Setelah menyadari Jason yang membantunya untuk menghubungi sekolah impiannya, keesokan harinya Janice langsung pergi mencari Landon dan menceritakan semuanya. Saat ini, mereka sedang berpacaran, sehingga dia tidak ingin Landon mengetahui hal ini dari orang lain. Terlebih lagi, dia tidak menipu Landon yang sudah sangat baik padanya.Setelah mendengar semuanya, Landon menyarankan agar Janice berbicara langsung dengan Jason. Sementara itu, soal sekolah ini menyangkut masa depan Janice, sehingga Janice tentu saja harus memilih yang terbaik.Namun, Janice tidak ingin bertemu dengan Jason, sehingga dia berpikir untuk meminta bantuan Norman menyampaikan pesannya.Begitu mendengar nama Norman, Zion langsung menawarkan diri untuk membantu. Namun, pesan sudah terkirim lebih dari sepuluh menit pun Norman masih tidak membalas."Pak Zion, apa kamu pernah menyinggung Pak Norman? Sebagai asisten, dia pasti selalu membawa ponselnya. Sudah sepuluh menit pun masih belum membalas, kemungkinan besar dia s
Melihat situasi itu, Arya memegang kepala karena kesal melihat Norman ini benar-benar mirip dengan Jason. Apakah mereka akan mati jika berbicara lebih banyak? Dia segera menjelaskan, "Dia hanya berharap kamu bisa melakukan apa yang kamu suka, bukan berniat ikut campur urusanmu."Janice tersenyum. "Pertama, aku ingin berterima kasih padanya. Kedua, aku berharap kalian bisa menyampaikan pesanku padanya juga, jangan mengirim orang untuk mengawasiku lagi."Dia tidak pernah memberi tahu siapa pun soal rencana studinya ini, sehingga Jason bisa mengetahuinya pasti karena telah mengirim orang untuk mengawasinya.Arya berkata dengan cemas, "Itu karena ...."Namun, Norman langsung menekan tangan Arya dan menyela, "Nona Janice, aku akan menyampaikan pesanmu, tapi kamu sengaja mencariku bukan hanya karena ini, 'kan?"Janice langsung meneguk teh karena merasa tenggorokannya kering, lalu berkata, "Pak Norman, kamu adalah orang yang paling memahami masa lalu kami. Kamu sendiri juga melihat bagaimana
Di saat genting, tubuh Janice tiba-tiba ditarik ke dalam pelukan seseorang, lalu berguling ke tepi jalan. Teriakan panik dari para pejalan kaki bergema di sekelilingnya. Namun, yang terdengar di telinganya hanyalah suara napasnya sendiri dan sebuah erangan tertahan yang dipenuhi rasa sakit.Secara refleks, dia mencengkeram erat pakaian pria itu.Pria tersebut tampaknya menyadari ketakutannya, lalu mempererat pelukannya sedikit. "Jangan takut, ayo bangun dulu."Suara itu menyadarkan Janice. Dia mendongak dan menatap pria di depannya dengan perasaan campur aduk. Orang itu adalah Jason. Entah hanya perasaannya atau bukan, bibir pria itu tampak sedikit pucat."Kamu ...." Kamu baik-baik saja?Belum sempat dia menyelesaikan kalimatnya, beberapa orang yang peduli segera datang untuk membantu mereka. "Kalian nggak apa-apa?"Janice menggeleng, tetapi kata-kata yang ingin dia ucapkan tetap tertahan di tenggorokannya.Saat menoleh lagi ke arah Jason, pria itu masih tetap tenang seperti biasa. Den
Mereka berdua ternyata memang sekongkol.Jika dia benar-benar tertabrak hingga mati, kasusnya pasti hanya akan dianggap sebagai kecelakaan lalu lintas. Bahkan, karena dia yang dianggap menerobos jalur kendaraan bermotor, si pengemudi bisa mendapat hukuman yang lebih ringan.Itu akan menjadi kematian yang benar-benar sia-sia.Sambil merenungkan hal itu, Janice mendengar suara dua pria yang terjatuh ke tanah, mengerang dan memohon ampun dari dalam gang.Tampaknya semuanya sudah berakhir. Tanpa berpikir panjang, Janice segera berlari masuk ke dalam gang. Dia harus tahu siapa yang ingin membunuhnya.Namun, baru saja dia berdiri tegak, Arya dan Norman tiba bersama beberapa orang.Jason tidak memberinya kesempatan untuk bicara. Dengan tatapan tajam, dia menatap dua pria yang tersungkur di tanah dan berkata, "Urus mereka."Norman langsung memberi perintah agar mulut kedua pria itu ditutup dan mereka dibawa pergi. Melihat itu, Janice tidak bodoh. Dia langsung menyadari niat Jason."Kenapa kali
Dalam keadaan linglung, tiba-tiba ada selembar tisu di depan Janice. Dia baru saja ingin menolak, tetapi setetes air mata jatuh ke punggung tangannya."Terima kasih," kata Janice dengan suara tertahan."Dia baik-baik saja, ayo kita keluar dulu," ujar Arya untuk menenangkan.Janice mengiakan, lalu berbalik. Sambil menghapus air mata dengan asal-asalan, dia berjalan cepat untuk keluar dari kamar tidur.Norman juga keluar bersama Arya. Wajah Norman tampak agak masam, tetapi profesionalismenya masih terjaga.Dia berjalan ke arah Janice, lalu berucap dengan nada penuh penyesalan, "Bu Janice, maaf. Aku seharusnya nggak bertindak gegabah."Janice menggeleng, lalu balik bertanya, "Orang seperti itu selalu ada di sekitarku?""Ya," jawab Norman. "Masuk ke dalam permainan itu mudah, tapi keluar sulit. Di dunia ini, hanya orang mati yang nggak menimbulkan ancaman."Mendengar itu, wajah Janice seketika pucat. Dia pikir selama dia menjauh dari Jason, segalanya akan kembali tenang. Ternyata nyawanya
"Tapi ...." Janice menyela, "Intinya, kalau kejadian malam itu nggak pernah terjadi, semuanya pasti akan lebih baik."Selesai bicara, dia meletakkan cangkir teh, lalu berdiri dan mengambil tasnya."Sudah larut malam. Nggak baik kalau aku tetap di sini, aku pulang dulu."Tanpa memberi kesempatan Arya untuk berbicara, Janice langsung berjalan ke pintu dan mengganti sepatu.Tak disangka, Arya mengejarnya."Janice, kalau dia nggak menginginkannya malam itu, kamu pikir kamu bisa menyentuhnya? Kalau memang semudah itu, Vania punya 3 tahun kesempatan, tapi dia bahkan nggak berhasil satu kali pun."Janice yang memakai sepatu mematung sesaat. Namun, dia segera kembali bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa dan menunduk melanjutkan memakai sepatunya."Semua itu sudah berlalu.""Janice!" Suara Arya sedikit meninggi. "Kalau begitu, karena dia sudah menolongmu, setidaknya untuk malam ini tunggu sampai dia sadar baru pergi.""Aku ...." Janice baru saja ingin menolak, tetapi Arya mengeluarkan kot
Di bawah langit malam dengan cahaya bintang yang redup, angin dingin berembus pelan. Di bawah lampu jalan vila, sebuah mobil melintas dengan cepat. Kepala pelayan Keluarga Hartono melirik sekilas, lalu segera berlari masuk."Nyonya Elaine, Pak Norman datang," lapor seorang asisten.Elaine yang sedang membaca dokumen lantas mengerutkan keningnya dan melirik sekilas ke arah kepala pelayan itu.Ekspresi asisten itu sedikit menegang, seolah-olah baru teringat pada sesuatu yang baru saja dia laporkan 10 menit yang lalu."Nyonya Elaine, dua orang itu nggak bisa dihubungi lagi.""Apa Janice dan Jason sudah bertemu?" tanya Elaine."Sudah, kami juga menerima foto sebagai bukti. Pak Jason sampai mempertaruhkan nyawa untuk menyelamatkan Janice." Asisten itu menyerahkan foto.Elaine menatap foto itu sejenak, lalu mengangguk puas. "Bunuh saja mereka yang hanya bekerja demi uang itu. Nggak bakal ada yang mencari mereka. Setidaknya, tujuanku sudah tercapai."Asisten itu tampak sedikit cemas. "Kalau B
"Sampah! Aku bahkan sempat berpikir untuk membantunya!" Elaine mengepalkan tangannya, tatapannya penuh dengan kebencian. "Zachary, aku pasti akan membuatmu menyesal!"Setelah berkata demikian, dia menyipitkan mata menatap asistennya. Asisten itu segera mendekat dan menunduk untuk mendengarkan perintahnya.....Keesokan paginya.Sinar matahari menembus tirai tipis, menyinari meja teh dekat jendela. Cahaya yang dipantulkan tampak berkilauan, menciptakan suasana yang indah.Sebuah buku terbalik diletakkan di atas meja, menambahkan suasana tenang di ruangan.Janice mengedipkan matanya dan terbangun. Saat itu, dia baru menyadari bahwa dirinya sedang berada di rumah Jason.Dia langsung terduduk, menyadari bahwa entah sejak kapan dirinya tidur di ranjang. Namun, Jason tidak ada di sana.Janice segera bangun. Setelah memastikan pakaiannya hanya sedikit kusut tanpa ada yang aneh, dia melihat ke arah tempat tidur. Selimutnya masih rapi. Sepertinya Jason membaringkannya di tempat tidur setelah di
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti
Di Moonsea Bay.Janice baru saja menyerahkan kalung yang didesainnya untuk istri Hady si kurir itu.Hady tersenyum dan berkata, "Apa Vega sebentar lagi akan jadi seleb ya?"Janice yang kebingungan pun bertanya, "Apa maksudmu?""Istriku lihat gambar Vega saat sedang melihat-lihat video. Dia bilang sekarang banyak orang yang bilang dia mirip seseorang yang sangat terkenal ... namanya aku sudah lupa."Setelah mengatakan itu, perhatian Hady langsung tertuju pada kalung di dalam kotak. "Wah. Nona Janice, kamu benar-benar hebat. Aku nggak menyangka hanya dengan empat jutaan saja sudah bisa membeli kalung yang begitu bagus. Istriku pasti suka."Hady menutup kotaknya dengan hati-hati, lalu menyimpannya ke dalam saku di dalam jaketnya.Namun, Janice masih memikirkan perkataan Hady tadi. "Hady, gambar Vega apa yang tadi kamu maksud?""Itu komik yang digambar Nona Tukang Jerit di penginapanmu. Istriku bilang ceritanya sangat lucu dan karakter bayi yang baru muncul itu yang begitu mirip dengan Veg
Tanpa perlu dijelaskan, Norman tahu Arya pasti mengerti orang yang dimaksudnya adalah Janice. Dia meminta Arya melakukan itu karena merasa foto itu mungkin bisa membantu Jason di saat krusial.Saat terpikir Jason, Arya tersenyum pahit. Dia adalah orang yang paling mengerti kondisi Jason selama tiga tahun ini. Hanya saja, rencana seperti ini sering tiba-tiba berubah.Setelah mengajukan cuti dan hendak memesan tiket pesawat ke Kota Genggi, ponsel Arya tiba-tiba menerima pesan dari Zion.[ Aku menemani tuan mudaku dinas ke Kota Genggi. Bagaimana kalau aku terbang ke Kota Pakisa untuk bertemu denganmu? Tenang saja, aku nggak membawa anak. ]Arya langsung menyadari Zion juga sudah tahu dan merasa ada firasat buruk.Firasat buruk Arya memang benar. Pada detik berikutnya, Norman pun menerima perintah dari Jason. "Pak Jason sudah tahu Pak Landon pergi ke Kota Genggi. Dia suruh aku mengatur perjalanannya ke sana juga.""Habis sudah ...." Arya langsung merasa kesulitan.Keduanya pun akhirnya sep
Lima menit kemudian, Arya sudah terikat di kursi kantornya. Dia menatap Norman dan berkata sambil tersenyum, "Jangan main-main lagi, sebentar lagi aku harus keliling kamar pasien."Norman bersandar di meja dan berkata dengan ekspresi serius, "Minggu ini giliranmu jaga klinik, jadi kamu nggak perlu keliling kamar pasien. Jangan harap bisa menghindar. Cepat katakan, itu anak siapa?""Punya Zion," jawab Arya dengan sangat serius dan tegas.Sudut bibir Norman berkedut, lalu mengernyitkan alisnya dan berkata, "Kamu tahu maksudku."Arya mengalihkan pandangannya. "Hanya komik, kebetulan saja.""Kalau hanya kita bertiga yang mirip dengan karakter di komik itu, masih bisa dibilang kebetulan. Tapi, penampilan anak kecil itu hanya kamu, aku, dan Pak Jason saja yang tahu, siapa yang bisa gambar sampai begitu detail? Kecuali dia benar-benar ada. Perlu aku teruskan lagi?" jelas Norman."Bisakah kamu nggak seperti Pak Jason? Aku benar-benar nggak tahu," kata Arya sambil memalingkan wajahnya dengan gu
Saat Janice mengatakan itu, Louise merasa makin bersemangat. "Aku tiba-tiba dapat inspirasi, aku naik ke atas dulu."Melihat Louise berlari dengan cepat, Janice juga tidak terlalu memikirkannya karena kebetulan jam di dinding menunjukkan sudah waktunya untuk menjemput anak. Dia berjalan kaki menuju TK di kota. Pukul setengah empat, kelas penitipan anak pun pulang terlebih dahulu. Seorang anak kecil memakai topi kuning dan rambutnya dikepang dua berlari terhuyung-huyung ke arahnya."Mama, aku rindu kamu," kata Vega.Janice menggendong Vega, lalu mengeluarkan sebuah permen dari sakunya. "Guru bilang hari ini kamu paling baik, jadi ini hadiah untukmu.""Wah. Mama, terima kasih," kata Vega dengan sepasang mata yang terlihat bersinar, bahkan sempat mengecup pipi Janice.Setiap kali Vega mengecupnya seperti ini, Janice selalu merasa sangat bersyukur telah pergi dari kehidupan sebelumnya karena sekarang Vega akhirnya kembali lagi ke sisinya. Tanpa kehidupan yang mewah sekaligus menyesakkan se
[ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Jason menatap tulisan itu cukup lama sebelum akhirnya kembali tersadar. Tenggorokannya kering, suaranya serak saat berkata, "Tega sekali ...."Seolah-olah sudah bisa menebak isi surat itu, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi. Jason lantas meletakkan kedua surat itu berdampingan, mengambil dua gelang kapibara dari dalam lemari.Plak. Suara kecil terdengar saat gelang itu melingkar erat di pergelangan tangannya. Dia mengepalkan tangannya, menatap lekat-lekat dua kalimat yang menghantam hatinya.[ Kita jadian yuk. ][ Hubungan kita cukup sampai di sini saja. ]Seakan-akan baru saja mendapatkan sesuatu di detik sebelumnya, lalu langsung kehilangan di detik berikutnya.Wajah Jason perlahan memucat, matanya memerah. Dia menunduk sedikit untuk menyembunyikan kesedihannya."Janice, kembalilah."....Tiga tahun kemudian, di Moonsea Bay. Kurir bernama Hady sedang mengangkat paket-paket ke dalam mobil."Bu Janice, sepertinya tahun ini toko online-mu la
Kebetulan tangannya menyentuh kunci itu. Kira-kira, kunci yang satu lagi untuk apa?Jason mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, tetapi tidak melihat lemari yang terkunci. Dia pun berdiri dan melangkah ke kamar utama, ruangan yang paling tidak ingin dia buka. Meskipun sudah berlalu begitu lama, aroma Janice masih memenuhi setiap sudut ruangan.Pandangannya akhirnya tertuju pada satu-satunya lemari di sudut ruangan yang tidak ditutupi kain penutup debu, seolah-olah sedang menuntunnya.Jason membawa kunci itu mendekat dan membukanya dengan mudah. Yang terpampang di depan adalah semua hal yang berkaitan dengan dirinya dan Janice. Janice tidak membawa apa pun.Bahkan, gelang kapibara yang mereka menangkan bersama di pasar malam bertahun-tahun lalu pun masih ada di sana.Dua gelang itu tersimpan di dalam lemari, masing-masing menekan dua pucuk surat. Satu surat beramplop merah muda sudah tampak memudar warnanya, jelas sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.Yang satu lagi hanya amplop
Jason sangat paham arti sebenarnya dari desakan Anwar soal anak. Selain untuk mengikatnya, itu juga cara agar Keluarga Karim dan Keluarga Luthan terikat erat satu sama lain.Jason tidak akan membiarkan Anwar mendapatkan apa yang dia inginkan. Karena itulah, dia sudah mempersiapkan segalanya sejak awal.Saat ini, seluruh ruang makan menjadi hening. Bahkan saat sendok di tangan Rachel jatuh ke lantai, tidak ada yang bereaksi.Semua orang tahu Ivy tidak bisa punya anak, sementara Zachary lebih memilih terus diserang daripada menceraikannya. Jadi, satu-satunya harapan garis keturunan Keluarga Karim ada pada Jason.Kini, Jason telah melakukan vasektomi. Itu artinya, dia benar-benar memutus harapan Anwar.Dada Anwar naik turun. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya berbicara, "Jangan bercanda seperti itu. Aku cuma seorang ayah yang ingin melihat cucuku lahir dengan mataku sendiri.""Kamu sudah punya cucu. Namanya Yoshua. Lupa secepat itu?" timpal Jason dengan datar."Yang sudah berl
"Kenapa aku merasa Jason sekarang lebih pendiam dari sebelumnya?""Katanya tahun pertama pernikahan itu manis seperti madu, tapi lihat deh dia, apa kelihatan kayak pengantin baru?""Shh!"Seseorang menegur pelan.Dua orang yang sedang berbicara itu langsung diam saat melihat Rachel berjalan pelan di belakang Jason.Rachel mendengarnya, menggigit bibir sambil mempertahankan senyum di wajahnya.Saat makan siang, semua orang duduk sesuai dengan tempat duduk yang sudah ditentukan. Zachary dan Ivy memandangi ruangan, baru melihat nama mereka di pojok ruangan.Kebetulan saat itu Elaine masuk, menatap posisi duduk di barisan depan, lalu melihat ke arah mereka berdua dan mengejek dengan tawa sinis.Zachary menatap Ivy dengan pasrah. "Kalau kamu nggak enak badan, aku bisa minta orang antar kamu pulang dulu."Ivy tersenyum. "Nggak apa-apa. Dulu kita makan jajanan di pinggir jalan juga santai saja, 'kan? Di sini juga tenang. Kamu itu bagian dari Keluarga Karim, nggak usah bikin keadaan tambah can