Lala tersenyum sumringah akhirnya bisa keluar juga dari penjara Glenn. Dirinya yang terbiasa bangun pagi cukup senang ketika mendapati kondisi apartemen Glenn yang belum menunjukkan adanya tanda-tanda kehidupan, spontan memunculkan ide untuk melarikan diri. Bahkan kamar Glenn masih tertutup rapat. Tentu saja Glenn belum bangun.
Lala menempelkan kertas kecil di pintu kamar dan menulis larik kalimat.
TIDAK USAH MENCARIKU
SEMINGGU LAGI AKU KEMBALIKAN SEMUA UANGMU
LALA
Setelah menempuh perjalanan sekitar empat puluh tiga menit dengan bantuan ojek online akhirnya Lala sampai juga di kosnya.
Hari ini Lala mempersiapkan diri untuk kuliah, dan tentu saja sudah tidak sabar untuk bisa bertemu Alan. Ya. Lala sudah punya pacar, namanya Allan. Cowok berambut gondrong itu yang beruntung merebut hati Lala. Kebetulan mereka satu kampus dan satu fakultas hanya saja beda jurusan saja. Jika Lala mengambil jurusan sastra, Alan mengambil jur
Apa yang ditakutkan Lala ternyata tidak menjadi kenyataan. Nyatanya orang tua Sabilla bahkan sangat ramah. Andika dan Gita paham dengan apa yang terjadi sebenarnya. Mereka mendengarkan penjelasan Lala dengan cukup baik, akhirnya kesalah pahaman calon menantu dan mertua itu pun usai. Namun sayang sekali pertemuan itu hanya sebentar, karena kesibukan terpaksa Andika dan Gita berpamitan terlebih dahulu. Mereka memang tipe orang yang tidak suka berbasa-basi. Mengingat kesibukan yang padat, dan pertemuan ini pun hanya demi anak semata wayangnya, Sabila. Akhirnya lampu hijau berhasil Glenn dapatkan, itu artinya pertunangannya tahun depan akan berjalan lancar. Sayang sekali Sabila tidak hadir dalam pertemuan itu karena masih ada kegiatan kampus. Ya. Seandainya Sabilla hadir pasti mereka akan merayakannya. “Aku sudah menjelaskannya Glenn, artinya urusanku sudah selesai,” ucap Lala setelah Andika dan Gita pergi. Lala cukup lega, dan berharap setelah ini dirinya pun bebas.
Tirai tipis itu mengizinkan sinar keemasan masuk ke dalam sebuah ruangan, membelai seorang gadis yang masih setia memeluk guling empuknya. Lama kelamaan gadis itu menggeliat, dan sesaat terbangun dalam keadaan bingung. Ya. Lala tidak pernah bangun sesiang itu. Lala mengucek matanya, dan mengumpulkan seluruh nyawanya. “Astaga sudah jam tujuh,” Lala bermonolog, tubuh kecil itu akhirnya meloncat turun dari kasur empuk yang telah memanjakannya semalaman. Lala segera mandi beruntungnya kamar itu terdapat fasilitas kamar mandi dalam, setelah membungkus dengan handuk Lala mengambil baju ganti asal dalam almari itu. Tidak di sangka banyak sekali baju di sana. Bahkan masih berlabel lengkap dengan hand tagnya. Benarkah Glenn membelikan semua itu untuknya? Lala terharu atas kejutan yang Glenn berikan untuknya. Ternyata dia tidak seburuk yang Lala kira. Hatinya menghangat, ada sisi baik dari Glenn yang baru saja Lala temukan. Pagi ini Lala harus ke kampus
“Sebentar Al, Tante sepertinya meneleponku,” dengan berat hati Lala menyambar ponsel dan menjauh dari Alan untuk mengangkatnya. Setidaknya Lala harus menjaga perasaan Alan agar tidak terjadi salah paham. Setelah dirasa cukup Lala berhenti dan menempelkan benda pipih itu di telinganya. “Hallo,” ucapnya pelan. “Cil, ke sini sebentar,” terdengar suara Glenn begitu menyebalkan. “Nggak bisa Glenn, ada Alan aku takut dia melihat kita....” tolak Lala masih dengan volume suara yang cukup kecil. “Ini penting,” ucap Glenn memaksa. “Lebih penting Alan, daripada sekedar mengurusimu.” Lala menutup pembicaraan itu sepihak. Kemudian berjalan menghampiri Alan. “Kenapa? Kelihatannya begitu kesal? Apa Tantemu marah-marah?” Tanya Alan menyelidik. Lala mengangguk lesu tak berniat membalas ucapan Alan. Dirinya fokus mengaduk mie cup yang di pesannya. Tetapi sayang sekali rasanya sudah tidak begitu enak karena sudah terlalu lembek mie
“Apa yang kalian lakukan di belakangku!!” teriak Sabila menggema.“Tidak, ini tidak mungkin!” Sabila menggeleng, di detik selanjutnya berteriak sejadi- jadinya, “Glenn apa kau tega mengkhianatiku setelah semua ini?!” ucap Sabila miris sambil menatap tajam Glen mengharap penjelasan. Glenn sedikit bingung, tidak menyangka reaksi Sabila seperti ini. Tiba-tiba hatinya terasa perih melihat bulir bening itu sudah menetes deras di kedua pipi Sabila. Tidak, Glenn tidak akan membiarkan kekasihnya salah paham dengan adanya Lala di apartemen bersamanya. “Sayang, a-aku bisa menjelaskannya, kita duduk dulu,” Glenn membimbing Sabila duduk, kemudian mengusap pipi basah itu dengan lembut. “Aku tidak pernah mengkhianatimu, sungguh,” ucap Glenn meyakinkan. Glenn meraih telapak tangan Sabila dan menggenggamnya erat. Kemudian menatap Sabila begitu dalam. “Jangan bohong Glenn. Kita baru saja berbaikan. Bahkan orang tuaku baru saja berdamai dengan hubungan ini atau kau memang senga
Lala sudah berada di kamarnya dan mulai mengerjakan tugas. Tidak lupa sebelum itu dirinya menutup pintu, takut suara mereka masih terdengar dari kamarnya. Mengingat kamar Lala dekat dengan ruang tamu. Sesungguhnya Lala sedih terjebak dalam situasi yang membingungkan ini, tapi ya sudahlah terlanjur kepalang basah, apa mau dikata. Hati Lala terlalu sensitif untuk menyaksikan orang di sekitarnya berbagi kasih. Dirinya merasa sepi di antara hiruk-pikuk kota. Sesungguhnya Lala rindu datangnya perhatian. Lala menggulung rindu itu menyimpan di sudut hati yang paling dalam dan menyandingkannya dengan resah, jika saatnya tiba akan memanennya bersama gembira. Ketika tiba saat di mana Lala sanggup memboyong piala kesuksesan di depan Harjito dan Iriani. Lala sangat menunggu saat itu, bagaimanapun Lala sangat merindukan mereka. Di sini Lala merasakan dinginnya sendiri, tatkala ponsel kakak tercinta pun sudah tidak bisa dihubungi lagi. Sebenarnya Lala masih
Bunyi alarm dari ponsel mengusik kedamaian pagi. Lala terperanjat dan hampir saja terjatuh, dirinya sangat menyesal dan jengkel mengingat mimpi di alam tidur sedang seru-serunya harus terhenti begitu saja. "Sepertinya baru tidur sebentar, eh sudah pagi saja," dengusnya sebal. Lala semalam tidur terlalu larut gara-gara-gara terganggu suara dua sejoli yang memadu kasih itu. Sialnya lagi Lala tidak punya bacaan apa pun yang membuat dirinya lebih sulit untuk terpejam. Tangan Lala merayap mencoba menjangkau ponsel yang masih berbunyi di atas nakas. Sesaat memeriksa layar tersebut dengan ekor matanya. Angka di sudut atas layar ponselnya menunjukkan angka 04.00, Lala mematikan begitu saja suara itu, melemparkan ponsel asal ke kasur dan kembali bergelung dalam selimut tebal yang masih menawarkan kehangatan. Semalam sebetulnya Lala sengaja memasang alarm agar bisa terjaga lebih awal mengingat dirinya harus menunaikan tugas sebagai seorang pembantu. Tapi sepertinya Lal
Part- 15 Dewi Terburu langkah Lala menuju kantin, cacing di perutnya sepertinya lincah menari-nari. Lala tidak boleh membiarkan keadaan ini. Bagaimanapun Lala harus bisa menjaga diri jangan sampai sakit. Siapa yang peduli jika dirinya sakit? Bahkan Lala merasa tidak punya siapa-siapa. Kali ini bukan mie cup yang ia pesan, kata Bi Narsih pagi-pagi harus susu dan nasi. Hmm Lala sudah memesan makanannya dan hendak menuju tempat favoritnya meja paling belakang pojokan dekat jendela besar itu. Tempat biasanya bersama Alan. Bola matanya seketika berbinar menemukan sahabat dan kekasihnya sudah berada di sana. Sungguh Lala merindukan mereka berdua dengan riang Lala menyusul mereka. “Hei, selamat pagi. Wah! Wah! Sudah duluan di sini saja,sih,” sapa Lala cukup ramah. Sontak keduanya kaget dengan kedatangan Lala yang tiba-tiba. “Boleh gabung nggak nih,” canda Lala. Dewi tiba-tiba tersadar akan kemunculan Lala. Bahkan kesusahan menelan makanannya saking kagetnya,
Mata kuliah hari ini cukup menarik, tapi tidak dengan perasaan Lala. Rasa bersalah pada Alan dan kecewa pada Dewi terus mengikuti ke mana pun otaknya berpikir. Sialnya Lala merasa terganggu dengan masalah ini dan tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Romadhon dosen Bahasanya sedang menjelaskan tentang materi kuliah. “Untuk materi bahasa tentu berbeda dengan materi saat di sekolah.Tanpa kalian sadari kalian telah mempelajari bahasa selama dua belas tahun pada masa sekolah. Nah untuk taraf kuliah pada kelas ini, kita tekankan pada ketrampilan menulis. Karena ketrampilan menulis yang ditekankan, maka kita harus menguasai bahasa tulis. Seperti kalian ketahui bahasa itu dasarnya ada dua yaitu bahasa lisan dan bahasa tulis,” terang Romadhon. “Sekarang bapak akan menerangkan dan sekiranya penting langsung saja di catat. Ingat saya tidak mengulangnya jadi tolong perhatikan baik-baik, setelah ini kita lanjut tanya jawab,” imbuhnya. Semua mahasiswa tampak sudah