arya ikut masuk ke ruang rapat untuk mendiskusikan rencana pengobatan.Jason berdiri di samping Janice sambil menggendong Vega yang tertidur. Selama menunggu, ponselnya berkali-kali menyala dan mati. Setidaknya ada lebih dari 20 panggilan masuk.Akhirnya, setelah tenang beberapa menit, giliran ponsel Norman yang berdering. Norman melihat nama penelepon, lalu secara refleks melirik ke arah Jason, tetapi akhirnya dia langsung memutus panggilan itu.Namun, tak lama kemudian, ponsel mereka berdua berbunyi bersamaan. Janice mengulurkan tangannya untuk menggendong Vega dan berucap, "Angkat saja, mungkin penting."Jason melihat layarnya,
Telepon masih tersambung, tetapi Janice dan Rachel terjebak dalam keheningan yang aneh.Rachel menarik napas, lalu bertanya, "Janice, kamu benar-benar tega menyeret orang seperti Jason ke dalam kekacauan?"Dia tertawa pelan dan melanjutkan, "Meskipun aku mati, selama aku dan dia masih suami istri, Keluarga Luthan tetap akan membantunya. Kamu bisa apa?""Kamu hanya bisa membuatnya membuang waktu bersamamu di kota kecil itu. Padahal, dia seharusnya berdiri di tempat tertinggi.""Janice, sebenarnya kamu orang paling egois. Dia terus mengalah untukmu, kamu malah terus memaksanya memilih! Memilih hal-hal yang nggak ada artinya!"Di akhir kalimat, Rachel tak lupa menekankan suaranya. Tubuh Janice mulai goyah. Dia menahan tubuhnya pada wastafel agar tidak jatuh. Saat berbalik, dia melihat wajahnya sendiri yang pucat di cermin.Dia tak tahu. Dia membungkuk, berusaha keras mencari sandaran. Namun, lengannya lemas dan tubuhnya terjatuh terduduk di lantai. Dia menekan dadanya, berusaha keras bern
Untungnya, pendarahan cepat berhenti. Jason menyeka hidungnya secara asal, lalu langsung menyimpan saputangannya."Belum bersih. Kasih aku saputangannya, biar aku bantu bersihkan," kata Janice sambil mengulurkan tangan."Kotor. Pakai tisu saja." Jason menarik dua lembar tisu dan menyodorkannya ke tangannya. Tidak punya pilihan lain, Janice pun menggunakan tisu untuk mengelap sisa darah di wajah Jason.Melihat tangan Jason masih ada noda darah, Janice berkata, "Cuci tangan dulu sana."Begitu ucapan itu dilontarkan, Jason tiba-tiba meraih dan memeluknya erat, membuatnya tak bisa bergerak. Dari sweter yang dikenakan, Janice bisa merasakan napas Jason yang sedikit memburu.Janice ragu, apakah harus mengangkat tangannya atau tidak. Namun, beberapa detik kemudian, Jason melepaskannya. "Sudah malam, tidurlah. Besok kita ada janji konsultasi dengan dokter spesialis untuk Vega.""Hmm." Janice menatapnya sejenak, lalu berbalik masuk ke kamar.Jason juga kembali ke kamarnya, tetapi tak menyalakan
Ponsel perlahan diarahkan ke atas, memperlihatkan wajah seorang pria.Ivy tertegun, lalu berkata dengan canggung, "Ka ... kamu juga di sana, Jason?"Jason tidak berbasa-basi, langsung berkata, "Kekhawatiranmu nggak akan terjadi."Ivy menggigit bibirnya, melanjutkan, "Jason, kondisi mereka baru sedikit membaik. Tolong jangan paksa mereka lagi.""Aku tahu," jawab Jason dengan nada meyakinkan.Melihat Vega tidak mengatakan apa-apa, Ivy tidak berbicara lebih banyak. Dia berpamitan dengan Vega, lalu menutup telepon.Janice mengambil kembali ponselnya, lalu mendorong Jason keluar dari kamar mandi. "Aku yang mandikan dia, kamu urus urusanmu saja.""Aku tunggu di luar.""Ya."Janice tahu Jason pasti ingin membicarakan soal Rachel. Setelah selesai mandi, karena tidak tidur siang, Vega langsung tertidur setelah mendengar cerita pertama dari Janice. Setelah menyelimuti Vega, Janice melangkah pelan ke luar kamar.Saat itu, Jason sudah duduk di depan meja teh kayu. Teh pun sudah diseduh. "Duduklah.
Janice tiba-tiba menyadari Zion sedang menunggunya untuk pergi. Dia pun menggendong Vega dan berkata, "Sudah waktunya Vega tidur, aku bawa dia mandi. Kalian mengobrol di sini dulu."Jason menganggukkan kepala. "Nanti aku akan mencari kalian."Janice tidak mengatakan apa-apa.Saat hendak kembali ke kamar, Vega mengeluarkan tiga permen yang diberikan Louise dari sakunya. Dia memberikan permen itu pada Arya. Norman, dan Zion, lalu melambaikan tangannya untuk berpamitan.Arya melihat permen itu dan berkata, "Ibuku terus mendesakku untuk menikah dan punya anak, apa karena ingin seperti ini?"Namun, Arya yang tiba-tiba menyadari tatapan dingin dari Jason pun tertawa. "Hanya bercanda."Zion menggenggam permen itu dan kembali berkata dengan serius, "Pak Jason, tadi Tuan Landon kirim pesan bilang belakangan ini kamu harus hati-hati. Nona Rachel ingin ... cari cara untuk melahirkan anakmu."Meskipun Zion tidak menjelaskan maksudnya, semua orang langsung mengerti Rachel benar-benar sudah gila. Se
Ini pertama kalinya Landon berbicara dengan nada yang begitu tegas pada Rachel. Dia yang sebagai kakak kandung juga merasa Rachel sudah gila.Namun, Rachel seolah-olah sudah kesurupan. "Pak Anwar bilang selama aku bisa melahirkan anak, dia akan selalu mengingatku seumur hidupnya. Kak, aku takut, aku benar-benar takut dia akan melupakanku.""Masih ada aku dan Ayah yang ingat kamu. Kenapa kamu harus mendengarkan kata-kata Pak Anwar? Apa Pak Anwar nggak tahu kondisi tubuhmu selama dua tahun ini? Malah masih ingin kamu melahirkan anak. Dia itu bukan untuk Pak Jason mengingatmu, tapi ingin anak ini sebagai penghubung Keluarga Luthan dan Keluarga Karim," kata Landon."Nggak. Dia selalu membantuku, tapi justru kamu yang membujukku bercerai setelah bertemu dengan Janice. Kenapa dia boleh melahirkan dan aku nggak boleh? Hal yang paling membuatku menyesal adalah saat itu aku sudah terlalu baik hati ...."Namun, sebelum Rachel selesai berbicara, Landon menyela dan membentak, "Rachel!"Rachel yang
Zion menepuk tangan Norman sambil mendengus, lalu berbalik dan melihat Vega yang sedang menatap mereka sambil bertopang pada dagu. Dia pun mendekati meja dan melihat makanan yang ada di atas meja. "Kalian memberinya makanan ini?""Bukankah ini semua makanan anak-anak? Saat masih kecil, adikku sangat suka makan ini," kata Arya."Dia baru berapa tahun, kalian sudah memberinya ayam goreng. Lebih baik kalian sekalian memberinya bir juga," kata Zion.Arya menggigit bibirnya dan berkata, "Aku juga pesan mi untuknya."Mendengar perkataan itu, Vega menunjuk mi itu dan berkata sambil mengernyitkan alisnya, "Panas ...."Arya menjelaskan, "Dia minta sup, jadi aku sengaja pesan sup untuknya."Saat mengangkat mangkuk dan menyadari ada alas kain di bawahnya, Zion tersenyum dan berkata, "Yaya, kamu juga tahu makanan panas harus diberi alas. Apa lidahnya ini terbuat dari besi?""Ah? Yang dia bilang itu panas?"Arya menggigit bibirnya saat mengatakan itu karena merasa canggung, lalu memelototi Norman d