Share

Part -07 Masih Terlibat

“Ini semua juga salahmu, La. Sudah tahu bukan uang kamu, mengapa kamu pakai juga?” ucap Glenn gemas.

Lala bangkit dari duduknya, wajahnya memerah menahan marah, tangannya mengepal erat. Dirinya merasa tidak terima selalu disalahkan terus.

“Kenapa aku terus terlibat? Aku ‘kan sudah menjelaskan di sini. Apa masih perlu juga terlibat masalah pribadi kalian lebih jauh? Apa kalian tidak bisa menyelesaikan urusan kalian sendiri. Ingat aku juga punya urusan sendiri?” protes Lala tanpa jeda, sepertinya kali ini stock sabarnya sudah habis untuk menghadapi mereka.

Shabila memegang pundak Lala kemudian menekan lembut, bibirnya mencetak senyum untuk meluluhkan hati Lala, di perlakukan seperti itu Lala kembali duduk di kursinya. Meskipun bibirnya masih mengerucut tapi Lala harus mengendalikan diri.

“Maaf, La. Jika ini nanti merepotkanmu. Tapi orang tuaku tidak semudah itu percaya. Kami masih butuh bantuan sekali lagi, jadi tolong ya La. Aku tahu kamu gadis yang baik. Pasti mau menolong kami, please.” ucap Sabila memohon.

“Tenanglah sayang, Sudah pasti Lala mau menolong kita, kamu jangan kawatir,” ucap Glen menenangkan.

"Laa..." ucap Glenn kemudian dengan mata fokus menatap Lala yang kebetulan tengah menatapnya juga.

Pandangan keduanya bertemu di satu titik, bahkan lutut Lala terasa lemas ditatap seintens itu.

"Mau kan menolong kami?" lanjut Glenn dengan tidak mengalihkan fokus. Duarr!! jantung Lala terasa mau copot ketika suara lembut itu terdengar bukan hanya menembus telinganya tapi membius kewarasannya.

“A ... e .... iya tentu saja,” jawab Lala gagap dan terpaksa mengalihkan pandangannya. Alam sadarnya menginterupsi untuk tidak terbawa suasana karena kembali menatap mata itu. Mata indah yang ia kagumi sejak pertama kali bertemu. “Tapi aku mohon ijin kan aku pulang ke kos malam ini. Jika kalian membutuhkanku tentu saja kalian bisa meneleponku.” pinta Lala sungguh-sungguh memohon.

Glenn dan Sabilla tersenyum lega mendengar pernyataan yang ditunggu-tunggu.

"Terima kasih ya La, setelah ini Glenn pasti mengantarmu pulang, bukan begitu Glenn?" tanya Sabilla.

"Tentu saja, Sayang," ucap Glenn sambil mengedipkan sebelah matanya.

Setelah kesepakatan itu, akhirnya Sabilla pulang karena sopir sudah menjemputnya. Sabilla tidak mau di marahi orang tuanya dan urusannya di persulit lagi.

Sementara Lala masih bersama Glenn, dan hatinya sungguh gembira, karena Glenn akan mengantarkannya pulang. Itu berarti penderitaannya akan sedikit berkurang.

Glenn memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. Hatinya sungguh di penuhi taman bunga, sesekali bibirnya tersenyum mengingat pertemuannya dengan Sabilla.

Mimpinya sebentar lagi akan terwujud nyata, dan acara pertunangan itu pasti akan terjadi juga, setelah Sabilla lulus kuliah Glenn berniat melamarnya menjadi nyonya Glenn.

Sementara Lala sibuk dengan ponselnya, dari tadi dirinya mengirim pesan buat Adrian tapi sepertinya tidak berhasil, karena tanda itu tak pernah jadi cek lis biru. Apakah Adrian sudah tidak peduli pada Lala lagi.

Lala mencoba meneleponnya tapi semua itu percuma saja, bahkan terlihat Adrian terakhir online tiga jam yang lalu.

Glenn melirik Lala dalam tatapan meremehkan?

“Nggak diangkat? Paling juga pacarmu sudah sadar. Mana ada laki-laki waras mau pacaran sama gadis miskin macam kamu, La” ucapnya sinis dan sok tahu urusan orang.

Lala tidak menyahut terus saja mengirim pesan pada Adrian. Lala berniat meminta bantuan kakaknya untuk menyelesaikan urusannya dengan Glenn. Tapi yang jadi pertanyaan kenapa sulit sekali menghubunginya? Bukankah seharusnya dia online 24 jam, agar sifat playboynya tetap bersinar. Masa iya playboy slow respon? Atau karena yang menelepon hanya adiknya jadi sengaja di abaikan?

Lala memutuskan menyimpan ponselnya, “Nanti juga terkirim,” pikirnya dalam hati

“Sudahlah terima nasib saja, kamu nanti juga akan bertemu dengan jodoh sesuai levelmu,” ucap Glenn.

“Maksudmu apa, Glenn?” tanya Lala tidak terima.

“Bukankah jodoh cerminan diri. Makanya banyak-banyak ngaca biar sadar diri. Nggak ketinggian ngehalunya. Gadis miskin tentu berjodoh dengan sesamanya. Jangan mimpi punya pacar setajir aku.”

“Ralat omonganmu Glenn, jangan sombong hanya karena materi, bahkan dia tidak akan kau bawa ketika kau mati, jadi buat apa kau terus menyombongkan diri?”

“Haha... Itu hanya ucapan orang miskin karena mereka nggak mampu sombong, iya kan? Lihatlah Sabila, dia tentu berjodoh denganku karena kita setara. Dan yang paling penting dia cantik, pinter dandan, dan fashionable tidak seperti dirimu?”

Lala sontak memperhatikan dirinya kelihatan semiskin itukah dia? Memang Lala tidak bawa banyak baju dari rumah dan hanya beli beberapa baju saja di kota Violens karena alasan berhemat. Dirinya hanya memakai blouse oversize dan celana jeans hitam di padu dengan flat shoes, selain itu juga tidak berdandan.

Lala hanya menggunakan bedak bayi dan lipglos saja. Sudah.

Kalau hari ini harus di bandingkan Sabilla tentu saja jauh, bahkan ootd Sabila hari ini brand terkenal semua. Tasnya bahkan limited edition yang hanya dua biji di dunia ini dan jangan lupakan riasan wajahnya yang tampak glow up dan sempurna.

“Tunggu Glenn, bukannya harusnya belok kiri?” protes Lala mengingatkan Glenn.

“Sejak kapan apartemenku pindah?” jawab Glenn sekenanya.

“Astaga Glenn, antarkan aku pulang,” ucap Lala hampir menangis.

“Tidak semudah itu, selama masalah kami belum selesai, kamu adalah tawananku? Bagaimana jika kamu melarikan diri. Aku akan susah mencarimu lagi,” ucap Glenn.

“Tawanan? Jadi apa maksudmu Glenn? Kau mau menahanku? Apa itu tidak berlebihan? Apa kau tidak percaya? Aku tidak akan lari dari kalian, percayalah.” Sekali lagi Lala memohon pada Glenn kali ini bulir hampir memenuhi kelopak matanya, sekali berkedip maka bulir itu akan terjatuh.

“Tidak, Aku ingin masalah ini selesai baru kamu bisa pergi?”

“Hiks ... Jangan keterlaluan Glenn, bukannya aku berjanji akan menjelaskan pada orang tua Kak Billa, dan akan mencicil uangmu yang telah aku pakai.” Ucap Lala di antara isak tangisnya.

“Aku tidak percaya padamu begitu saja, bisa saja kamu kabur, bisa saja kamu curang. Nggak ada yang menjamin kamu jujur. Kita baru saja bertemu, aku belum mengenalmu dengan baik.” Sangkal Glenn.

“Tapi, Glenn. Aku juga punya kehidupan sendiri. Bukan hanya mengurusi ini saja.” Lala memyeka air matanya. Percuma menangis di depan lelaki yang tidak punya hati. Lala menarik nafas panjang dan membuangnya perlahan. Dadanya di penuhi sesaknya rasa sebal. Bagaimana tidak menyulitkan? Di awal pertemuan saja sudah kelihatan menyebalkan. Tapi Lala bisa berbuat apa selain menurut.

Mereka sudah sampai di apartemen ketika jarum pendek menunjukkan angka sebelas, belum pernah Lala selelah ini. Bahkan tenaga Lala sudah terkuras, jangankan untuk berdebat dengan Glenn, untuk bicara pun terasa malas.

Glenn menunjukkan di mana dirinya harus tidur, tanpa basa-basi Lala langsung masuk di kamar itu. Setelah bersih-bersih Lala segera merebahkan tubuhnya di kasur empuk itu, ahh Lala sudah tidak peduli lagi di mana dirinya berada, yang terpenting hanya ingin istirahat dan tidur.

Tok!! Tok!! Tok!!

Ketukan pintu berulang-ulang pun sudah tidak di hiraukan lagi, mengurusi Glenn tidak ada selesainya. Bahkan Lala menutup kupingnya dengan bantal dan memiringkan badannya memeluk guling erat-erat. Bukan berpura-pura tidur tapi Lala bahkan dalam sekejap sudah terlelap.

***

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status