Share

Hinaan Alfian

Author: Pendosa
last update Last Updated: 2024-09-02 00:52:47

Dengan langkah terseok-seok menahan rasa sakit di area inti, Nurmala berjalan keluar menuju pintu utama. Nurmala ingin segera keluar dari rumah yang dulunya sangat nyaman untuk ia tinggali, tapi kini berubah seperti neraka yang mengoyak harga dirinya.

“Mbak tolong jangan pergi, Mbak. Tunggu Mama sama Papa dulu.” Sarah kebingungan. "Ma, Mama, Mbak Nurmala mau pergi, Ma!” Sarah berteriak memanggil ibunya, sementara tangannya berusaha menahan kepergian Nurmala. Namun, Nurmala acuh dan menulikan telinga pendengarannya. Ia tak ingin menggadaikan harga dirinya dengan bertahan di rumah pria yang sudah tega merenggut kesuciannya.

Tak lama kemudian Lukman dan Ayu datang menghampiri Nurmala dengan langkah tergopoh-gopoh hingga tiba di teras rumah. Mereka berusaha mencegah kepergian Nurmala yang terus melangkah.

"Nak, tolong jangan pergi seperti ini. Alfian pasti akan mempertanggungjawabkan perbuatannya," pinta Lukman dengan setulus hati, meski ia tahu luka hati yang mendera Nurmala tak akan pernah bisa sembuh hanya dengan rayuannya.

"Maafkan perbuatan Alfian, Nak!” Ayu ikut menimpali sembari meraih tangan Nurmala.

Langkah kaki Nurmala kembali tertahan karena Ayu menghalangi jalannya. Nurmala menoleh memperhatikan mata sendu Ayu yang meneteskan air. Nurmala tahu, Ayu adalah orang yang baik dan tulus, tapi perbuatan bej*t anaknya membuat sudah membuat hidup Nurmala hancur. Jangankan melihat Alfian, melihat rumah dan keluarganya hati dan harga diri Nurmala terkoyak.

"Tolong jangan cegah saya, kalau tidak mau saya melaporkan Alfian ke kantor polisi," ancam Nurmala dengan tegas.

Perlahan cekalan Ayu di pergelangan tangan Nurmala mulai mengendur. Seburuk apa pun Alfian, Ayu tidak akan sanggup melihat putra kesayangannya mendekam di penjara.

"Kamu mau kemana malam-malam begini, Nak?” tanya Ayu yang sangat mengkhawatirkan keadaan Nurmala.

“Itu bukan urusan anda.” Balas Nurmala sembari menyeka air matanya.

“Biar Pak Supri antar kamu," Pada akhirnya Lukman hanya bisa menawarkan bantuan, ia tak ingin melihat Nurmala semakin tertekan berada di rumahnya. Mungkin saat ini Nurmala masih membutuhkan waktu untuk sendiri.

Nurmala menengadahkan kepalanya ke atas mengamati langit yang gelap berkabut, gerimis masih membasahi jalanan.

"Tidak perlu, Pak. Saya bisa pergi sendiri." Nurmala bersikeras menolak bantuan dari keluarga Alfian. 

Sebelum pergi, pandangan Nurmala tak sengaja beradu dengan mata tajam Alfian yang berdiri di sudut rumahnya. Nurmala semakin emosi, rasa marah, benci, kecewa dan putus asa membuatnya semakin merana. Kejadian tadi kembali mencuat, tergambar begitu jelas di benaknya. Alfian menatap Nurmala dengan tajam, Nurmala lebih dulu memutus kontak mata mereka, lalu bergegas pergi berjalan di bawah rintik hujan.

***

Di kegelapan malam, hujan semakin deras seolah ikut merasakan duka yang melanda hati Nurmala. Wanita itu duduk di bangku halte sembari bersandar di pilar, tatapannya kosong mengarah pada percikan hujan di genangan air. Bayangan setiap sentuhan Alfian tak kunjung sirna, padahal Nurmala sudah berusaha menghapus ingatan itu.

Nurmala memeluk tubuhnya yang menggigil kedinginan, pakaiannya sedikit basah. Angin berhembus sangat kencang, terasa begitu menusuk di kulit. Nurmala mengusap bibir dan lehernya dengan kasar agar jejak merah yang ditinggalkan Alfian bisa hilang, tapi hanya luka tergores kuku tajam yang Nurmala dapatkan. Sangat perih, tapi perihnya tak sebanding dengan perih di hati Nurmala.

Lagi-lagi air mata Nurmala meleleh tanpa bisa dicegah. Tangisan Nurmala pecah, ia menangis sejadi-jadinya di pinggir jalan meluapkan semua gejolak emosi yang saat ini menyiksa hatinya, hingga membuat rongga dadanya terasa sesak. Hidupnya hancur, ini terlalu menyakitkan baginya.

Nurmala segera menyeka air mata dipipinya saat mendengar deru mobil melaju ke arahnya. Sorot cahaya lampu mobil menyilaukan pengelihatan Nurmala. Ia berdiri ketika mobil Ferrari putih berhenti di depan halte.

Nurmala mengepalkan tangannya dengan kuat ketika sosok pria berkulit putih dan sangat tampan turun dari mobil. Wajahnya terpahat begitu sempurna, tubuhnya yang proporsional akan mampu membuat mata para wanita terpesona, tapi sangat disayangkan karakternya begitu buruk tak seelok parasnya yang menawan. Dia pria jahat yang tega merenggut kehormatan yang selama ini Nurmala jaga.

"Kamu mau kemana? Biar kuantar." tanya Alfian. Tanpa Nurmala sadari, Alfian sudah berdiri di hadapannya, sembari bertanya tanpa ekspresi. Tak ada rasa bersalah sedikitpun di hati Alfian atas kejahatan yang ia lakukan pada Nurmala.

Nurmala hanya bergeming menatap Alfian penuh dengan kebencian, lelehan air mata kembali menetes membasahi pipinya. Nurmala sangat terpukul saat ini, rasanya seperti ribuan sembilu sedang merajam hatinya. Nurmala melangkah menjauhi Alfian, melihatnya hanya akan menambah luka di hati Nurmala. Namun, langkah Nurmala tertahan karena Alfian menarik tangannya. Nurmala langsung menyentak tangan Alfian tangan kasar. Ia merasa jijik dengan sentuhan Alfian.

"Biar kuantar," ajak Alfian lagi.

PLAAAAKKK 

Satu tamparan keras mendarat di pipi Alfian, hingga wajahnya terhempas ke samping. Pria itu memegangi pipinya yang merah sambil menatap Nurmala dengan tajam.

"JANGAN SENTUH AKU DENGAN TANGAN KOTORMU!" Nurmala meneriaki Alfian dengan lantang sembari mengacungkan tangannya ke wajah Alfian. Hembusan napas Nurmala sudah memburu karena luapan emosi. Nurmala meratapi nasibnya, kenapa tadi ia tak berdaya di bawah kunjungan Alfian.

Alfian merogoh saku celananya, lalu mengeluarkan cek senilai 300 juta kemudian menyodorkan cek tersebut ke hadapan Nurmala. Tangan Alfian masih mengambang di udara, karena Nurmala bergeming menatap nanar cek di tangan Alfian. “Aku rasa ini cukup untuk menebus kesalahanku.”

"PLAAAAKKK." Nurmala kembali menampar pipi Alfian dengan keras. Pria itu benar-benar ingin meluluh lantakkan harga diri Nurmala, menyamakan Nurmala dengan seorang pelac*r yang setelah dipakai lalu di bayar.

"Aku bukan pelac*r berengs*k, Aku bukan pelac*r. Aku masih punya harga diri." Tangis Nurmala pecah. Ia menangis tersedu-sedu sembari memukuli dada Alfian secara bertubi-tubi. 

Alfian mencekal kedua pergelangan tangan Nurmala, menahan pukulan yang Nurmala berikan padanya. "Dasar wanita tidak tahu diri. Sudah untung kau kubayar dengan harga tinggi. Memangnya berapa harga yang kau inginkan?" 

Alfian menatap mata Nurmala yang basah dengan linangan air mata. Nurmala sangat jijik melihat pria yang berdiri di depannya, ia jijik dengan sentuhan Alfian. Tega sekali Alfian menyamakan Nurmala dengan wanita murahan.

"Jangan sentuh aku. Dasar bajingan, binatang. Kusumpahi kamu masuk neraka?" Nurmala memaki Alfian dengan lantang meluapkan emosi yang sejak tadi menyiksa hatinya.

"Hah, neraka?" Alfian tersenyum sarkas, "Tadi saja kita bersenang-senang ke surga. Kok, neraka, sih?" Alfian menghempaskan tangan Nurmala dengan kasar, lalu pergi memasuki mobil dan membanting pintunya dengan keras. Meninggalkan Nurmala bersama cek yang jatuh di paving block. Angin berhembus dengan kencang membawa pergi cek dari Alfian. 

Tubuh Nurmala merosot di atas paving blok, lututnya terasa lemas dan tak mampu menopang berat badannya. Nurmala berjongkok memeluk lutuknya sendiri, membiarkan cek itu terbawa angin di tengah guyuran air hujan. Sikap Alfian semakin membuatnya muak, ia merasa diperlakukan seperti wanita murahan. Alfian membuat luka hatinya kian menganga, hatinya hancur mengingat semua hinaan Alfian.

***

"Nur, kamu kenapa?" tanya Ratna yang terkejut melihat keadaan Nurmala basah kuyup berdiri di depan pintu kos-kosannya. Ratna merupakan sahabat Nurmala dari kampung, sejak kecil mereka selalu bermain bersama.

"Boleh aku numpang tidur di sini untuk sementara waktu?" tanya Nurmala yang enggan menjawab pertanyaan Ratna.

"Ayo, ayo masuk dulu. Ganti bajumu di kamar mandi." Ratna membawa Nurmala ke dalam kos-kosannya yang hanya berukuran 3 X 4, kemudian menuntun Nurmala ke dalam kamar mandi.

Nurmala berdiri di depan cermin kamar mandi, menatap pantulan leher dan dadanya yang penuh dengan bekas kiss mark dari Alfian. Tangisannya kembali pecah, air mata terus mengucur dengan deras dari mata indahnya.

Beban ini terasa begitu berat hingga membuat Nurmala sulit untuk bernafas. Ia menggosok seluruh tubuhnya yang membuatnya jijik. Bayangan pria itu yang mencumbunya dengan paksa terus saja berkelebat di ingatan Nurmala, bahkan sentuhannya masih terasa hingga saat ini. Nurmala merasa jika dirinya begitu lemah! Air matanya tak bisa berhenti mengalir setiap ingat kejadian tragis itu.

1 jam kemudian Nurmala keluar dari kamar mandi, lalu duduk di atas kasur lantai tepat di sisi Ratna.

"Nur, kamu ada masalah apa?" tanya Ratna begitu Nurmala duduk di sisinya.

"Nggak ada." Nurmala menggeleng dengan tatapan kosong, gurat kesedihan nampak jelas di wajahnya.

"Bohong, wajahmu nggak bisa bohongi aku. Ayo cerita, siapa tahu aku bisa bantu!" Ratna mengguncang kedua bahu Nurmala, masih menuntut jawaban.

"Tolong jangan paksa aku untuk cerita." Nurmala menurunkan tangan Ratna dari bahunya.

"Tapi?" suara Ratna mengambang di udara saat Nurmala menyelanya.

"Aku mohon," pinta Nurmala dengan ekspresi sedih.

Nurmala mengigit bibir bawahnya agar tak lagi terisak. Mana mungkin ia menceritakan aibnya sendiri, ini terlalu memalukan baginya. Cukup Nurmala pendam sendiri masalah ini. Bercerita pun percuma, kegadisannya tidak akan bisa kembali lagi. Ia hanya akan mempermalukan dirinya sendiri. 

Ratna menatap Nurmala dengan tatapan iba, ini membuat Nurmala merasa lebih menyedihkan.

"Makan dulu. Ini aku beli di warung depan. Enak, kok." Ratna menyodorkan satu bungkus nasi goreng di depan Nurmala.

"Makasih," jawab Nurmala sembari mengurai senyuman.

Beberapa menit sudah berlalu, Nurmala hanya mengaduk-aduk nasi gorengnya dengan sendok. Selera makannya hilang menguap entah kemana.

"Hey, malah melamun. Ayo, dimakan keburu dingin."

"Iya." Nurmala mulai memasukkan sesuap nasi ke dalam mulutnya. Tenggorokan Nurmala terasa sulit mencerna makanan, ia hanya mampu memakan tiga sendok nasi. Ia meletakkan sendok, lalu minum air.

"Kok, udah berhenti, sih?" keluh Ratna dengan wajah cemberut.

"Maaf, tapi aku udah kenyang. Tadi sebelum ke sini abis makan,” Nurmala berbohong.

"Abisin dong, jangan buang-buang makanan, mubazir," protes Ratna saat melihat Nurmala membungkus kembali sisa makanannya.

“Ini kumakan untuk besok pagi saja. Sekarang aku mau istirahat, capek.”

“Ya, udah nggak apa-apa.”

Nurmala merebahkan tubuhnya di atas kasur lantai kemudian berpura-pura tidur, sementara Ratna masih menghabiskan makanannya. Setelah beberapa saat, Nurmala mendengar suara dengkuran halus Ratna yang terlelap di sampingnya. Setelah memastikan Ratna tertidur, Nurmala mengambil ponselnya yang sejak tadi bergetar.

“Assalamualaikum,” Nurmala membaca pesan dari Firman, calon suaminya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Rian tertangkap

    “Baiklah, tapi kamu harus tegar dengan semua kemungkinan yang akan terjadi,” putus Alfian pada akhirnya yang hanya dijawab dengan anggukan kepala oleh Kanaya.“Kita harus segera berangkat, aku takut jika Rian akan melarikan diri ke Singapura atau Malasya lewat jalur laut supaya tidak bisa dilacak.” Dimas yang sejak tadi hanya diam, akhirnya ikut bicara karena waktunya sangat mendesak. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk menyelamatkan putrinya.“Iya, orang suruhanku sedang menyiapkan helicopter untuk kita dan polisi juga mata-mata sudah berjaga-jaga di pelabuhan Batam untuk menangkap Rian, jika dia benar-benar akan kabur ke luar negeri lewat jalur laut.”“Jangan hanya di pelabuhan, tapi di penyembrangan illegal tempat biasa WNI illegal menyeberang ke Malasya dan Singapura juga harus dijaga dengan ketat. Aku yakin dia akan lewat jalur itu supaya tidak terlacak,” usul Dimas karena dia tahu ada tempat penyeberangan illegal yang biasanya dilewati oleh penyelundup narkoba.“Baik,” ja

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Ingin Memeluk Kanaya

    Semua cerita yang keluar dari mulut Dimas membuat tangis Kanaya semakin pecah, wanita berkerudung coklat itu menangis tersedu-sedu di pelukan Nurmala karena sangat mengkhawatirkan keadaan putrinmya. Dia tidak menyangka, jika orang yang selama ini dia anggap sebagai orang baik adalah iblis berwujud manusia.“Rian marah padaku karena aku sudah membongkar kebusukannya pada atasanku, maka dari itu dia melampiaskan kemarahannya padaku melalui Tania.” Dimas menangis seperti anak kecil saat mengadukan semua keburukan Rian pada Alfian dan keluarga besarnya.“Benar-benar biadab.” Alfian mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih, giginya sudah gemeretak menahan amarah yang meluap-luap di hatinya. Alfian tidak pernah menduga, ternyata Rian adalah manusia berhati iblis.“Tolong selamatkan putriku, aku aku tidak ingin kehilangan dia. Rian mengancam akan menghabisi Tania jika aku berani melaporkan perbuatannya ke polisi.” Dimas meminta bantuan pada Alfian untuk melacak pesan terakhir

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   TERBONGKAR

    Ada panggilan video call dari nomor Kanaya, Dimas pun segera menggeser tombol hijau. Wajah Tania yang penuh air mata langsung terpampang memenuhi layar hp.“Papa.” Tania menangis sesenggukan sambil mengusap air mata yang membasahi pipinya. Dimas sangat cemas saat melihat putri tercintanya menangis. “Kamu kenapa, Sayang?”“Mama mau nikah sama Om Rian. Aku nggak mau punya Papa yang lain, aku maunya cuma Papa.” Tania sedih melihat orang-orang sibuk mempersiapkan acara pernikahan Kanaya dan Rian besok lusa.”Kenapa Papa diam saja, kenapa Papa nggak cegah Mama nikah lagi? Kenapa Papa diam saja, Papa udah nggak sayang Mama lagi?” Omel Tania yang tak henti-hentinya menangis karena Dimas hanya menatapnya dengan mata berkaca-kaca.Dimas menghembuskan napas dengan kasar tidak rela melihat hati putrinya terluka. Sebagai seorang lelaki, Dimas masih memiliki harga diri meski berulang kali mengemis cinta dan hanya mendapat penolakan, Dimas akan tetap berjuang untuk mendapatkan Kanaya dan melakukan

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   KORUPSI

    “Kamu nggak apa-apa ‘kan?” tanya Kurnia setelah melepaskan lengan Dimas.“Tidak apa, terima kasih.” Jawab Dimas, kemudian menghampiri Tania yang menatapnya dengan kesal.Kurnia terkejut melihat Rian ada bersama Kanaya. Kurnia tak mempedulikan Rian, dia lebih memilih menyapa Kanaya dan Nurmala dengan mengurai senyuman hangat sebagai salam perkenalan. Kanaya dan Nurmala pun balas tersenyum.“Bu, kenapa anda ada di sini?” tanya Rian dengan sopan saat melihat Bos-nya. Rian merupakan karyawan di perusahaan Manufaktur yang didirikan oleh keluarga Kurnia.“Saya temannya Dimas, kamu sendiri kenapa di sini?” Kurnia balik bertanya.“Oh, Tania adalah anak dari tunangan saya.” Rian melirik Kanaya sebagai isyarat jika Kanaya adalah calon istrinya.“Oh.” Kurnia hanya menganggukkan kepala, hatinya memikirkan kacaunya perasaan Dimas yang ada dalam satu ruangan dengan mantan istri dan calon suaminya.“Kalian saling kenal?” tanya Nurmala.“Iya, beliau anak dari perusahaan Manufaktur tempat saya bekerj

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   Penyesalan yang terlambat

    “Dimas memang mantan pacarku, tapi hubungan kami sudah lama berakhir jauh sebelum Dimas kenal sama kamu, itu pun karena aku mengkhianati Dimas dan hanya mengincar uang Dimas. Setelah itu, kami nggak pernah punya hubungan apa pun lagi.Setelah bertahun-tahun nggak ketemu, akhirnya aku ketemu Dimas lagi saat Tante Lilis kenalin aku sama kamu dan keluarganya untuk dijodohkan dengan Ardi. Dimas nggak pernah mengkhianati kamu, aku memfitnah Dimas karena Dimas bongkar keburukanku sama Ardi, makanya Ardi nggak mau nikahin aku. Aku juga yang buat laporan palsu ke polisi kalau Dimas itu pengedar narkoba, aku dan Tante Lilis yang sudah bersekongkol karena kami punya dendam pada Dimas. Kami menyuap para penegak hukum supaya Dimas mendekam lama di penjara.”Kejujuran Sonya terasa seperti tamparan keras yang memporak-porandakan hati Kanaya. Ia menatap Sonya dengan tatapan penuh luka bercampur marah, andaikan dirinya lebih percaya pada Dimas, tentu saja Tania tidak akan kehilangan kasih sayang seor

  • Pembantu Cantiknya Tuan Muda   KEBENARAN TERUNGKAP

    “Padahal sudah minum obat, tapi demamnya nggak turun-turun, Ma.” Kanaya mengadu pada Nurmala sembari mengompres kening Tania dengan handuk basah.Kanaya sangat khawatir karena sudah 7 hari ini Tania sakit, akan tetapi semakin hari kondisinya semakin memburuk. Mata Tania terus terpejam, sementara bibirnya selalu memanggil ‘Papa’.“Nay, sepertinya Tania kangen sama Papanya. Suruh Papanya ke sini siapa tahu Tania bisa cepet sembuh,” Nurmala tidak ingin melihat kesehatan cucunya semakin menurun karena merindukan ayah kandungnya.“Tidak ada ruang untuk pria itu di sini.” Ujar Alfian yang baru tiba di bangsal setelah pulang dari kantor.“Walau bagaimana pun Dimas adalah orang tuanya Tania, dia berhak tahu kondisi putrinya.”“Aku tidak mau pria itu memberi pengaruh buruk pada Tania.” Alfian masih belum bisa memaafkan pengkhianatan Dimas pada Kanaya di masa lalu.“Yang penting kita selalu mengawasi Tania dan mendidiknya. Dengan memisahkan Tania dan Dimas, itu sama saja kamu menyiksa Tania. Ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status