Share

Bab 2

Di bangsal No. 204.

Setelah beristirahat semalaman, Karina berhasil melewati masa kritisnya dan kembali sadar.

Ambar, ibu Karina, dengan penuh perhatian menyuapi Karina dengan sup yang bergizi.

Di samping Karina, berdiri seorang pria terpelajar dan sopan.

Pria tersebut adalah Reza Ardiyanto, saingan Yoga dalam memperebutkan cinta Karina.

“Istirahatlah dulu, Bi. Biar aku saja yang menyuapi Karina dengan sup ini,” kata Reza dengan penuh perhatian.

Ambar buru-buru berkata, “Reza, bicara mengenai lelah, nggak ada yang bisa dibandingkan denganmu. Kemarin, kamu sudah menyumbangkan begitu banyak darah untuk Karina dan menjaganya sepanjang malam. Lihatlah, betapa lelahnya dirimu. Kamu terlihat lemah dan pucat.”

“Bi, kalau Bibi berkata seperti itu, artinya Bibi menganggapku sebagai orang lain. Sudah seharusnya aku melakukan semua ini,” kata Reza.

Padahal yang sebenarnya terjadi, Reza juga baru saja datang.

Penampilannya yang terlihat lemah dan pucat, itu semua karena dia bergadang semalaman di bar.

Begitu Reza tiba di rumah sakit, Ambar menyuruh Reza untuk patuh dan mengatakan bahwa dialah yang sudah mendonorkan darahnya kepada Karina semalam.

Reza tahu jika yang dilakukan Ambar adalah untuk menyatukan dirinya dan Karina. Tentu saja, Reza tidak menolaknya.

Reza sudah lama menginginkan Karina.

Setelah mengetahui jika Reza yang sudah mendonorkan darah untuknya, Karina pun menatap Reza dengan penuh rasa terima kasih.

Tentu saja, hal tersebut tidak lebih dari menghargai kebaikan Reza semata.

“Terima kasih, Tuan Muda Reza.”

“Nggak perlu mengucapkan terima kasih. Ini semua sudah menjadi kewajibanku.” Ucapan Reza terdengar ambigu.

Ambar menghela napas dan berkata, “Membandingkan orang yang satu dengan yang lainnya, hanya akan membuat kita merasa sedih. Membandingkan suatu barang dengan barang yang lainnya, akan membuat kita merasa nggak puas. Kata-kata ini memang benar adanya. Kemarin, kamu membutuhkan transfusi darah untuk bisa selamat. Aku tahu golongan darah Yoga juga B. Itu sebabnya, aku meneleponnya untuk meminta bantuan. Tapi, siapa sangka kalau manusia nggak berguna itu nggak mau menolongmu. Dia bahkan juga nggak mau menjawab teleponku. Kalau bukan karena Tuan Muda Reza datang tepat waktu, aku takut mungkin kamu sekarang sudah … aduh! Kamu sudah bercerai dengannya, ‘kan Karina?”

Hmm?

Karina mengerutkan kening.

Yoga benar-benar nggak berperasaan. Baru saja bercerai kurang dari setengah hari, dia benar-benar membiarkanku mati? Apa perasaan Yoga padaku dulu, semuanya itu palsu? Atau, apakah Ibu yang berbohong padaku?

Tiba-tiba saja, Karina teringat sesuatu dan buru-buru berkata, “Omong-omong, aku membaca berita kalau Raja Agoy yang Perkasa mempersiapkan diri untuk datang ke Daruna. Aku nggak tahu apakah berita ini benar atau bohong?”

“Kamu juga sudah mendengar berita itu ya, Karina?” tanya Reza. “Berita itu memang benar. Kamu juga tahu sendiri posisi Raja Agoy yang Perkasa di kancah ekonomi global. Kalau dia bersiap datang ke Daruna, hal ini akan menjadi peluang besar bagi kita. Bahkan, juga bagi perekonomian Daruna.”

Setelah memastikan jika berita tersebut memang benar, Karina menjadi begitu antusias, hingga tidak bisa berbicara dengan jelas.

Karina menganggap, bertemu dengan Raja Agoy yang Perkasa adalah cita-citanya sepanjang hidupnya.

Sekarang, Raja Agoy yang Perkasa tiba-tiba saja ingin pergi ke Daruna. Karina merasa jika dirinya selangkah lebih dekat dengan cita-citanya.

Namun, dalam sekejap, Karina menjadi kembali tenang.

Jadi, bagaimana jika Raja Agoy yang Perkasa sudah berada di Daruna nantinya? Mungkin, orang terkaya di Daruna sekalipun akan sulit untuk bertemu dengannya. Apalagi diriku.

“Karina, aku dengar kamu mengidolakan Raja Agoy yang Perkasa ya?” tanya Reza.

Karina mengangguk. “Ya. Aku selalu memimpikan untuk bertemu dengannya.”

“Aku mendapat informasi yang bisa dipercaya. Baru-baru ini, Bu Nadya dari Grup Magani ingin mengadakan perjamuan makan untuk Raja Agoy yang Perkasa. Pada saat itu, dia akan mengundang banyak selebritas papan atas untuk ikut menemani,” kata Reza. “Aku pikir dengan mengandalkan koneksiku, seharusnya aku bisa mendapatkan tempat untukmu.”

Karina merasa begitu bersemangat hingga tidak bisa menahan diri. “Bagus sekali, Tuan Muda Reza. Terima kasih.”

Melihat waktunya tepat, Ambar pun berkata, “Reza, tolong berikan sup ini pada Karina. Aku harus pulang sebentar.”

Reza tahu jika Ambar sedang memberikan kesempatan kepada mereka berdua. Oleh karena itu, dia cepat-cepat mengambil mangkuk sup tersebut. “Bi, pulanglah dan istirahatlah dengan baik. Serahkan saja Karina padaku.”

Ambar berdiri dan keluar.

Siapa sangka begitu membuka pintu, secara kebetulan dia bertemu dengan Yoga.

Yoga baru saja tersadar dan tidak sabar untuk melihat keadaan Karina.

Namun, adegan dalam bangsal membuat hatinya sakit bagaikan ditusuk sembilu.

Karina oh Karina. Aku hampir mempertaruhkan nyawa untukmu. Tapi, bukan hanya nggak peduli padaku, kalian juga nggak mau menghargaiku. Bahkan, kamu malah menggoda pria lain di sini. Kenapa kamu bisa begitu kejam?

Yang lebih penting lagi, pria itu sebelumnya merupakan musuh bebuyutan Yoga.

Yoga bahkan menduga jika Reza juga terlibat dalam tragedi yang menghancurkan keluarganya waktu itu.

Ambar berteriak keras, “Kamu si orang nggak berguna, masih punya muka untuk datang kemari? Cepat pergi, kamu nggak punya tempat di sini!”

Yoga mentertawakan dirinya sendiri. “Sepertinya aku datang di waktu yang nggak tepat.”

Karina berkata dengan nada yang terdengar seperti orang yang sedang menginterogasi, “Yoga, aku bertanya padamu. Ibuku sudah meneleponmu beberapa kali, kenapa kamu nggak menjawabnya?”

Ambar dan Reza langsung menjadi gugup. Mereka khawatir jika kebohongannya akan terbongkar.

Yoga mengerutkan kening. “Meneleponku? Ponselku sudah rusak sejak kemarin.”

Wajah Karina makin terlihat muram.

Sebelumnya, Karina menduga jika ibunya sudah berbohong kepadanya. Ibunya tidak menelepon Yoga, sehingga Yoga tidak tahu jika Karina terluka dan dirawat di rumah sakit. Itu sebabnya Yoga tidak datang.

Sekarang, sepertinya Karina sudah berpikiran macam-macam. Ibunya memang menelepon Yoga.

Yoga sendiri yang malah berbohong dengan mengatakan ponselnya rusak untuk membela diri.

Setan sekalipun juga tidak akan percaya dengan alasan seperti itu.

Karina benar-benar kecewa pada Yoga.

“Pergilah, Yoga. Mulai sekarang, kita jalani hidup kita masing-masing dan nggak punya hubungan satu sama lain.”

Setiap kata yang diucapkan Karina bagaikan paku baja yang menancap kuat di hati Yoga.

Hati Yoga hancur lebur.

Bahkan, orang asing sekalipun nggak mungkin sekejam ini, ‘kan?

Agar masalah donor darah tidak terungkap, Ambar kembali mengusir Yoga. “Yoga, apa kamu dengar? Karina menyuruhmu pergi! Kalau kamu nggak mau pergi, jangan salahkan aku kalau bersikap kasar padamu!”

Ambar mengulurkan tangannya dan menampar wajah Yoga dengan cekatan.

Yoga mengangkat tangannya dan menangkap lengan Ambar dengan mudah. “Maaf. Bocah malang yang dulu sering kalian perlakukan dengan buruk, sekarang sudah mati. Mulai sekarang, siapa pun yang menyentuhku, aku akan menghancurkan seluruh keluarganya!”

Yoga mengayunkan tangannya sedikit dan Ambar langsung mundur beberapa langkah.

Kemudian, Ambar jatuh begitu saja ke lantai dan menangis sejadi-jadinya. “Yoga, kamu memang nggak tahu diuntung! Kamu makan dan minum dari rumahku selama ini. Nggak apa-apa kalau kamu nggak mau berterima kasih. Tapi, baru sehari bercerai, kamu sudah berani memukulku! Karina, lihatlah orang macam apa yang sudah kamu nikahi ini!”

Reza melihat adanya kesempatan untuk tampil ke depan.

Dia pun berteriak dengan keras, “Yoga, kamu memang binatang. Kamu bahkan berani memukul Bibi. Pantaskah kamu untuk Karina? Hari ini, aku akan menggantikan Karina untuk memberimu pelajaran yang baik!”

Reza menghantamkan tinjunya ke kepala Yoga.

Yoga dengan mudahnya menangkap kepalan tangan Reza dengan tangan kirinya. Kemudian, tangan kanannya langsung mencengkeram leher Reza dan mengangkatnya seperti seekor anjing yang sudah mati.

Keinginan untuk membunuh dalam diri Yoga begitu kuat.

Semua orang yang hadir menjadi tercengang.

Apakah dia masih Yoga si pengecut yang mereka kenal?

Seorang pengecut yang hanya diam saja saat dipukuli dan dimarahi?

Sudah cukup!

Pada saat yang kritis seperti itu, Karina berkata, “Yoga, pergilah dari sini! Jangan sampai aku melihatmu lagi! Pergi!”

Kata ‘pergi’ membuat Yoga menjadi lebih tenang. “Pergi. Baik, aku pergi.”

Yoga menjatuhkan Reza dan melampiaskan amarahnya pada cermin di dekatnya.

Hanya dengan satu pukulan, cermin itu langsung hancur berkeping-keping. Kepalan tangan Yoga juga terluka parah.

“Mulai sekarang, aku dan kamu seperti cermin yang pecah ini. Kita berdua sudah nggak mungkin lagi bersatu.”

Yoga menyeret tubuh dan pikirannya yang lelah, lalu pergi dalam keadaan menyedihkan.

“Gila, kamu memang benar-benar gila.” Ambar terus berteriak dan mengumpat, “Baru sehari bercerai, sifat aslimu yang buruk sudah mulai kelihatan. Karina, kita semua sudah ditipu oleh orang yang nggak berguna ini selama bertahun-tahun.”

Karina merasa sakit kepala. “Sudahlah, Bu. Jangan lupa kalau ibulah yang memulainya. Sebaiknya kalian pulang dulu. Aku ingin menyendiri.”

Reza mengantar Ambar pulang.

Mereka berdua baru saja pergi, ketika perawat yang bertugas datang untuk mengganti obat Karina. “Nona Karina, apa Anda sudah merasa lebih baik?”

“Aku sudah merasa lebih baik. Terima kasih,” jawab Karina.

Perawat itu berkata dengan santai, “Nona Karina, siapa yang mendonorkan darah kepada Anda kemarin? Kenapa dia begitu peduli pada Anda? Demi mendonorkan darah untuk Anda, dia tidak memedulikan nyawanya sendiri. Dia jatuh pingsan karena terlalu banyak darah yang diambil dan baru sadar setelah berbaring semalaman di bangsal.”

Hmm?

Karina tertegun untuk sesaat.

Si pendonor jatuh pingsan di bangsal semalaman?

Namun, Reza semalam terus menjaga Karina.

Mungkinkah …

Karina tiba-tiba menyadari sesuatu dan buru-buru bertanya, “Apa pendonor itu bernama Reza?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status