Lala membuka kelopak matanya perlahan sembari memegang kepalanya yang terasa berat dan pusing. Pandangan pertama yang dia lihat adalah ruangan yang begitu asing baginya.
“Akh!” Lala meringis merasakan kepala pening yang tak tertahan, kelopak matanya terbuka lebar. “Ini di mana?” gumam Lala bingung. Dalam hati bertanya, mengapa dan kenapa dirinya bisa berada di ruangan asing.
"Akhirnya kamu sadar juga, bocah!" Terdengar pita suara seorang laki-laki, yang sama asingnya pula. “Dua jam kamu pingsan membuatku bosan.”
Lala kaget. Jadi, selama dua jam dirinya pingsan?
Kepala Lala menoleh ke sumber suara, melihat lelaki berbadan besar, tinggi dan tegap.
Lala mengeryit bingung sekaligus takut. "K-ka, ka-kamu siapa?" tanya Lala tergagap, menelan ludah susah payah. Di saat keadaan seperti ini, sialnya Lala merasa tenggorokan kering.
Lelaki itu tersenyum smirk melihat gadis itu ketakutan. "Aku Glenn Sabastian, lelaki yang akan meminta pertanggung jawaban padamu!" jelas Glenn, sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Lala. Jarak antara wajah keduanya hanya beberapa senti saja.
Lala termenung melihat mata Gleen. “Kenapa matanya begitu indah?” batin Lala. Tanpa disadari Lala mengagumi tatapan mata lelaki itu. Sungguh demi apapun! Baru pertama kali Lala melihat mata hazel sangatlah indah.
"Siapa sebenarnya lelaki itu? Pertanggung jawaban apa? Apa dia telah memperkosaku? Tapi kenapa dia malah minta pertanggung jawaban? Omong kosong apalagi? Huh!!" Lala bertanya-tanya pada dirinya sendiri, seperti mencari sepenggal cerita dari riwayat yang tidak tahu kapan dimulainya?
"Hei, bocah! Kenapa kau diam saja?“
Lala tersadar. Dia hanya menatap mata Glenn sebagai jawaban.
“Apa kau sedang menyusun rencana untuk melawanku, bocah licik?" tanya Glenn.
"Ti-ti-tidak" jawab Lala gagap sambil memijit pelipisnya, dia masih merasakan pusing ditambah kebingungan situasi ini. Apa yang terjadi dengan dunia Lala?
"Jangan berpura-pura bodoh! Kamu Lala mahasiswa Fakultas Sastra di Universitas Nuansa, 'kan?" tebak Glenn seperti mengirimkan potongan puzzle untuk membantu Lala menemukan apa yang sebenarnya terjadi.
Lala semakin yakin jika ayahnya ada di balik semua ini. Karena hanya ayahnya yang sangat membenci jurusan itu.
"Siapakah anda sebenarnya?" tanya Lala memberanikan diri. Sedetik kemudian dirinya menyadari jika volume suaranya terlalu kecil.
"Hah!? Aku tak mendengar. Apa kau belum makan sampai nggak bisa berbicara sedikit keras?"
“Aku haus. Tolong berikan segelas air putih,“ pinta Lala merasa dehidrasi.
Glenn berjalan ke meja, mengambil sebotol air mineral. "Menyebalkan sekali bocah ini, beraninya menyuruhku," rutuknya dalam hati. “Minum!” ucap Glenn sambil melempar asal ke arah lala.
Lala yang merasa kehausan segera menangkap dan meminumnya, setelah itu dia bertanya serius pada Glenn.
"Siapa kamu yang sebenarnya? Dan apa maumu?"
"Ha ha ha... kamu harus bertanggung jawab!" jawab Glenn tegas.
"Maksudmu?" Lala tak mengerti.
"Jangan berpura-pura tidak tahu, gadis gembel!" bentak Glenn dengan tatapan tidak bersahabat sama sekali pada gadis yang ada di depannya itu.
Lala semakin tak mengerti maksud lelaki arogan yang tidak tahu sopan santun ini.
Lala baru sadar, ternyata dirinya telah diculik oleh Glenn.
"Untuk apa kau menculikku?" tanya Lala memberanikan diri.
"Hahaha .....“ Tawa Glenn begitu menggelegar. ”Kau sungguh lucu gadis miskin, kau kira kamu itu siapa? Sehingga aku menculikmu! Kau bukan dari keluarga kaya dimana orang tuamu bisa menebusmu?" hina Glenn dengan tertawa meremehkan.
Lala semakin tak mengerti apa yang terjadi. Dengan sorot memohon dan berkata, "Aku mohon katakan. Ada apa ini sebenarnya?"
"Sungguh kau benar-benar gadis miskin yang terobsesi menjadi orang kaya, lihatlah siapa dirimu? Jika kau tidak mampu kuliah sebaiknya di rumah saja membantu ibumu mencuci piring, itu akan terlihat lebih manis."
Lala kembali menatap Glenn, sungguh ciptaan yang sempurna, wajahnya bisa dikatakan jauh dari kata jelek, tapi kenapa tidak singkron dengan setiap omongannya yang seperti iblis, siap menyakiti lawan bicaranya.
"Maaf aku tidak mengenalmu, dan seingatku aku tidak punya urusan apapun denganmu!" ucap Lala bangkit sambil membenarkan tali tasnya, hendak keluar dan meninggalkan Glenn.
Tapi tindakannya kalah cepat dari Glenn, Glenn memegang kedua pundak Lala dan menghempaskannya ke kasur. Tatapan lelaki itu terus membuatnya bingung. Apakah dia akan memperkosaku? Lala menutup mukanya dengan kedua tangannya saat muka itu hampir mendekati wajahnya.
"Ha ha ha ...! Kamu kira aku doyan sama perempuan miskin sepertimu nona Lala, bahkan wanita paling populerpun akan bertekuk lutut kepadaku,” ucapnya sombong.
Lala mengintip ekspresi lelaki itu dari celah-celah jarinya. Ah, tampan dan membuat jantung Lala berdetak dalam tempo yang membingungkan. Huh kenapa dirinya malah mengagumi lelaki itu? "Stop ini bukan waktu yang tepat untuk mengaguminya," protes batin Lala.
Jangan-jangan dia sindikat perdagangan manusia?
Tidak!
"Jangan sok lugu dan pura-pura bego Lala, segera kembalikan uangku!"
"Tapi aku tidak merasa pinjam uang padamu!"
"Dasar bodoh! Kau pikir selama ini kamu bisa kuliah, mengubah statusmu dari wanita miskin menjadi seorang Mahasiswa itu pakai uang siapa?
"Pakai uang di rekeningku," jawab Lala pelan.
"Kamu tahu uang itu dari mana? Asal kamu tahu itu uangku, aku salah transfer ke rekeningmu sebesar dua ratus juta rupiah!"
Bagai tersambar petir tanpa hujan Lala berada di fase kaget bukan kepalang. Jadi bukan Ayahnya yang mentransfer uang itu? Tapi dari lelaki ini?
"Jangan mengada-ada Glenn, ayahku yang mengirim uang itu," sangkal Lala tetap membela diri.
Glenn mengambil benda pipih dari saku celananya, tangan kekar itu memencet-mencet tombol dalam ponsel itu.
"Apa dia akan melaporkan ke polisi?" pikir Lala ketakutan.
"Buka mata lebar-lebar!" Glenn menunjukan rincian mutasi rekening. Memang benar dia yang sudah mentransfer uang dua ratus juta ke rekening Lala.
Lala menutup mulut dengan kedua tangannya. Kaget dan tak terpecaya. Karena selama ini dirinya mengira ayahnya yang mengirim uang itu.“
"Baiklah aku akan bertanggung jawab, Glenn."
"Pertanggung jawaban seperti apa yang bisa kau tawarkan Lala?"
"Aku akan mencicilnya," jawab Lala pelan.
"Sampai kapan, memangnya aku sebodoh itu wanita licik. Gara-gara uang itu pertunanganku batal. Kekasihku mengira aku punya selingkuhan! kamu seenaknya saja mau mencicilnya?"
"Salah sendiri kenapa begitu ceroboh dan bisa salah transfer?"
"Nomor rekening kalian hampir sama, hanya beda satu digit angka paling belakang, seharusnya aku transfer ke tunanganku, setelah aku mengirim bukti transfer itu, dirinya marah besar. Dan membatalkan pertunanganku!"
"Jangan drama, dia memang belum jodohmu. Jangan salahkan aku, aku juga tidak tahu!" Lala sudah menemukan rangkaian kata untuk melawan Glenn.
"Kamu harus tanggung jawab! Kembalikan uangku dan kamu harus jelaskan pada tunanganku kalau itu murni salah tranfer!"
"Tapi uang itu sudah aku pake Glenn, aku kira ayahku yang mengirimnya!" teriak Lala jengkel.
"Aku sudah menyangka kau hanyalah gadis miskin, yang memanfaatkan situasi. Sekarang kau puas telah membuat aku kehilangan tunanganku!"
Glenn seperti kehilangan akal sehatnya dirinya mendorong Lala hingga kembali terjatuh di ranjang king size itu. Menatap mata sipit Lala yang sudah ketakutan namun terbuai dalam pandangan itu.
“A-apa yang akan kamu lakukan?”
Glenn menertawakan ketakutan Lala. “Haha. Tidak. Aku tidak akan melakukan apapun padamu.”
Lala segara duduk di ranjang. Dia pikir, lelaki di depannya akan melakukan hal yang tidak-tidak baginya. “Aku tidak ingin basa-basi. Sekarang apa maumu? Kalau kamu ingin aku mengembalikan uangmu, tolong beri aku waktu.”
Glenn tersenyum aneh membuat Lala bergidik ngeri. “Aku ingin kamu menjadi pembantuku selama dua ratus hari,” jawab Glenn. “Bagaimana?” Lelaki itu mengedipkan matanya seolah merasa puas apa yang telah dikatakan tadi.
Lala membulatkan mulutnya. "Apa?! Anda gila, ya?! Dua Ratus hari menjadi pembantu untuk laki-laki sesombong dirimu? Hah! apa tidak ada penawaran yang lain?"
"Tidak ada! Karena kau terlahir sebagai gadis miskin dan seluruh hartamu pun tidak cukup untuk melunasi hutangmu!"
"Tapi itu namanya merendahkanku, aku bisa membayarnya dengan mencicilnya. Aku masih muda, aku pintar, aku bisa mencari pekerjaan!"
"Pekerjaan seperti apa contohnya? Apa kau ingin menjual dirimu!" hina Glenn sembari melihat tubuh gadis di depannya. “Badan kurus sepertimu, ingin menjual diri?”
PLAKKKK! Tamparan keras dari tangan kecil Lala akhirnya mendarat di pipi Glenn.
"Jangan pernah menghinaku! Beri aku waktu seminggu untuk melunasinya!" Lala beranjak dan pergi dari keributan itu, meninggalkan Glenn yang tengah memegangi pipinya.
“Berani juga bocah itu,” gumam Glenn.
***
BERSAMBUNG
"Gadis sialan! Setelah menamparku. Beraninya meninggalkanku begitu saja. Aku harus memberinya pelajaran!" Glenn segera mengambil langkah besar untuk menyusul Lala."Dasar siput," batin Glenn kembali bermonolog ketika melihat gadis itu yang belum jauh bahkan dari tadi baru sampai ruang tamu. Glenn tersenyum mengejek melihat langkah kecil itu.Sebenarnya Glenn tidak begitu peduli dengan uang dua ratus juta itu. Dia hanya ingin tunangannya bisa kembali padanya. Itu saja, dan mendadak ingin mengerjai bocah miskin yang baru dikenalnya ini.Sepertinya akan jadi mainan baru untuknya dihidupnya yang semakin statis.Glenn mencekal lengan kecil itu, menariknya dan melemparkan ke sofa panjang berwarna abu di ruang tamunya."Akh!" Lala meringis kesakitan."Kamu tidak boleh pergi! Sebelum menjelaskan semua pada pacarku!" ucap Glenn kemudian. "Dan karena kau telah menamparku. Kau juga harus diberi hukuman," ancamnya."
Sebenarnya Lala tidak semiskin yang Glenn kira. Bahkan dirinya adalah putri bungsu dan pemilik 'Harani Hospital'. Siapa yang tidak mengenal mereka? 'Harani Hospital' merupakan rumah sakit terbesar berpusat di kota Burgundy, yang cabangnya hampir ada di setiap provinsi. Kiprah pasangan Harjito Pribadi dan Iriani Retno Wulandari pun tidak diragukan lagi dalam dunia kesehatan. Mereka adalah tokoh yang sangat dikenal. Lalu, mengapa Lala sampai terdampar di kota Violens? Tidak! Dirinya tidak terdampar. Lala pergi atas kemauannya sendiri. Suatu Malam Harjito mengajak Lala ke ruang kerjanya untuk membicarakan sesuatu. Lala tidak begitu dekat dengan Ayahnya, dan jarang sekali di minta mendatangi ruang kerjanya. Ini pasti penting. Mengapa tiba-tiba detak jantung Lala bekerja lebih cepat? Atau Lala sudah melakukan sebuah kesalahan sehingga Harjito sampai memanggilnya? "La," Harjito memulai percakapan. "Iya, Yah," jawab Lala kemud
Kepergian Lala ke kota Violens sungguh sebuah dilema. Antara mewujudkan cita-cita orang tua atau mewujudkan cita-citanya sendiri. Ini sudah seperti makan buah simalakama.Lala sudah resah, dalam otaknya banyak mengatur strategi. Pergi tidak, pergi tidak, kata-kata itu terus berputar di kepala cantiknya.Nampaknya suasana pun mendukung rasa cemasnya. Terlihat di meja makan pagi itu, tidak ada kehangatan sama sekali. Biasanya mereka sarapan sambil membicarakan apa pun. Terkadang juga bercanda dan saling meledek.Namun suasana pagi ini cukup dingin. Sedingin hati Harjito. Raut wajah lelaki itu memberitakan moodnya belum membaik.Hampir setengah jam berlalu, hanya suara denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring terdengar memenuhi ruangan itu.Nasi goreng favorit buatan Bi Narti yang biasanya terasa lezat, pagi ini juga terasa begitu hambar bagi Lala. Lala menyendoknya dengan malas.Padahal Bi Narti sudah memasak nasi goreng spesial sayu
Dalam mimpi pun bahkan Lala tidak menginginkan bertemu dengan laki-laki semacam Glenn. Kalau bisa ditawar Lala memilih bertemu kera sakti saja, karuan hidupnya menjadi berguna, bisa ikutan ke barat mengambil kitab suci. Daripada bertemu Glenn yang ada hanya dicaci maki terus.Tampaknya bertemu Glenn di kota Violens adalah takdir dan Lala tidak bisa menukarnya dengan siapapun. Seandainya bisa, Lala mau kok tukar tambah. Mungkin tambah sepuluh ribu tukar lelaki yang lebih sopan dan lebih menghargai orang lain.Nasib baik yang di awal menghampirinya ternyata berbuntut masalah yang cukup rumit. Tiga bulan lalu tepatnya ketika Lala menginjakkan kakinya di kota impian. Ya, Violens adalah kota yang akan mewujudkan segala mimpinya. Setiba di kota Violens Lala mendapatkan kost yang jaraknya cukup dekat dengan kampus, bahkan Lala cukup berjalan kaki saja jika ingin pergi ke kampus. Itu artinya rencana pertama berjalan mulus. Meskipun Lala harus membayar cukup mahal
Part – 06 KESAKTIAN CINTA Lala harus menghadapi laki-laki yang cukup aneh menurutnya. Bagaimana mungkin dalam raga yang sudah setua itu bisa-bisanya salah transfer. Apa penglihatannya sudah kabur tidak bisa membedakan angka empat dan angka lima? Bukankah seharusnya Glenn menekan angka empat untuk digit terakhir nomer rekening kakasihnya? Mengapa pula malah menekan angka lima sehingga uang tersebut masuk ke rekening Lala dengan sukses. Lala sungguh tidak mengerti mengapa ada manusia seceroboh itu, dan akibat kecerobohannya itu membuat Lala harus terlibat dalam urusan asmaranya. Lala memijit pelipisnya. Saat ini Lala sudah seperti obat nyamuk penjaga dua sejoli itu pacaran. Siapa lagi kalau bukan Glenn dan Sabila. Ternyata selain tidak sopan Glenn juga menyebalkan. Lala terjebak dalam situasi yang sulit bahkan dirinya merasa mual di depan menu yang sebenarnya sangat lezat, itu semua gara-gara bualan Glenn pada Sabila yang mau tidak mau t
“Ini semua juga salahmu, La. Sudah tahu bukan uang kamu, mengapa kamu pakai juga?” ucap Glenn gemas. Lala bangkit dari duduknya, wajahnya memerah menahan marah, tangannya mengepal erat. Dirinya merasa tidak terima selalu disalahkan terus. “Kenapa aku terus terlibat? Aku ‘kan sudah menjelaskan di sini. Apa masih perlu juga terlibat masalah pribadi kalian lebih jauh? Apa kalian tidak bisa menyelesaikan urusan kalian sendiri. Ingat aku juga punya urusan sendiri?” protes Lala tanpa jeda, sepertinya kali ini stock sabarnya sudah habis untuk menghadapi mereka. Shabila memegang pundak Lala kemudian menekan lembut, bibirnya mencetak senyum untuk meluluhkan hati Lala, di perlakukan seperti itu Lala kembali duduk di kursinya. Meskipun bibirnya masih mengerucut tapi Lala harus mengendalikan diri. “Maaf, La. Jika ini nanti merepotkanmu. Tapi orang tuaku tidak semudah itu percaya. Kami masih butuh bantuan sekali lagi, jadi tolong ya La. Aku tahu kam
Lala tersenyum sumringah akhirnya bisa keluar juga dari penjara Glenn. Dirinya yang terbiasa bangun pagi cukup senang ketika mendapati kondisi apartemen Glenn yang belum menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan, spontan memunculkan ide untuk melarikan diri. Bahkan kamar Glenn masih tertutup rapat. Tentu saja Glenn belum bangun. Lala menempelkan kertas kecil di pintu kamar dan menulis larik kalimat. TIDAK USAH MENCARIKU SEMINGGU LAGI AKU KEMBALIKAN SEMUA UANGMU LALA Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh tiga menit dengan bantuan ojek online akhirnya Lala sampai juga di kosnya. Hari ini Lala mempersiapkan diri untuk kuliah, dan tentu saja sudah tidak sabar untuk bisa bertemu Alan. Ya. Lala sudah punya pacar, namanya Allan. Cowok berambut gondrong itu yang beruntung merebut hati Lala. Kebetulan mereka satu kampus dan satu fakultas hanya saja beda jurusan saja. Jika Lala mengambil jurusan sastra, Alan mengambil jur
Apa yang ditakutkan Lala ternyata tidak menjadi kenyataan. Nyatanya orang tua Sabilla bahkan sangat ramah. Andika dan Gita paham dengan apa yang terjadi sebenarnya. Mereka mendengarkan penjelasan Lala dengan cukup baik, akhirnya kesalah pahaman calon menantu dan mertua itu pun usai. Namun sayang sekali pertemuan itu hanya sebentar, karena kesibukan terpaksa Andika dan Gita berpamitan terlebih dahulu. Mereka memang tipe orang yang tidak suka berbasa-basi. Mengingat kesibukan yang padat, dan pertemuan ini pun hanya demi anak semata wayangnya, Sabila. Akhirnya lampu hijau berhasil Glenn dapatkan, itu artinya pertunangannya tahun depan akan berjalan lancar. Sayang sekali Sabila tidak hadir dalam pertemuan itu karena masih ada kegiatan kampus. Ya. Seandainya Sabilla hadir pasti mereka akan merayakannya. “Aku sudah menjelaskannya Glenn, artinya urusanku sudah selesai,” ucap Lala setelah Andika dan Gita pergi. Lala cukup lega, dan berharap setelah ini dirinya pun bebas.