"Bu Fiona, tolong sebutkan siapa yang memberitahumu hal ini. Memfitnah ibuku saja sudah keterlaluan, apalagi sampai menyeret nama Keluarga Karim.""Kalau sampai ada yang bilang buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, gimana Pak Anwar bisa menghadapi orang-orang di luar nanti?"Setiap kali Janice berbicara, dia melangkah lebih dekat ke arah Fiona.Fiona belum pernah melihat Janice seperti ini sebelumnya. Dia gugup dan tanpa sadar mundur, sampai akhirnya menabrak rak pajangan di belakangnya."Ka ... kamu ...." Dia terbata-bata, tetapi tidak tahu harus membalas apa.Sementara itu, Janice masih menunjukkan ekspresi penuh keyakinan. "Bu Fiona, kita ini rekan kerja dan kamu juga sahabat Rachel, jadi aku sangat percaya dengan karaktermu. Aku hanya khawatir kamu nggak sengaja menyinggung Keluarga Karim."Fiona hanya bisa menarik napas dalam-dalam. Tadinya, dia hanya ingin memprovokasi Janice dan Ivy agar mereka malu di hadapan Keluarga Luthan.Namun, sekarang kenapa malah jadi dirinya yang berhad
Fiona bergegas maju, berusaha merebut ponsel dari tangan Janice. Namun, Janice menghindar dengan sigap.Fiona hanya bisa berteriak untuk menghentikannya, "Jangan lapor polisi! Aku ... aku juga hanya mendengar gosip, aku nggak yakin!""Oh, begitu ya? Aku sudah menduga kamu pasti hanya termakan omongan orang lain." Janice menurunkan ponselnya dan mengayunkannya sedikit di tangan. "Kamu beruntung, aku lupa menekan tombol panggil."Saat itu, Fiona sadar bahwa dia telah ditipu oleh Janice. Dia menggigit bibirnya hingga hampir berdarah, tetapi tidak mampu mengatakan sepatah kata pun.Janice menatap Fiona sambil tersenyum. Setelah cukup lama mengenal Fiona, dia tahu gadis ini bukan hanya manja, tetapi juga sok pintar.Elaine mungkin sulit untuk ditaklukkan, tetapi bukan berarti Fiona juga demikian.Setelah masalah ini selesai, Janice mengangkat gelasnya dan memberi salam kepada semua orang, terutama kepada Rachel dan Jason."Maaf, sudah membuat calon mempelai melihat pemandangan yang kurang m
Janice merasa sangat sedih saat melihat bayangan di tanah karena dia dan Jason selalu bertemu secara diam-diam. Meskipun sebelumnya mereka pasangan suami istri, mereka juga tidak bisa bersama secara terang-terangan. Setiap kali melihat Rachel merangkul Jason di depan publik, dia berusaha mengingat kembali kehidupan sebelumnya. Namun, di antara mereka selalu ada pembatas.Jason terlihat mabuk karena minum alkohol dan tubuhnya yang besar menindih Janice. Saat bibirnya mendekati pipi Janice, dia berkata dengan nada muram, "Kamu sudah menyetujuinya?"Saat mengatakan itu, tatapan Jason terlihat penuh dengan emosi.Melihat tangan Jason tidak bisa dilepaskan, Janice terpaksa tetap diam dan berkata sambil menganggukkan kepala, "Ya.""Kenapa?" desak Jason."Pak Jason, tadi kamu juga sudah lihat sendiri," kata Janice sambil menatap cahaya yang berada beberapa langkah di depannya dan ekspresi yang sangat kesal."Lihat aku dan jawab," kata Jason lagi.Janice hanya diam dan cemberut, lalu memalingk
Saat mendengar perkataan itu, Jason menggenggam tangan Janice dengan makin erat. Namun, tepat saat Janice mengatakan kalimat terakhir, genggamannya tiba-tiba melemah dan keduanya pun berpisah. Dia tidak menatap Janice, hanya memalingkan wajahnya ke samping dengan ekspresi sangat tertekan. Tanpa mengatakan apa pun, dia membiarkan Janice pergi begitu saja.Setelah berjalan menjauh dan menarik napas untuk menenangkan diri, Janice berbalik untuk menatap Jason. Namun, saat itu Jason sudah kembali ke aula dan tersenyum pada Rachel. Dia pun mengangkat kepala untuk melihat sinar matahari, tetapi wajahnya tetap dingin dan basah. Ini terakhir kalinya dia melakukan ini.Saat Landon keluar, Janice sudah merapikan riasannya. Dia berkata sambil menggigit bibirnya, "Ayahmu ...."Landon tertawa. "Nggak perlu tegang, ayahku selalu berpikiran terbuka. Dia sudah bilang dia nggak akan ikut campur dalam urusan asmaraku. Dia dan ibuku juga menikah karena jatuh cinta. Setelah ibuku meninggal, dia juga menutu
"Kamu begitu memahami Fiona?" kata Jason sambil menatap keluar jendela mobil dengan ekspresi yang sangat dingin."Ya. Dia teman sekelasku saat di SMA, kami sudah berteman selama beberapa tahun," jawab Rachel."Kalau begitu, kamu pasti tahu dia nggak begitu pintar. Hari ini Kakak Ipar bisa muncul di saat yang begitu tepat, menurutmu ini kenapa?" kata Jason.Volume suara Jason tidak keras, tetapi langsung membuat jantung Rachel berdebar. Tenggorokannya terasa kering sampai hampir menyebutkan nama Elaine, tetapi dia menelannya kembali.Jason menatap Rachel sambil menyipitkan mata dan berkata dengan dingin, "Aku nggak peduli kenapa dia ikut campur dengan urusan Keluarga Luthan, tapi aku harap kelak dia ingat posisinya. Jangan sampai dia ikut campur dengan urusan Keluarga Karim."Wajah Rachel menjadi makin pucat. Dia baru saja hendak berkata dia sudah mengerti, tetapi dia melihat Jason sedang memutar cincin kawin dari sudut matanya. Dia tiba-tiba teringat Jason sering mengusap cincin itu se
Jason kembali terus mengupas apel dengan gerakan yang lambat dan santai, tetapi aura dingin di sekelilingnya membuat orang lain sulit untuk mendekat. "Seorang pacar yang sudah mengirim wanita pada ayahnya, kamu pikir Kak Zachary masih ingin menikahinya dan melihatnya terus mengirim wanita padamu demi memperkuat koneksi?"Anwar menatap Jason dengan tatapan tidak percaya dan mengepalkan tangannya dengan erat. "Omong kosong apa ini?"Jason menundukkan kepala dan berkata dengan tenang, "Setelah itu, wanita itu nggak pernah mencarimu lagi, 'kan? Itu semua karena Kak Zachary sendiri yang menghabisinya. Kamu mungkin sudah lupa karena wanita itu nggak berarti apa-apa bagimu. Yang lama nggak pergi, yang baru nggak akan datang."Mendengar perkataan itu, bibir Anwar bergetar.Jason menatap Anwar dengan dingin. "Kak Ferdy sudah tiga tahun saat datang ke Keluarga Karim, tapi Kak Zachary dikirim ke keluarga kita begitu lahir. Ibuku sendiri yang membesarkannya, jadi dia sudah menganggap ibuku adalah
Anwar menopang tubuhnya, lalu mengingat masa lalu dan berkata, "Tentu saja demi meningkatkan kekuatanmu. Dulu, pernikahan ibumu denganku adalah berita besar karena kedua keluarga adalah keluarga terpandang. Sayangnya, keluarganya mulai merosot setelah ibumu melahirkanmu."Jason berkata dengan nada dingin, "Kamu pikir aku nggak tahu kenapa keluarga nenek bisa hancur? Kamu bekerja sama dengan paman-paman agar keluarga nenek membuat keputusan yang salah dan bangkrut, lalu membeli perusahaan mereka dengan harga yang paling rendah.""Ibuku sebenarnya ingin menggunakan maskawin untuk menyelamatkan perusahaan, tapi kamu sudah menipunya untuk memindahkan kepemilikan maskawin itu padaku lebih dulu. Jadi, kamu bisa membatalkan haknya atas maskawin itu.""Kamu ...." Anwar langsung terdiam."Kenapa aku bisa tahu? Ibuku ... meninggal di pelukanku, jadi dia yang memberitahuku semuanya. Dia memintaku untuk merebut semuanya kembali. Kalian semua pikir anak kecil nggak bisa mengingat hal ini, tapi aku
Norman berdiri di samping dan menunggu instruksi lebih lanjut dari Jason.Jason tidak mengatakan apa-apa, melainkan meraba-raba untuk mencari macis. Namun, setelah mencari cukup lama, dia tetap tidak menemukannya.Melihat situasi itu, Norman segera mengeluarkan macis dari sakunya dan menyalakan rokok Jason.Setelah mengisap rokok itu dalam-dalam, ekspresi Jason tetap terlihat sunyi serta muram dan bahkan tangannya pun bergetar. Setelah terdiam cukup lama, dia baru perlahan-lahan berkata, "Pergilah.""Baik," jawab Norman sambil menatap Jason dengan cemas sebentar, lalu pergi mencari Arya.Saat tiba di kantor Arya, Norman melihat Arya tidak berada di tempat. Setelah menelepon, dia baru tahu Arya berada di gedung poliklinik untuk membantu acara rumah sakit. Dia harus berteriak agar bisa berbicara dengan jelas karena situasi di sana cukup berisik, sehingga mereka tidak mungkin bisa berdiskusi dengan serius. Dia pun langsung berkata akan ke sana, lalu menutup teleponnya.Begitu Norman tiba
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se