Share

Part - 02 Glenn Manusia Bertopeng

"Gadis sialan! Setelah menamparku. Beraninya meninggalkanku begitu saja. Aku harus memberinya pelajaran!" Glenn segera mengambil langkah besar untuk menyusul Lala.

"Dasar siput," batin Glenn kembali bermonolog ketika melihat gadis itu yang belum jauh bahkan dari tadi baru sampai ruang tamu. Glenn tersenyum mengejek melihat langkah kecil itu.

Sebenarnya Glenn tidak begitu peduli dengan uang dua ratus juta itu. Dia hanya ingin tunangannya bisa kembali padanya. Itu saja,  dan mendadak ingin mengerjai bocah miskin yang baru dikenalnya ini.

Sepertinya akan jadi mainan baru untuknya dihidupnya yang semakin statis.

Glenn mencekal lengan kecil itu, menariknya dan melemparkan ke sofa panjang berwarna abu di ruang tamunya.

"Akh!" Lala meringis kesakitan.

"Kamu tidak boleh pergi! Sebelum menjelaskan semua pada pacarku!" ucap Glenn kemudian. "Dan karena kau telah menamparku. Kau juga harus diberi hukuman," ancamnya.

"Jangan khawatir. Aku akan kembalikan uangmu," lirih Lala.

"Kamu pikir setelah uangku kembali, pacarku juga akan kembali. Diam di sini dan jangan coba-coba kabur!" ucap Glenn kemudian kembali masuk ke dalam.

Lala menurut saja duduk di sofa ruang tamu. Pandangannya menjelajahi ruangan itu dan berhenti pada sebuah foto lelaki yang merangkul seorang gadis cantik.

"Hmm. Ini mungkin pacarnya Glenn. Cantik sih, tapi bagaimana mungkin mau sama Glenn?" Lala bermonolog dalam hati.

Tak berapa lama kemudian, Glenn keluar dengan penampilan yang sangat berbeda. Semula dirinya hanya pakai celana kolor pendek dan kaos putih.

Kini sudah berganti. Glenn memakai kemeja denim dikombinasikan dengan celana jeans dengan detail sobek-sobek di bagian depannya. Sementara kemejanya dilipat sampai siku memperlihat kan bulu-bulu halus di tangannya.

"Ayo kita pergi," ajaknya kemudian

Hei. Kenapa Lala tersentak mendengarnya? Benarkah lelaki keren ini mengajaknya berkencan? Bukankah ini terlalu cepat?

"Hei, bocah? Selain miskin apa kau juga tuli?!" Glenn tersenyum sinis. "Cepetan! Kita sudah tidak punya banyak waktu," ucap Glenn sembari melihat arloji yang melingkar di tangannya.

"Tapi kamu mau mengajakku ke mana Glenn?"

"Ha ha ......!!! Lucu sekali pertanyaanmu?!" ucap Glenn dengan memajukan wajahnya. Glenn tampaknya menyukai mainan barunya. "Kemana?! Ke hotel dong. Kamu tahu? Aku tidak ingin menodai sepreiku, akibat pelunasan hutang itu!" ucap Glenn tersenyum miring tepat di wajah Lala, bahkan hidung tinggi itu hampir menyentuh pipinya.

"Jangan kurang ajar!" Lala mendorong tubuh besar itu. Hingga Glenn mundur beberapa langkah.

"Ha ha..., jangan banyak protes, atau akan kulaporkan dirimu ke polisi? Ikut bersamaku," perintah Glenn.

Lala hanya mengekori langkah besar itu, sedikit terburu mengimbanginya hingga nafasnya terengah-engah. Mereka berdua masuk ke dalam lift dan Glenn menekan tombol paling bawah.

Lala terpaksa menurut daripada ambil resiko dilaporkan polisi seperti ancaman Glenn. Jika itu terjadi pasti keluarga besarnya marah. Bukankah Lala dalam proses melarikan diri dari keluarganya. 

Pintu Lift terbuka Glenn terus saja berjalan tanpa memedulikan Lala. Tapi Lala tetap patuh, sebagai rasa tanggung jawabnya, sudah memakai sebagian uang Glenn.

Rupanya Lala di bawa ke Basemen tempat mobil Glenn terparkir. Glenn membuka pintu dan duduk di balik kemudi mobil sport berwarna hitam itu. Namun ketika Lala tidak juga ikut masuk. Glenn membuka kaca mobilnya.

"Masuk atau aku laporkan polisi?!" ucapnya tidak terdengar seperti penawaran akan tetapi lebih seperti ancaman.

Lala membuka satu sisi pintu mobil itu dan duduk di samping Glenn. Mengapa posisi ini begitu sulit. Apakah benar Glenn akan mengajaknya ke Hotel?

Lala terlihat gelisah sementara mobil Glenn mulai membelah jalan menyusuri keremangan kota Violens. Lala memandang lurus ke depan. "Inikah karma karena telah melawan Ayah?" batinnya.

Tiba-tiba dirinya ingat sang Bunda. Bulir bening di sudut mata cantiknya mulai menetes.

Glenn meliriknya sekilas. Melihat gadis itu menangis rasa kasihan menggelitiknya.

"Kenapa menangis?" tanyanya kemudian dengan suara sedikit lembut.

Lala hanya menggeleng dan mengambil tisu dari dalam tasnya. Kemudian mengelap air mata yang sudah terlanjur membasahi pipinya, bahkan dirinya tidak menginginkan menangis. Lala tidak ingin terlihat lemah di mata Glenn.

"Antarkan aku pulang," cicitnya dengan suara yang teramat pelan. Terdengar lebih seperti suara anak burung yang baru lahir.

Glenn tidak menjawab hanya tersenyum, dan terus berkonsentrasi pada jalanan, karena tujuan mereka sudah hampir sampai.

Mereka tiba di parkiran sebuah kafe. Lala tersenyum sedikit lega, karena bukan hotel seperti yang dibilang Glenn tadi yang mereka datangi. Apakah Glenn tahu jika Lala lapar dan ingin mengajaknya makan. 

Glenn keluar lebih dulu. Sementara Lala masih sibuk melepas seatbeltnya dan menyusul keluar. Dirinya menatap punggung tegap Glenn. Seketika curiga mulai menyergapnya, apa yang di rencanakan Glenn? Sepertinya Lala berniat kabur.

Lala memutar langkahnya hendak melarikan diri. Namun baru dapat beberapa langkah cekalan kuat ditangannya membuat berubah pikiran

"Sakit!!" ucapnya meringis.

"Jangan coba-coba kabur," Glenn melepaskan cekalannya. "Ikuti aku!" titahnya.

Lagi-lagi Lala harus menurutinya. Berjalan di belakangnya. Sepasang manusia berbeda jenis kelamin itu berjalan memasuki kafe. Tidak terlihat seperti sepasang kekasih sama sekali.

Glenn tersenyum tertangkap mata seorang wanita cantik duduk di meja nomor lima puluh delapan yang terletak di pojok kafe.

Gadis berkulit putih dengan rambut panjangnya tampak curly di bagian bawah di biarkan tergerai bebas. Tangan lentiknya dengan kuku cantiknya yang di hiasi lukisan nail art berwarna dominan merah muda itu sedang memainkan ponselnya. Kalau ditilik nampaknya detail sekali soal penampilan.

Karena terlalu asyik memainkan ponselnya hingga tidak menyadari langkah kaki yang mendekati mejanya. Bahkan laki-laki ini sudah tepat di hadapannya diikuti seorang gadis kecil dengan raut muka penuh tanda tanya.

Lala baru tersadar bahwa gadis ini sama dengan foto yang berada di ruang tamu apartemen Glenn. "Syukurlah," batinnya lega. Tapi dia terlihat lebih cantik dari foto yang dilihatnya.

Iya. Namanya Sabilla Veronika, berusia dua tahun lebih tua dari Lala.

"Hei, Sayang?" ucap Glenn

Sabila mendongak ke atas menyadari kekasihnya sudah datang. Tiba-tiba sinar di matanya meredup. Dahinya berkerut.

Tanpa menunggu jawaban Sabila. Glenn duduk tepat di depan gadisnya. Laki-laki itu menggenggam tangan lentik Sabila. "Apa masih marah? Tuan putri" ucapnya sambil tersenyum manis sekali. Bahkan Lala sampai terkejut tiba-tiba Glenn bisa selembut itu. Dengan bodohnya dirinya masih berdiri mematung menyaksikan pertunjukan ini.

“Sial...!! Dia pikir aku obat nyamuk?” runtuk Lala dalam hati. Sambil terus menyaksikan drama yang baru saja dimulai.

"Untuk apa kau memintaku kemari? Bukankah kita sudah selesai?" ucap Sabilla.

"Sayang, jangan bilang begitu. Aku sungguh-sungguh mencintaimu?" ucap Glenn.

"Lalu dia siapa?" tanya Sabila kemudian. Dengan pandangan mengarah pada Lala yang sejak tadi masih berdiri.

Lala jadi salah tingkah ketika mata Sabilla menyorotnya tidak bersahabat. “Astaga, mungkin dia mengira aku rivalnya,” batin Lala

"Duduklah," ucap Glenn lembut. Dahi Lala mengernyit akan perubahan sikap Glenn kepadanya. Tumben tidak kasar seperti tadi, ataukah ini hanya pencitraan di depan Sabila.

Tiba-tiba saja Lala merasa muak. "Namanya Lala, dia yang membuat kita salah paham, Sayang"

"Hah...!!! Dia yang ceroboh. Mengapa aku yang di kambing hitamkan?" protes Lala dalam hati.

"Coba jelaskan Lala, apa yang sebenarnya terjadi?" titah Glenn.

"Baiklah, perkenalkan namaku Lala kak. Sebenarnya aku sendiri juga bingung sewaktu ada transfer masuk dari bank lain sebesar dua ratus juta rupiah. Aku pikir uang itu dari Ayahku. Mengingat satu-satunya orang yang memberiku uang hanyalah Ayah. Aku asli kota Burgundi kak, di sini aku kuliah dan tinggal di kos. Aku pikir ayah mengirimiku uang untuk biaya hidup di kota Violens ini,"

"Kalian tidak sedang bersekongkol ‘kan?" tanya Sabila dengan tatapan memindai wajah mereka bergantian.

Lala mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Sepertinya masalah ini harus segera selesai. Dengan begitu dirinya akan terbebas dari Glenn. Kemudian menunjukkan notifikasi transfer masuk dan mobile bankingnya.

"Silahkan dicek kak tanggal dan harinya," Lala menyerahkan ponsel itu pada Sabilla. Kemudian Sabilla menelusuri riwayat chat dengan kekasihnya dan mencocokkannya. Iya benar data dari notifikasi mobile bangking Lala sama persis dengan screenshoot bukti transfer yang pernah dikirim kekasihnya itu.

"Tapi ini bukan rekayasa 'kan?"

Sabila masih meragukannya, hingga Lala mengeluarkan dompet warna pinknya. Lala mengambil kartu mahasiswa dan KTP untuk diserahkan pada Sabila.

"Silahkan di Cek kak, nama di bukti transfer itu sama dengan nama di KTP saya. Saya benar-benar tidak tahu kak jika itu yang kirim Glenn, sebab jika beda bank maka nama pengirim tidak muncul dalam notifikasinya," jelas Lala.

Glenn mengamati dua gadis cantik itu, dan tampak puas dengan jawaban Lala. "Cukup pintar juga bocah ini untuk seukuran gadis miskin."

"Saya berjanji akan mengembalikan uang, kak Glenn," ucap Lala. Sambil mengamati wajah Sabila. "Jika sudah selesai tugas saya, ijinkan saya mohon diri kak. Takut mengganggu acara kalian,"

"Oh, jangan pergi dulu, Lala. Kita bisa makan bertiga. Bukan begitu sayang?" ucap Glenn manis sekali meminta persetujuan Sabila.

"Huh! Dasar manusia bertopeng, bisanya pencitraan mulu!" umpat Lala dalam hati.

***

BERSAMBUNG

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ar_key
Waaauuuw keren kak ...
goodnovel comment avatar
Annida El Fitri
makin menarik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status