Pada saat yang sama, hidung Janice mencium aroma parfum yang sangat khas. Aromanya samar, tetapi cukup untuk langsung menarik perhatian siapa pun.Ini adalah pertama kalinya Janice mencium aroma seperti ini. Bukan parfum yang biasa dijual di toko-toko, melainkan lebih seperti parfum yang diracik khusus.Namun ... apakah orang yang memakai parfum semahal ini, masih mau berbelanja di supermarket biasa?Dengan rasa penasaran, Janice menoleh sedikit ke samping. Wajah yang indah terpampang jelas di hadapannya. Wajah itu terlihat dingin dan tidak acuh.Saat mencicipi makanan sampel, wanita itu memegang tusuk gigi seolah-olah sedang memegang perhiasan mahal.Menyadari tatapan Janice, wanita itu menoleh dan mengangkat alis. "Ada perlu?" tanyanya dengan nada datar, sulit menebak emosinya.Janice segera tersadar, lalu tersenyum canggung. "Nggak ada."Wanita itu mencicipi roti di tusuk gigi. "Lumayan, beri aku beberapa."Melihat cara berpakaian wanita itu, pegawai toko langsung mengambil 3 kanton
Norman mengangkat tangan untuk menghentikan Rensia, tetapi Jason melambaikan tangan dan berkata, "Biarkan dia pergi."Rensia tersenyum dan berkata, "Kak Jason, sampai jumpa besok."Setelah Rensia pergi, Norman segera maju dan berkata, "Aku sudah menambah orang untuk mengikuti Nona Janice."Jason tidak mengatakan apa-apa, hanya diam dan merokok.Pada saat itu, beberapa orang berlari masuk ke tempat parkir dengan cepat."Cepat pergi, ada tabrakan mobil di depan supermarket. Aku dengar ada dua wanita muda yang tertabrak.""Aku sudah melihatnya. Salah satu dari mereka sebenarnya bisa menghindar, tapi tangannya terluka. Jadi, dia nggak bisa bangun. Sayang sekali ...."Norman langsung menatap Jason saat mendengar percakapan itu, tetapi Jason sudah tidak ada di sana.....Saat Janice dan Naura keluar dari supermarket sambil membawa barang, ada sebuah mobil yang tiba-tiba melaju ke arah mereka. Mereka tidak sempat menghindar, tetapi orang di samping mereka yang juga ketakutan tidak sengaja men
Janice menemukan Naura yang sedang menonton keributan di pintu utama supermarket."Janice, kamu baik-baik saja, 'kan? Tadi aku terdorong keluar dan nggak bisa keluar lagi," kata Naura sambil merapikan gaunnya yang kacau karena terdorong orang."Nggak apa-apa. Tadi aku keluar lewat pintu samping," jelas Janice."Kamu memang pintar. Ayo pergi, kita cepat pulang. Ini sudah hampir jam satu, kita naik taksi saja. Aku sengaja beli iga, nanti aku bikin sup untukmu," kata Naura sambil mengeluarkan ponselnya untuk melihat waktu."Kita makan yang simpel saja, nggak perlu repot-repot," kata Janice yang merasa hari ini Naura terlihat agak aneh. Naura biasanya agak cerewet, tetapi sekarang malah begitu perhatian.Setelah membantu Janice ke pinggir jalan untuk naik taksi, Naura mengomel, "Nggak boleh asal makan. Tanganmu masih terluka, kamu harus makan yang bergizi."Janice masih kebingungan, tetapi dia tetap ikut masuk ke dalam mobil bersama Naura. Dalam perjalanan pulang, Naura menunjuk sayur di d
"Pak Jason masih belum datang?" tanya Landon."Belakangan ini dia sangat sibuk. Datang agak telat juga nggak apa-apa, aku akan menunggunya," jawab Rachel yang berusaha membela Jason.Melihat adiknya seperti itu, Landon merasa agak tidak tega. "Rachel, kalau ....""Aku nggak apa-apa, jangan berpikir sembarangan. Dia memang selalu sibuk. Nanti setelah menikah, kita akan punya lebih banyak waktu untuk bersama," kata Rachel yang bersikeras menyela.Melihat sikap Rachel, Landon juga tidak berbicara lebih banyak lagi.Pada saat itu, terdengar suara kepala pelayan dari arah pintu. "Pak Jason.""Ya," jawab Jason sambil melangkah masuk ke ruangan itu dengan tatapan yang dingin dan aura yang memancar dari tubuhnya membuat orang takut. Dia melirik wanita yang duduk di samping Anwar, lalu maju dengan tanpa ekspresi.Anwar berdiri dan berkata, "Karena semuanya sudah datang, aku akan memperkenalkan kalian dulu. Ini kerabat jauh Keluarga Karim, Rensia. Ibunya sudah lama tinggal di luar negeri. Sekara
Janice menemukan Landon dan wanita itu berada di bagian luka bakar di rumah sakit dan membelakangi pintu. Saat dokter dan perawat sedang merawat luka bakar itu, wanita itu langsung menyandarkan diri ke pelukan Landon."Sakit sekali, aku sangat takut," kata wanita itu.Janice merasa sangat familier dengan suara itu, tetapi dia tidak bisa mengingat di mana pernah mendengar suara itu.Namun, ada seorang perawat yang datang sambil membawa obat. "Nona, tolong minggir sebentar."Suara dari perawat itu membuat Landon dan wanita itu yang berada di dalam ruangan terkejut dan menoleh secara bersamaan.Landon terkejut dan memanggil, "Janice."Janice akhirnya bisa melihat jelas wajah wanita itu yang ternyata wanita di supermarket kemarin, Rensia. Ekspresi Rensia terlihat tetap tenang saat melihatnya, seolah-olah sudah memprediksi mereka akan bertemu lagi. Sepertinya, kebetulan bertemu di supermarket itu memang sengaja diatur. Rensia perlahan-lahan bersandar ke Landon dan tatapannya menantang saat
"Nona, Tuan Anwar ada di ruang kerja," kata kepala pelayan itu."Ya," jawab Rensia sambil tersenyum dingin, lalu berbalik dan mengikuti kepala pelayan itu masuk ke ruang kerja.Saat menutup pintu, kepala pelayan bahkan sengaja membanting pintunya dengan keras.Pada detik berikutnya, terdengar suara benda terjatuh ke lantai dan teriakan. "Dasar nggak berguna! Bisa-bisanya dikembalikan orang dalam keadaan utuh."....Di ruang terapi rumah sakit.Setelah mengenakan alat penyangga, Janice langsung merasa sangat sakit sampai seluruh tubuhnya penuh dengan keringat dingin. "Sakit sekali.""Tahan sebentar, ini untuk mencegah ototmu mengecil," kata dokter mengingatkan."Ya," jawab Janice sambil menahan rasa sakit dan menganggukkan kepala. Namun, begitu dokter pergi, dia langsung menggigit bibir karena tidak sanggup menahan rasa sakitnya lagi sampai mulutnya penuh dengan amis darah. Karena tidak ingin orang lain melihatnya dalam keadaan lemah, dia hanya bisa menundukkan kepala dan terus menahann
Suara Jason dan Janice sudah mengganggu pasien lainnya yang sedang menjalani terapi di ruangan depan, bahkan beberapa dari mereka sampai menoleh ke arah keduanya.Setelah menjaga jarak, Janice juga tidak menatap Jason lagi.Melihat sikap Janice yang dingin, tatapan Jason menjadi makin muram dan berkata, "Aku tunggu kamu di luar."Setelah mengatakan itu, Jason berdiri dan meninggalkan ruangan itu.Namun, Janice yang berada di belakang kembali berkata, "Pak Jason, bisakah kamu pergi? Makin jauh makin baik, aku benar-benar nggak ingin melihatmu lagi."Jason tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu kembali melangkah dengan punggung yang terlihat sepi.Satu jam kemudian, terapi Janice akhirnya selesai. Saat dia hendak berdiri, sebuah tangan tiba-tiba mengambil tasnya."Maaf, aku datang terlambat," kata Landon dengan ekspresi menyesal."Nggak apa-apa. Kondisi Nona Rensia sudah membaik?" tanya Janice."Kamu kenal dia?" tanya Landon yang langsung menangkap sesuatu dari perkataannya.
Janice tidak marah saat mendengar perkataan Fiona, melainkan tersenyum. "Kalau begitu, kenapa Keluarga Luther nggak mau kamu yang sehat dan punya latar keluarga bagus?""Dasar sombong! Hubunganmu dan Pak Landon hanya sementara, kamu pikir dia benar-benar akan menikahimu?" kata Fiona sambil mendengus.Janice menatap Fiona dan berpikir sejenak, lalu mendekati Janice dan berbisik, "Mungkin aku nggak bisa, tapi aku tahu kamu juga nggak bisa."Dia tidak menjelaskan maksudnya, melainkan mengangkat kantongnya dan berpamitan dengan rekan kerja lainnya.Fiona yang masih belum mengerti pun mengejar Janice dan berteriak, "Janice, berhenti. Jelaskan ucapanmu tadi, kenapa kamu bisa yakin aku nggak bisa bersama Pak Landon?"Janice pun meniru sikap Fiona sebelumnya, pura-pura terkejut dan berkata, "Ternyata kamu benar-benar nggak tahu ya?""Tahu apa?" tanya Fiona dengan kesal sambil menarik tas Janice."Kamu yakin bisa menikah dengan Pak Landon karena Bu Elaine membantumu, 'kan? Tapi, aku dengar Pak
Jason tersenyum. "Baiklah, aku akan menunggu."Saat Jason menerima Vega yang agak memberontak, Hady langsung tertegun saat menatap mereka. "Pantas saja aku merasa kamu begitu familier, kalian berdua ....""Keluarga pasien! Keluarga pasien!" teriak perawat."Aku segera ke sana," jawab Hady.Setelah Hady pergi, Vega mengangkat kepala dan menatap wajah Jason. Namun, dia tidak menangis ataupun marah.Meskipun anak itu ada di depan mata, Jason masih merasa semuanya tidak nyata. Dia memeluk Vega dengan lebih erat dan menarik Vega agar lebih dekat dengan hati-hati. Saat dia bisa mencium aroma khas tubuh Vega dan bahkan ada sedikit bau Janice yang samar-samar, dia baru berani yakin anak ini adalah Vega di mimpinya. Hanya saja, wajah anak ini lebih bulat daripada wajah Vega di mimpinya.Mulut Jason bergerak, seolah-olah ada banyak hal yang ingin ditanyanya. Namun, saat dia hendak membuka mulut, Vega yang berada dalam pelukannya bergerak beberapa kali dan menunjuk mesin penjual otomatis di loron
Saat pria itu hendak memakaikan kalung itu pada istrinya, Jason tiba-tiba menggenggam pergelangan tangan pria itu. "Kalung ini dari mana?"Nada bicara Jason yang dingin membuat pria itu terkejut dan menjawab, "Dari ... Vega Jewelry. Bosnya adalah orang dari desa kami. Dia menjual perhiasan, sangat hebat."Wanita yang baru saja melewati kontraksinya pun meninju suaminya. "Apanya yang penjual perhiasan? Ini namanya desainer perhiasan.""Ya, aku memang mudah lupa," kata pria itu.Jason menatap desain pita yang pita yang istimewa itu. Dari lekukan hingga ukiran yang kecil-kecil di atasnya, semuanya itu adalah gaya khas Janice. Tenggorokannya terasa kering dan bertanya dengan suara serak, "Siapa?""Ja .... Ah! Sakit sekali!" teriak wanita itu tiba-tiba sebelum selesai menjawab pertanyaan Jason, lalu mencengkeram suaminya dan Jason dengan erat.Begitu pintu lift terbuka, kebetulan ada seorang perawat yang melihat kejadian itu dan segera memanggil orang untuk membantu. Saat dokter bertanya te
Nama yang tertera di sepatu itu adalah Vega.Saat itu, seorang guru yang sedang menjaga ketertiban di lokasi itu segera berlari mendekat. "Mama Vega, Vega nggak ada di sini. Anak-anak yang terluka parah sudah segera dibawa ke rumah sakit kota.""Terluka parah?" tanya Janice dengan suara bergetar.Guru itu menggigit bibirnya, lalu berkata, "Kepala sekolah sudah pergi ke sana, kamu juga segera pergi ke sana saja."Janice baru saja hendak berbalik, tetapi tubuhnya langsung ambruk.Arya segera memapah Janice. "Aku antar kamu ke rumah sakit."Janice hanya bisa menahan air matanya dan menganggukkan kepala. Setelah berlari ke rumah sakit dan diberi petunjuk oleh perawat, dia pun menemukan lantai tempat para korban kecelakaan TK dirawat. Di tengah kerumunan, dia langsung menemukan gurunya Vega. "Guru, mana Vega? Dia baik-baik saja, 'kan?""Vega baik-baik saja. Saat aku membawanya untuk menghindar, aku terpaksa membawanya bersamaku ke rumah sakit karena aku harus buru-buru mengantar para korban
Begitu mendengar terjadi kecelakaan di TK, Janice tanpa ragu langsung berlari keluar. Arya dan Louise segera mengikuti dari belakang."Kenapa bisa terjadi kecelakaan mobil di TK?" tanya Arya."TK ini dibangun di lereng. Saat bus pariwisata turun dari bukit, sopirnya juga nggak tahu kenapa nggak menginjak rem dan langsung menerobos masuk ke TK. Saat itu banyak anak-anak yang sedang bermain .... Aduh, tunggu aku!" jelas Louise.Hanya mendengar penjelasan singkat dari Louise, naluri menyelamatkan sebagai seorang dokter membuat Arya langsung tahu kecelakaan ini sangat parah.Saat ini, sebuah bus besar terjepit di tembok TK. Bagian depan bus sudah menerobos masuk ke lapangan bermain sepenuhnya, sedangkan bagian belakangnya tergantung. Banyak orang di sekitar yang sedang membantu dan banyak anak yang diangkut keluar dengan menangis terisak-isak.Janice segera berlari mendekat dan menarik seorang anak yang sedang memegang lengannya. Anak itu adalah teman sekelas Vega. "Mana Vega?"Anak itu me
"Wanita apa? Panggil aku Wanita Ganas Pengayun Golok Tengah Malam," kata Louise yang berdiri di depan Janice dan melihat pria di depannya dengan tatapan ganas.Pria itu bertanya sambil mendesis, "Kamu penulis komik itu, 'kan?"Louise merapikan rambutnya, lalu berkata dengan suara yang menjadi manis, "Kamu ini penggemar fanatik, 'kan?""Aku bukan penggemar fanatik, aku adalah dewa," kata pria itu dengan kesal, lalu melempar sapunya dan menepuk debu di pakaiannya. Setelah itu, dia berjalan melewati Louise dan mendekati Janice.Melihat pria itu sudah mengejar sampai sini, Janice merasa tidak perlu bersembunyi lagi. Lagi pula, pria ini sudah melihatnya mengantar anak. Dia menepuk bahu Louise dan berkata dengan tak berdaya, "Aku kenal dia."Louise terkejut, lalu mulai menebak-nebak. "Jangan-jangan dia ini ... ayahnya Vega?""Jangan sembarang berbicara. Kalau ada yang mendengar, aku akan mati," kata pria itu dengan marah.Mendengar perkataan itu, Janice tersenyum dan menggelengkan kepala kar
Zion segera maju dan memapah Landon. Saat melihat luka Landon dari dekat, dia langsung mengernyitkan alis. "Pukulan Pak Jason terlalu keras."Landon mengambil handuk dan menyeka sudut bibirnya. "Sudahlah, anggap itu pelampiasan saja. Kalau dia sudah menemukan tempat ini, kita sepertinya nggak bisa menipunya dengan bilang hanya kebetulan saja. Lebih baik beri Janice sedikit waktu lagi.""Tuan Landon, kamu sebenarnya punya niat pribadi juga, 'kan? Kamu ingin lebih dulu menemukan Nona Rachel daripada Pak Jason, 'kan?" kata Zion.Landon sama sekali tidak membantah. Dia sering berpikir apakah semuanya akan berbeda jika dia yang bertemu dengan Janice terlebih dahulu. Oleh karena itu, kali ini dia juga ingin mengambil risiko. "Zion, terus selidiki jejak Janice. Harus lebih cepat dari Pak Jason.""Baik," jawab Zion.....Setelah kembali ke kamar, Jason mengambil handuk dan menyeka tangannya yang terluka dengan tatapan dingin dan ekspresi cuek.Norman baru saja ingin mendekat dan menenangkan, t
"Biar aku saja," kata Dipo."Nggak perlu. Kamu ini baru pulang seminggu sekali, cepat pergi lihat orang tuamu," kata Janice sambil tersenyum dan menggendong Vega, lalu berbalik dan masuk ke penginapan.Dipo terbata-bata sejenak, lalu akhirnya memutuskan untuk pergi.Louise mengikuti Janice dan berkata, "Dokter Dipo sepertinya tertarik padamu dan sangat baik dengan Vega juga. Kenapa kamu malah menolaknya?""Sekarang kehidupanku cukup baik, aku hanya butuh Vega saja," jawab Janice sambil memeluk Vega dengan erat. Dia berpikir orang tidak boleh terlalu serakah.Louise mengangkat bahunya dan bertanya dengan penasaran, "Jangan-jangan kamu masih memikirkan ayahnya Vega? Dia itu pria berengsek."Janice langsung menutup telinga Vega. "Jangan sampai anak kecil mendengarnya.""Baiklah. Oh ya. Tadi ada pria yang super tampan datang ke sini, penampilannya itu seperti model," kata Louise sambil terus menggerakkan tangannya.Janice hanya menganggukkan kepala dengan cuek, sama sekali tidak memedulika
Saat Janice dan Dipo sedang membicarakan beberapa hal, Louise pergi keluar sambil memegang lolipop. Namun, Vega ternyata tidak berada di sana, dia pun terkejut sampai berkeringat dingin. Dia segera menarik salah satu karyawan dan bertanya, "Mana Vega?"Karyawan itu menunjuk ke toko hadiah di sebelah dan berkata, "Dia ke sana untuk cari makan dan minum lagi."Tetangga serta orang-orang di sekitar sana sudah sangat akrab dan Vega juga anak kecil satu-satunya di jalan itu, sehingga semua orang sangat menyayanginya.Louise baru saja hendak menghela napas lega, tetapi tatapannya tiba-tiba tertuju ke seberang jalan. "Wah .... Pria super tampan!"Karyawan itu pun terkekeh-kekeh. "Mulutmu jangan terbuka begitu .... Memang tampan, tapi kenapa rasanya agak familier?""Kamu jangan bodoh begitu, lihat aku saja," kata Louise sambil merapikan rambutnya dan hendak berjalan ke arah pria itu.Namun, karyawan itu menghentikan Louise. "Kamu yakin mau pakai piama ke sana?"Mendengar perkataan itu, Louise
Karakter dalam komik itu fiktif dan gambar anak kecil itu juga hanya mirip dengan Vega sekitar 70% sampai 80% saja. Oleh karena itu, tidak bisa dibilang identik dan tidak termasuk dengan pelanggaran privasi juga. Namun, Louise sangat menyukai Vega, tentu saja tidak ingin mempersulit Janice. "Kalau begitu, nanti aku akan klarifikasi dan ubah penampilan bayi itu.""Baiklah," jawab Janice.Begitu percakapan keduanya selesai, televisi di dinding ruang tamu penginapan tiba-tiba menayangkan berita yang sedang viral. Berita itu berisi gambaran Jason yang memapah Rachel masuk ke dalam rumah sakit, sedangkan Rachel terlihat bergerak dengan sangat pelan. Reporter berspekulasi program kehamilan mereka sudah berhasil.Saat melihat gambaran di layar televisi, Janice langsung tercekat. Setelah dia pergi, Anwar selalu mencari kesempatan di berbagai acara untuk mengumumkan pasangan suami istri itu sedang berusaha memiliki anak. Belakangan ini, Rachel juga ikut mengiakan kabar itu. Dia berpikir seperti