Selesai menyeduh teh, Janice membawakan teh ke ruang tamu. Hari ini suasana sangat harmonis. Anwar sampai terus tersenyum.Setelah membagi teh, Janice berdiri di samping Ivy dan Zachary untuk menjadi manusia transparan lagi.Saat ini, Jason masuk dengan kerah baju yang masih basah. Tracy bertanya dengan heran, "Jason, biasanya kamu paling memperhatikan kebersihan. Kenapa pakaianmu kotor hari ini?"Jason duduk, lalu mengambil teh sambil melirik Janice dan menyahut dengan nada datar, "Ketemu kucing tadi."Tracy menyesap tehnya dan berujar dengan tersenyum, "Menarik sekali. Kucing itu pasti menabrak mulutmu ya?"Jason meniup tehnya dan mengiakan, "Ya, tenaganya besar sekali."Janice menunduk. Wajahnya terasa panas. Setelah mengobrol sesaat, Anwar ingin tidur siang. Dia bangkit dan berkata, "Jason, bawa aku kembali ke kamar.""Ya." Jason bangkit dan memapah Anwar.Janice yang menunduk terus merasakan ada tatapan menyapu ke arahnya. Akan tetapi, dia tidak mendongak, berpura-pura tidak ada y
Anwar tidak menyukai latar belakang Vania. Untungnya, Vania punya citra dan reputasi yang baik jika dibandingkan dengan wanita lain yang mengejar Jason. Namun, Vania sangat mengecewakan saat konferensi pers.Ekspresi Jason tetap terlihat datar. Responsnya bahkan terdengar sangat dingin. "Ya."Usai mengobrol, keduanya berpisah.Sesaat kemudian, Vania keluar dari taman belakang. Karena gugup, tangannya meremas gaunnya dengan sekuat tenaga. Dia harus menang!....Ivy ingin Janice menginap semalam, tetapi Janice menolak. Tidak ada kenangan indah di rumah ini. Janice akan teringat pada dirinya yang dicampakkan pada kehidupan lampau dan putrinya yang menyedihkan.Jadi, ketika langit mulai gelap, Janice pergi. Namun, di tengah jalan, angin kencang tiba-tiba bertiup. Janice pun mempercepat langkah kakinya, tetapi hujan deras sudah turun, membuatnya basah kuyup.Tiba-tiba, terdengar suara rem di belakang. Janice pun berbalik, menghalangi hujan dengan tangan supaya dia bisa melihat.Seorang pria
Di tengah perjalanan, Yoshua ditelepon orang rumah. Katanya, reumatik ibunya kambuh. Di hari hujan seperti ini, rasanya sangat sakit kalau reumatik kambuh, sampai tidak bisa tidur.Setelah suami Tracy meninggal, Tracy terus berdoa di kuil. Karena terus berlutut, dia jadi terkena reumatik.Janice menunjuk ke depan dan berkata, "Kak, turunkan aku saja. Aku bisa naik MRT pulang kok. Tapi, aku harus pinjam jaketmu.""Janice ...." Yoshua merasa bersalah."Kak, aku sudah 20-an tahun. Tenang saja. Bu Tracy pasti kesakitan sekarang. Sebaiknya cepat pulang dan temani dia," ucap Janice."Oke." Setelah menghentikan mobil, Yoshua melepas jaketnya untuk Janice dan berpesan padanya untuk hati-hati.Janice mengiakan dan pergi. Setelah mobil Yoshua pergi, Janice langsung naik MRT. Sesampainya di stasiun selanjutnya, dia membuka payung dan berjalan kaki ke kampusnya.Sebelum tiba di kampus, tiba-tiba terlihat lampu yang sangat terang di depan sana. Dia menyipitkan mata untuk melihat, mengira dirinya sa
Janice pun menyentuhnya lagi. Memang basah, bahkan keluar air saat diremas. Dia baru memakai baju ini. Kenapa bisa begitu basah?Janice menoleh menatap Jason. Pakaian di sisi kirinya juga terlihat basah. Sebenarnya apa yang dia lakukan?Di perjalanan, Jason menyuruh sopir menyalakan penghangat. Janice yang kedinginan pun merasa lebih baik. Bokongnya juga terasa hangat sekarang.Janice menunduk dan tidak memahami tujuan Jason melakukan semua ini. Pada akhirnya, Jason membawanya ke apartemen sebelumnya."Mandi sana," ujar Jason sambil mengambilkan sandal wanita untuk Janice. Begitu meliriknya, Janice langsung teringat pada barang-barang Jason di apartemen Vania. Ini mungkin sandal Vania."Aku nggak mau pakai sandal itu." Janice berjalan masuk dengan kaki ayam. Karena lantai dingin, dia berjinjit saat berjalan.Jason hanya mengangkat alis dan tidak mengatakan apa pun lagi. Janice langsung masuk ke kamar mandi. Dia tiba-tiba bersin dua kali.Ketika teringat dirinya harus mengikuti lomba, J
Janice termangu. Wajahnya memerah. Dia tidak tahu bahwa celah pintu yang sempit ini telah memperlihatkan sosoknya yang terpantul di cermin.Rambut panjang tergerai di punggung putihnya, samar-samar menunjukkan lengan dan payudaranya. Seiring gerakan tubuhnya, payudaranya pun seperti kehilangan kendali.Jason mengepalkan tangan untuk menahan gairahnya yang bergolak. Karena tidak bisa menang dari Jason, Janice akhirnya menutup pintu.Jason kembali ke sofa dan minum teh. Aroma teh memenuhi seluruh ruangan, membuat hatinya kembali tenang.Tidak berselang lama, Janice menghampiri. Terlihat Jason tidak sengaja menumpahkan teh sedikit setelah meliriknya sekilas. Apa mungkin karena teh terlalu panas?Namun, Jason segera terlihat tenang kembali. Dia berkata dengan nada datar, "Minum teh."Jason meletakkan cangkir tehnya, lalu pergi mandi tanpa mengatakan apa pun lagi. Sementara itu, Janice mengambil cangkir teh dan menyesap. Saat berikutnya, dia malah menyemburkan tehnya.Janice terbengong mena
Usai berbicara, Janice langsung menuju ke kamar tamu. Sementara itu, Jason lanjut merokok dan menuangkan teh untuk diri sendiri. Setelah meneguknya, alisnya berkerut. Dia mengambil kaleng di samping, tampak merenungkan sesuatu.....Tengah malam, Janice tidak sengaja tersedak dan terbangun. Tenggorokannya terasa gatal. Ketika bangkit, kepalanya terasa pusing. Dia terpaksa memegang dinding sambil keluar untuk mencari air.Janice berjalan dengan sangat pelan. Setelah minum, kepalanya malah terasa makin pusing. Janice mencoba berjalan lagi. Alhasil, kakinya melemas. Untungnya, sebelum terjatuh, seseorang tiba-tiba menggendongnya."Kenapa lemah sekali?" Terdengar suara familier. Janice seketika teringat pada berbagai hal di masa lampau. Tubuhnya mulai bergetar."Jangan sentuh aku. Aku sudah salah, maaf .... Jangan sentuh aku ...," gumam Janice sambil meraih kerah baju Jason.Jason bisa merasakan Janice menggenggam kerah bajunya dengan sangat erat. Ini seperti saat Janice kehilangan kendali
Janice bercucuran keringat dingin. Tiba-tiba, dia berujar dengan terbata-bata, "Ta ... tanganku ...."Jason sontak berhenti. Napasnya terengah-engah. Dia bangkit dan meraih tangan Janice. Kemudian, Janice langsung berbalik dan membungkus tubuhnya dengan selimut.Ternyata wanita ini mencari celah untuk menghindar. Jason tidak marah. Dia berbaring di samping Janice, lalu memeluknya sekaligus dengan selimut. Jason memegang kepala Janice, lalu berbisik, "Kamu kira bisa terus menghindar?"Janice ingin mendorong Jason, tetapi tubuhnya terlalu lemas. Tenaga terakhirnya sudah habis untuk melawan Jason. Saat ini, dia merasa suara Jason makin jauh, lalu dia jatuh dalam kegelapan.Larut malam, suhu tubuh Janice naik lagi, padahal sempat mereda sesaat. Kepalanya makin pusing. Kesadarannya melemah. Jika Jason melakukan sesuatu padanya, dia tidak akan bisa melawan.Namun, Jason tidak melakukan apa-apa. Sepanjang malam, Jason terus menaruh tangannya di dahi Janice untuk memastikan suhu tubuhnya.Jani
"Jason? Jason?" Di luar sana, suara Vania makin dekat.Sekujur tubuh Janice menegang. Keringat terus bercucuran. Dia sangat panik memikirkan Vania akan memergoki mereka seperti ini.Vania adalah wanita yang sangat licik dan pintar bersandiwara. Janice yakin Vania tidak mungkin melepaskannya begitu saja. Sementara itu, Jason selalu membela Vania. Dia tidak bisa menang dari mereka!Janice menahan lengan Jason yang menjamah tubuhnya, lalu memohon, "Jangan begini. Yang kamu cintai adalah Vania."Janice sedang memperingatkan Jason, berharap bisa membuat pria ini sadar. Siapa sangka, Jason bukan hanya tidak berhenti, tetapi memasukkan tangannya ke pakaian Janice. Sentuhannya sontak membuat Janice merinding.Jason mendekati wajah Janice, lalu berbisik, "Panggilanmu itu terdengar sangat menggoda."Janice merasa sangat malu. Di situasi terdesak ini, dia akhirnya menendang pintu. Suara benturan bergema di seluruh ruangan.Vania pun berdiri di depan pintu. Dia mengetuk pintu dan bertanya, "Jason,
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se