"Ma, coba mama hubungi nomer Bara. Siapa tahu Bara bisa bantuin kita dari pada kita disuruh cuci piring semalaman. Nggak banget dan pasti bikin kita hilang muka." Tamara meminta pada ibunya menghubungi nomer adik bungsunya.
"Iya, Ma. Benar kata Tamara. Coba mama telepon nomer Bara.""Iya iya sebentar mama mau hubungi ke nomer Bara." Widya segera mencari kontak milik putra semata wayangnya. Setelah menemukan nomer tersebut dari deretan nomer yang tersimpan di aplikasi kontak miliknya.Sudah beberapa kali Widya mencoba untuk menghubungi nomer tersebut namun nihil tidak ada balasan dari seberang."Bagaimana, Ma?" tanya Tamara dengan raut cemasnya karena sedari tadi ia melihat ekspresi ibunya yang berdecak kesal.Widya menggelengkan kepalanya. "Belum nyambung. Apa mungkin pesawat mereka belum sampai atau ponsel mereka masih mati."Tamara terlihat gusar. "Terus nasib kita bagaimana ini? Bagaimana ceritanya kartu ATM mama dan milik mas Kevin barengan nggak bisa dipakai?" Tamara mulai menaruh curiga."Itu yang bikin mama bingung. Tidak biasanya seperti ini.""Apa mungkin Bara telat ngisi atau telat bayar tagihan kartu kreditnya?" sela Kevin."Ya nggak mungkin lah. Kan keuangan di perusahaan ada orangnya Bara. Nggak mungkin mereka mempersulit keuangan keluarga atasan mereka."*"Mas bagaimana ini? Kalau kita nggak bisa bayar itu artinya kita nggak akan dapat kamar." Nampak kekhawatiran yang tergambar jelas di wajah keduanya."Kamu tenang dulu. Mas menghubungi Vicky dulu." Vicky adalah orang kepercayaan Bara yang bekerja sebagai manager keuangan dan mengantikan manager yang sebelumnya untuk melancarkan semua aksi curang nya.Tanpa sepengetahuan Bara. Vicky tertangkap tangan telah menggelapkan uang perusahaan. Dan setelah di telusuri oleh tim audit yang sengaja dibentuk oleh El dan juga Danu. Vicky akhirnya mengakui semuanya dan bersedia untuk bekerja sama dengan El."Bagaimana, Mas? Vicky bisa dihubungi nggak?" Bara menggeleng. "Apa dia masih sibuk dengan kerjaannya?" "Mungkin. Nomernya aktif tapi kenapa panggilan kamu nggak diangkat nya." Keysa mulai kesal. Rasa penatnya seolah telah menghilang berganti dengan kegelisahan."Kalau seperti ini bisa-bisa kita jadi gembel, Mas. Tiket pesawat kita juga masih ada tiga hari lagi. Masa iya kita tidur di pinggir jalan." Keysa mulai merengek persis anak kecil."Kamu yang sabar dulu. Aku juga berusaha untuk menghubungi orang-orang." Bara berusaha untuk menyakinkan istri barunya.*"Bagaimana?" tanya El pada seseorang."Iya, suami mu pasti sudah kebingungan sekarang karena tidak bisa membayar biaya sewa hotel karena kartu ATM miliknya sudah kita blokir berserta kartu milik keluarganya." Ucap seseorang tersebut dengan percaya dirinya."Tapi kalau gundiknya itu punya kartu ATM kan bisa pakai kartu miliknya.""Tapi dugaanku tidak. Buktinya Bara terus menghubungi nomer Vicky."Ponsel milik Vicky telah disita oleh El sebagai salah satu barang bukti atas kasus kecurangan Bara, Keysa dan Kevin tentunya."Biarkan saja mereka menjadi gembel yang berkeliaran di jalanan negeri orang sana. Itu tempat yang pantas untuk mereka. Enak sekali mereka bersenang dengan menggunakan uang orang lain. Biarkan mereka merasakan balasan yang setimpal atas kelakuan mereka sendiri."*Dini hari Widya beserta anak dan menantunya baru saja selesai mencuci semua piring dan juga membersihan seluruh ruangan serta toilet restoran tempat mereka makan makanan karena tidak bisa membayar makanan yang sudah mereka pesan dan makan.Ketiganya beristirahat di pinggir trotoar yang masih dekat dengan lokasi restoran tersebut."Sial! Benar-benar hari yang sial. Niat mau senang-senang malah jadi susah dan memalukan seperti ini!" umpat Tamara kesal. Masih melekat di benaknya ketika ia dan keluarganya menjadi bahan tertawaan banyak orang. Untung saja tidak ada satu pun orang yang mereka kenal atau kenal dengan mereka. Pikir Tamara.Tanpa sepengetahuan mereka. Akti hukuman yang mereka terima ada yang mengabadikannya."Lihat ini! Aku baru saja perawatan kuku di salon. Sudah rusak saja kuku ini.""Kamu masih bisa perawatan lagi. Bagaimana dengan muka kita? Ibu hampir kehilangan muka karena malu.""Makanya mama uga sih yang banyak banget pesan makanannya. Mahal-mahal lagi yang mama pesan," gerutu Tamara pada ibunya."Siapa yang tahu seperti ini, Tamara. Mama juga nggak kepengen seperti ini. Biasanya adikmu itu tidak pernah telat transfer uang jajan untuk mama."*Bulan madu dan makan malam romantis yang ada di bayangan pasangan pengantin baru itu musnah.Bara dan Keysa terpaksa harus bermalam di taman kota. Uang yang ada di tangan mereka hanya cukup untuk membeli makanan di pinggir jalan. Besar kemungkinan jika mereka masih belum bisa menghubungi Vicky. Mereka berdua akan menggelandang selama berada di negeri orang.*"Kamu kelihatannya seneng banget, El." Rara dan El sedang berada di sebuah kafe."Iya, aku senang sekali apalagi kalau bisa langsung melihat penderitaan mereka. Aku pasti sangat bahagia karena sebagian luka ku bisa sedikit terobati," ucap El sambil menikmati minuman dan juga cake yang sudah mereka pesan.Pagi saat keberangkatan keluarganya. El sendiri juga segera menyiapkan diri untuk berangkat ke negeri ginseng."Pasti sekarang ibu mertuamu sudah pulang? Tapi Bara dan istrinya masih menikmati hari mereka menjadi gembel di negeri orang." Keduanya nampak tertawa lepas."Awas jangan kencang-kencang tertawa nya. Kamu masih beberapa kali melewati operasi untuk menyempurnakan penampilan kamu." Rara baru saja sampai menyusul temannya di negeri orang. Rara sengaja ingin menemani sahabatnya sekaligus berlibur untuk menyenangkan dirinya."Aku nggak bisa membayangkan bagaimana mereka saat ini, Ra. Pokoknya aku puas kalau mereka hidup dalam kesusahan. Biar saja aku menjadi orang jahat yang tega. Bukannya orang jahat itu lahir dari orang baik yang selalu mereka sakiti.""Kamu ada benarnya, El. Jangan kasih ampun mereka. Mereka juga berniat untuk menyingkirkan kamu. Mereka juga sudah banyak menghabiskan uang milik kamu. Kamu jangan pernah merasa jadi orang jahat untuk mereka yang tidak tahu diri itu.*"Akhirnya sampai juga di rumah." Widya beserta anak menantunya telah kembali ke kediaman milik Ellena."Ma, kok tumben mana itu menantu mama. Tamara sudah lapar banget masa iya liburan nggak bisa makan enak. Nggak bisa nikmati gara-gara kartu kredit yang bre***ek!"Ketiganya rebahkan diri di sofa ruang tengah. El sengaja tidak mengunci rumah tersebut karena ada satpam yang berjaga di rumahnya."Mama juga nggak tahu. Apa sengaja selama mama nggak di rumah dia enak-enakan pergi kelayapan.""Tarjo!" seru Widya memanggil satpam rumah tersebut. Tarjo yang kebetulan terlihat baru saja keluar dari taman samping rumah tersebut."Iya, nyonya.""Ellena kemana kenapa dia tidak kelihatan di rumah?""Wah, saya juga kurang tahu, Nya.""Apa setiap hari dia seperti ini?" Widya menginterogasi."Nggak, Nya. Nyonya El nggak pernah pergi keluar rumah. Mungkin nyonya pergi belanja kebutuhan kan biasanya juga seperti itu." Tarjo sengaja berbohong. Pria tersebut tahu bagaimana peringai dari majikannya tersebut."Ya sudah kamu lanjut kerja sana!""iya, Nya. Saya permisi dulu.""Kita harus nunggu El dulu ini, Ma?""Mau bagaimana lagi. Atau kamu mau masak mie sendiri di dapur sana?""Ogah ah. Mending kita nungguin si El. Aku mau istirahat dulu. Nanti mama bangunin Tamara kalau El nya sudah pulang.""Lepas! Lepaskan aku!" Bara di seret oleh pihak keamanan rumah sakit yang sebelumnya sudah dihubungi oleh Abi. Sebelum dibawa ke kantor polisi, terlebih dahulu pria tersebut diamankan di kantor keamanan pihak rumah sakit."Apa kamu tidak apa-apa?" tanya Abi yang sudah berada di sebelah ranjang yang ditempati oleh Ellena.Ellena menggeleng ke arah pria tersebut. "Syukurlah kamu datang tepat waktu. Pria itu masih berambisi untuk merebut seluruh harta warisan milikku." Tangan El mengulurkan lembaran kertas yang tadi dibawa oleh Bara.Abi mengambil kertas tersebut dari tangan Ellena dan mulai mengamati setiap tulisan yang tertera di atas kertas tersebut."Ini surat kuasa untuk pengalihan seluruh harta warisan atas nama kamu." El mengangguk. "Benar-benar manusia yang tidak punya malu."Derit suara pintu kamar El terdengar dan setelahnya pintu ruangan tersebut terbuka. Dua orang menyembul dari balik pintu tersebut. "El, apa kamu baik-baik saja, Nak?" Mirna menghambur, menghampiri dan langsu
Keesokan paginya Bara kembali berniat untuk pergi ke rumah sakit tempat di mana dirinya mengantarkan sang ibu untuk berobat sekaligus di tempat itu pula dirinya bisa kembali dipertemukan dengan Ellena. Sebuah ide kembali terlintas di otaknya. Suami dari Keysa tidak mau membuang kesempatan yang ada di depannya itu begitu saja."Mas, kamu mau ke mana? Ini masih gelap loh?" Keysa menangkap gelagat aneh dari suaminya itu.Bara mendekati istrinya dan duduk di ujung ranjang. "Key, aku mau melanjutkan rencana kita. Kamu tahu di rumah sakit kemarin aku ketemu dengan siapa?" Keysa menggeleng tidak mengerti dengan maksud dari ucapkan suaminya tersebut."Aku bertemu dengan Ellena. Iya, Ellena ternyata ada dan di rawat di rumah sakit tempat aku memeriksakan mama. Aku lihat sendiri. Dan kamu tahu apa rencanaku?""Memangnya kamu punya rencana apa, Mas?""Aku mau mendesak Ellena agar dia mau untuk menandatangani berkas yang sudah aku persiapkan." Bara tersenyum penuh arti."Tapi apa itu nggak berba
"Mas, apa nggak ada rumah yang lebih baik dari pada rumah ini." Mata Keysa menyusuri bangunan yang akan mereka tempati sebagai tempat tinggal pengganti sebelumnya. Rumah yang berada di pemukiman cukup padat penduduk berjarak kurang lebih satu jam perjalanan dari tempat sebelumnya. Iya, Bara buru-buru menjual rumah mereka yang sebelumnya dengan harga di bawah rata-rata karena terdesak oleh keadaan."Syukur i saja, Key dari pada kita mati konyol sama para preman itu. hitung-hitung kita juga menghindar dari El dan juga orang-orangnya. Bisa saja kan mereka juga mengincar kita, bahkan mungkin mereka sudah membuat laporan dan segera menindaklanjuti laporan si El untuk kita." Bara mencoba untuk memberikan pengertian pada istrinya itu. "Iya, aku tahu itu, Mas. Tapi nggak harus jual rumah dengan harga murah dan dapat pengganti rumah yang seperti ini.""Kalau mau rumah kita laku dengan harga tinggi nggak mungkin keburu, Key. Bisa-bisa preman-preman itu sudah menghabisi kita duluan. Yang pentin
Mas muka kamu kenapa ditekuk gitu? Kamu juga aku telpon-telpon kenapa tidak diangkat?" cerca Keysa pada suaminya yang baru saja pulang. "Kamu masih tanya aku kenap, hah! Kalau kamu nggak keras kepala pasti kejadian ini tidak akan terjadi dan semua harta dan aset milik Ellena sudah ada di tangan kita!" Bara memuntahkan emosinya. Bara berpikir jika semua ini terjadi juga karena ulah dari istrinya yang tidak mau mendengarkan ucapannya."Maksud kamu apa, Mas? Aku nggak ngerti? Kamu pulang-pulang langsung marah-marah." Keysa protes tidak terima dengan sikap suaminya. Dan dia juga dibuat bingung karena sikap Bara yang baru saja sampai rumah dan tiba-tiba meluapkan emosinya."Kamu masih tanya maksud aku apa? Kamu nggak usah ngeles, Key. Aku tahu beberapa hari lalu kamu mendatangi tempat aku menyembunyikan si El, kan?" Keysa terkejut dengan pernyataan dari suaminya itu."Ba-bagaimana kamu bisa tahu, Mas?""Karena aku sudah mengikuti kamu. Aku yakin kamu pasti tidak akan mendengarkan omongank
Pyarrr!Bara dan anak buahnya yang berada di dalam rumah tersebut dibuat kaget dengan suara pecahan kaca."Cepat periksa keluar! Jangan-jangan ada orang lain juga di tempat ini!" Bara memberikan perintah pada abdi buahnya. Bara juga sudah berjaga-jaga untuk bersembunyi dan menyembunyikan identitasnya. Pria tersebut berlari ke arah gudang yang ada di bagian belakang."Nggak ada siapa," ujar preman berbadan cungkring pada dua kawannya tersebut."Coba lihat itu!" tunjuk pria berambut keriting pada bungkusan kertas yang dibulatkan yang jatuh tidak jauh dari tempat jendela yang kacanya sudah pecah dan berserakan di atas lantai akibat lemparan suatu benda.Pria bertubuh cungkring itu segera mengambil kertas tersebut dan segera memeriksa bungkusan apa yang mereka temukan itu. "Batu? Ini juga ada pesannya." Si cungkring menunjukan apa yang ada di tangganya pada kawannya itu."Bos kita menemukan ini di depan sana.""Apa ini?" Bara mengambil kertas tersebut dan kemudian membacanya. "Kurang aja
Maaf, pak Danu. Kami belum berhasil menemukan keberadaan nona El. Tenyata tim saya terkecoh.""Bagaimana pun segera temukan El. Saya sangat berharap sama kamu, Abi.""Baik, pak Danu. Kami akan usahakan semaksimal mungkin untuk mencari keberadaan nona Ellena."*"Key, kamu seharian ini dari mana saja?" Bara ingin mengetahui seberapa jujur istrinya itu kepadanya."Di rumah lah, Mas. Memangnya mau kemana lagi." Bara sedikit kecewa mendengar pengakuan istrinya. Ternyata Keysa tidak seperti yang ia kira yang akan menjadi istri penurut kepadanya.Bara sudah tahu dan bahkan sengaja mengikuti kemana istrinya itu pergi. Keysa tega meninggalkan sang ibu mertua dengan kondisinya saat ini."Aku masih suap in mama dulu, Mas. Kamu makan saja dulu sudah aku siapin juga semuanya di atas meja makan." Bara baru saja pulang ke rumah dan selesai membersihkan diri, ia turun ke lantai dasar untuk menemui ibu dan juga istrinya serta menikmati makan malamnya di rumah.Hari itu Bara belum berhasil mendapatkan
Melihat pergerakan sang istri yang diintai oleh musuh mereka membuat Bara harus bergerak cepat. Bara buru-buru menghubungi dan memerintahkan orang-orang suruhannya itu untuk segera berpindah tempat karena posisi mereka sudah tidak lagi aman.Bara memilih bersembunyi di antara semak-semak dan sebelumnya juga pria tersebut terlebih dahulu mengamankan mobilnya di tempat yang aman. Bara sudah menukar mobil milik El yang berhasil ia ambil tanpa sepengetahuan si pemiliknya dengan mobil baru atas namanya sendiri dengan harga di bawah mobil yang baru ia jual itu. Bara berani menjual mobil milik mantan istrinya tersebut karena surat-surat mobil tersebut sengaja disimpan oleh El di dalam mobilnya itu. Bara tahu akan hal tersebut karena sebelumnya mereka pernah bersama dan sedikit banyak Bara tahu kebiasaan mantannya itu."Kamu nggak bakalan nemuin si El, Key."*Keysa terus berjalan menyusuri jalan setapak yang mana di kanan kirinya masih ditumbuhi rerumputan liar. Jalan yang dilaluinya itu ter
Abi, saya baru saja dapat telepon dari orang tidak dikenal. Orang itu sepertinya tahu tentang keberadaan si El dan meminta saya untuk menyiapkan sejumlah uang jika ingin El kembali dengan keadaan masih hidup." Danu segera menghubungi Abimanyu usai dirinya mendapatkan panggilan dari nomer baru dan tidak di kenal."Saya juga sudah menduganya, pak Danu.""Maksud kamu, Abi? Atau kamu mencurigai seseorang?""Ini pendapat saya, pak Danu. Saya kira El tidak punya musuh. Bapak tahu sendiri bagaimana dengan sifat asli nona Ellena. Tapi pengecualian untuk keluarga dari mantan suaminya. Alasan saya karena mungkin bisa saja mereka kecewa dari cerita yang saya dengan dari David jika sebelumnya keluarga dan juga mantan dari nona El mempermasalahkan tentang harta gono-gini."Di seberang sana Danu nampak berpikir. "Kamu benar juga, Abi. Bisa saja telepon tadi itu adalah orang suruhannya si Bara atau bisa saja itu adalah Bara sendiri. Gila saja ba**ngan itu memeras dengan meminta tebusan 10 milyar.""
"Halo, Abi, apa kamu tahu keberadaan Ellena?" Abi yang saat itu sedang sibuk dengan pekerjaannya menyempatkan diri untuk menerima panggilan telepon dari Danu, sahabat orang tua dari Ellena sekaligus orang tua angkatnya."Saya kurang tahu, Pak. Pasalnya beberapa hari El tidak pernah lagi menghubungi saya." Rasa tidak enak mulai menyergap dalam hati Abimanyu. "Ellena sudah dua hari tidak masuk kantor dan juga tidak ada di rumahnya. Kata orang rumah terakhir melihat El, ketika El akan berangkat kerja dua hari yang lalu." Di seberang sana Danu dan istrinya sedang mencemaskan kondisi dan keberadaan dari puteri angkat mereka."Baik, Pak. Saya akan coba cari dan lacak keberadaan El. Bapak jangan terlalu khawatir. Jika ada titik terang, saya akan segera memberitahu pada pak Danu."Abi segera mengakhiri rapat yang ia pimpin dan ia serahkan pada orang kepercayaannya. Pria tersebut segera meninggalkan ruang rapat. Ia buru-buru menuju ke arah tempat mobilnya di parkir. Mobil jenis Rubicon yang