Suasana malam untuk anak kos apa lagi kalau tidak ngrumpi. Tampaknya teman-teman Lala sedang asyik menonton tv bersama di ruang tengah.
“Hai kak Lala. Sini deh,” panggil Mira.
Lala tersenyum bagaimana pun dirinya perlu sosialisasi. Rasa-rasanya hidupnya terlalu statis kampus- kantin-nulis -makan-glenn-alan begitu saja hidupnya. Statis amat ya?
“Oke, sebentar!” Lala mengambil piring dan memindahkan cimol yang di belinya tadi kemudian membawanya. “Ayo di makan, enak kok murah meriah ini tadi,” ucap Lala setelah duduk bersama mereka.
“Wah kak Lala, sibuk terus nih. Cowoknya ganteng-ganteng lagi! Boleh kenalin salah satu dong!” ucap Mira di sambut gelak tawa teman-temannya.
Lala tertawa, “Kalian itu bagaimana, aku belum punya pacar, lho!”
“Yang mobil hitam siapa kak, ganteng banget. Mau dong kenalin!” sahut Lili.
“Jangan! kalian ngaco, Dia sudah punya pacar dan
Setelah mengantarkan Sabila pulang. Glenn memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi dan berharap segera sampai di kos Lala. Pikirannya sudah kacau dan emosi. Ingin segera memarahi gadis itu karena berani mengabaikan pesannya“Aku harus buat perhitungan!” ucapnya geram.“Lala ... Lala ...!!” teriaknya dari luar pagar besi sambil terus memukul-mukul pagar yang telah di gembok itu sehingga menimbulkan suara yang sangat gaduh.Penghuni kos menjadi panik berhamburan keluar, dan mencoba memanggil Lala karena ada yang mencarinya.“Kak Lala!! Cepetan temui ada yang ngamuk di luar!!” ucap Mira panik.‘Astaga, Apa yang terjadi’ Lala baru saja membersihkan wajahnya dan bersiap akan tidur. Kemudian dengan langkah tergesa dirinya segera turun.“Kunci gerbang depan di mana, Mir?!” tanyanya panik.Mira secepat kilat membantu mencarinya, dan menyerahkan kunci itu. Para penghuni kos ikutan turu
Lala sebenarnya sudah bangun hanya saja malas bangkit, badan rasanya sakit semua dan bibirnya begitu perih. Dirinya masih bermalas-malasan tidur padahal hari ini adalah ujian semesteran.“Astaga!!” Mengingat itu Lala langsung bangkit. Dan mengambil ponselnya untuk melihat jadwal ujiannya, Lala bersyukur karena masih nanti jam 10.00. Meskipun begitu Lala berpikir akan kembali ke kost untuk mempersiapkan diri.“La, kamu sudah bangun?” tanya Glenn. Laki-laki itu masuk ke kamar Lala, seperti biasa tanpa permisi apalagi ketuk pintu terlebih dahulu. Dirinya mendapati gadis itu duduk dengan murung, tampak sedih dan banyak pikiran.Lala hanya terdiam tanpa memedulikan kehadiran Glenn apalagi menjawab pertanyaan. Percuma saja bicara dengannya. Karena orang semacam itu sebenarnya hanya peduli sama dirinya sendiri tanpa pernah bisa mengerti bisa orang lain.“Bibirmu sakit?” tanya Glenn lagi dengan nada khawatir.Lala meliri
“Astaga apakah Glenn memukulmu!” Tampak ekspresi Alan kaget karena baru saja menemukan luka di bibir Lala. “Maafkan aku terlambat menolongmu. Aku baru dikabari Dewi tadi pagi,” ucap Alan menyesal. Lala terdiam sejenak untung saja Alan mengira luka di bibirnya akibat pukulan bukan akibat digigit Glenn. “Nggak apa-apa Lan, terimakasih sudah menolongku!” ucap Lala tulus. Alan memegang dagu Lala dan memperhatikan lebih cermat, selain luka di bibirnya. Juga pipinya tampak membiru. “Astaga!! Aku akan buat perhitungan La!” Lala menahan tangan Alan, menarik lengannya untuk tidak pergi ke mana-mana, “Sudahlah, tidak perlu kita membalasnya. Jika kejahatan dibalas dengan kejahatan, artinya kita sama saja dengan mereka,” ucap Lala menenangkan EHEMMM Suara deheman yang sedikit kencang itu membuat Lala melepaskan lengan Alan. Kemudian gadis itu menoleh untuk mengetahui siapa yang mengeluarkan suara itu dan dirinya melihat Dewi tampak mendekat. “La .
Sementara itu di tempat lain Sintia begitu marah. Kini mereka hanya berdua, Herlambang sedang keluar menemui rekan bisnisnya. Mereka pulang memang untuk acara pertunangan Glenn akan tetapi juga di manfaatkan untuk mengurus bisnisnya yang rencananya akan buka cabang di kota Violens. Sambil menyelam minum air begitu lah gambarannya. Sintia juga berhasil membujuk suaminya, untuk berbaikan dengan masa lalu. Lagi pula Glenn sekarang sudah dewasa tidak adil jika selalu menjadi korban yang dipersalahkan atas masa lalu. “Sebetulnya apa maumu Glenn? Jawab Mama,” tanya Sintia sangat penasaran, apa lagi melihat raut muka putranya yang tampak kacau dan resah itu. “Tidak ada,” jawab Glenn pendek. Laki-laki itu menyandarkan kepalanya di badan sofa, posisi mendongak ke atas dengan mata terpejam. Sintia menggeleng, “Mama tidak percaya apa benar yang dikatakan Alan tadi?” tanya Sintia kemudian. “Tidak benar,” jawab Glenn masih tetap pada posisinya.
“Hallo apakah benar dengan saudara, Nona Sabila?” tanya suara dalam sambungan telepon itu. Glenn sendiri begitu asing dengan suara itu.“Iya betul ... Astaga apa yang terjadi?”Glenn segera memasukan ponselnya di dalam saku kemudian melesat pergi. Sikap Glenn yang tampak buru-buru, cemas dan panik sempat menimbulkan sedikit tanya dibenak Lala. Tapi itu hanya sebentar, di detik selanjutnya Lala menyadari jika kebiasaan Glenn memang kurang sopan datang dan pergi sesuka hati. Lalu apa peduli Lala jika demikian.“Kita pulang ya, Al. Aku lelah sekali,” ucap Lala. Setelah Glenn pergi Lala melepaskan genggaman tangannya dari Alan.Alan mengangguk dan mereka berjalan beriringan menuju parkiran. “Al, tunggu dong!” terdengar suara Dewi berteriak. Alan dan Lala sontak menoleh, bahkan Alan yang baru saja ingin memakai helm menunda kegiatan itu.“Mengapa aku ditinggalin, kalian jahat banget sih,” omel
Setelah mendapat kabar dari orang yang tidak dikenal lewat telepon, Glenn segera menjalankan mobilnya dalam keadaan kacau. Orang itu mengatakan Sabila berada di Harani Hospital. Setelah memastikan sampai di depan Harani hospital, Glenn segera mencari parkiran. Pertama kalinya Glenn datang di rumah sakit ini, sehingga agak bingung. Entah karena pikirannya kalut atau karena dirinya sudah tidak bisa berkonsentrasi lagi dengan baik. Badan tegap itu tergesa memasuki lorong rumah sakit, menuju ruang UGD. Glenn begitu panik sampai harus beberapa kali bertanya pada setiap orang yang lewat. Sebenarnya jika pikirannya jernih tanpa perlu bertanya sudah pastilah sampai. Karena rumah sakit ini begitu rapi dan setiap lorong sudah diberi petunjuk tinggal membaca dan mengikuti tanda panah. Tetapi Glenn tetap masih harus bertanya lagi saking bingung dan tidak sabar segera sampai di ruangan itu. Sebenarnya bukankah sudah ada
Empat puluh hari sudah semenjak kepergian Sabila Glenn tampak menyedihkan. Raga itu seperti tidak bernyawa dan tidak mempunyai harapan hidup lagi. Bagaimanapun Glenn belum bisa melupakan semua kenangannya. Tidak ada lagi semangat untuk hidupnya, jangankan ke kantor mengurusi dirinya sendiri pun tidak bisa. Untung saja Herlambang setuju untuk tinggal sementara di kota Violens demi mengawasi usaha barunya. Dengan begitu Herlambang bisa menghandle pekerjaan Glenn. Glenn teramat kacau balau dan selalu menghabiskan waktu di club malam. Penolakan atas nasib yang diterimanya membuat dirinya kehilangan arah. “Hei!” sepertinya kita pernah bertemu, sapa seorang wanita berpakaian minim terbuka setengah dadanya, dengan bawahan rok sejengkal berwarna hitam, hingga memperlihatkan lekukan yang sempurna untuk bentuk badannya. Sorot mata wanita itu tajam dan memabukkan tetapi tampaknya gagal membuat Glenn untuk menjadi tertarik. Glenn melirik wanita itu sekilas,
“Jadi kamu?!” Sinis Sintia.Setelah menemukan kontak gadis yang dicarinya semalam, kemudian Rega menelpon dan mengajaknya bertemu. Tentu saja gadis itu menolak mengingat tidak mengenalnya dan seenaknya mengajak bertemu.Namun Rega berhasil memastikan bahwa dirinya tidak berniat jahat, kemudian mereka menyusun rencana bertemu di depan kampus Nuansa.Sebelum berangkat tentu saja Rega mengajak Sintia untuk membantu meyakinkan gadis itu.Gadis itu sama kagetnya demi melihat yang datang ternyata Sintia, Apa maksud dari semua ini?“Tante sudah mengenalnya?” tanya Rega penasaran.“Untuk apa kita menemui gembel ini di sini, Ga? Kamu itu sungguh tidak masuk akal!”“Jika memang tidak ada yang ingin di bicarakan lagi sebaiknya saya permisi, mungkin kalian salah orang,” ucap Lala berjalan meninggalkan mereka. Dia sangat malas terlibat urusan dengan Sintia.Rega mengejar Lala, “Sebentar