Share

Kepergian dan Pertemuan

"Bro, ada apa denganmu?" Teman Riko bertanya sesaat setelah motor berhenti tepat di samping Riko.

Riko tersenyum lalu menatap temannya, enggan bercerita pada temannya karena Riko tahu, tidak semua teman bisa dipercaya dan dapat menjaga rahasia.

"Tidak. Hanya seekor anjing liar." Riko tersenyum getir.

"Ayo kuantar kau pulang!"

Mereka berdua melesat, meninggalkan kota yang sedikit menyisakan gerimis kecil seusai hujan lebat yang membuat Riko basah kuyup. Berjalan Riko beberapa meter tak ada yang memberikannya tumpangan walaupun dalam hujan lebat.

"Thanks." Riko langsung masuk ke dalam rumahnya setelah mengucapkan terimakasih pada temannya.

Tak ada yang Riko pikirkan lagi, mengagumi Starla hanya tinggal dalam mimpi. Starla akan ia pinang ketika ia sukses nanti, jika tidak sukses maka Starla cukup menjadi cerita masa lalunya.

Riko masuk ke dalam kamarnya, melihat sisa tabungan yang ia miliki. "Ah ... ini hanya untuk ongkos."

Bukan masalah besar bagi seorang laki-laki jika hanya memiliki ongkos untuk bekerja keluar negeri karena jika hidup di pinggir jalan pun, laki-laki tidak terlalu membutuhkan biaya besar.

"Selamat tinggal Starla," lirih Riko lalu mengepalkan tangannya.

Hatinya begitu sakit, masih teringat jelas bagaimana perlakuan Jack Marker padanya. Riko akan membuktikan pada Jack kalau ia juga akan mampu mengalahkan kekayaan yang Jack miliki walaupun itu terlihat mustahil.

.

Koper kecil secepat mungkin Riko seret setelah taksi sampai di depan rumah, sebelum Sebi melihatnya, Riko terburu-buru masuk ke dalam taksi. Sebi teramat menyayangi Riko melebihi anak kandungnya sendiri namun saat ini Riko tidak ingin lagi bergantung pada ibu angkatnya itu karena ia sadar hidup Sebi selama ini sudah cukup menderita.

"Tante. Maaf." Kata itu seolah tertahan di tenggorokan Riko sesaat setelah menoleh ke belakang.

.

Tak lama taksi yang Riko tumpangi sampai di bandara. Riko sudah memesan tiket pesawat jauh hari karena ia sudah memantapkan hati untuk merantau keluar negeri sebelum mendapat hinaan dari Jack. Setelah mendapatkan hinaan Riko semakin tertantang untuk keluar negeri mencari jati dirinya. Riko ingin membuktikan perkataannya kalau ia juga bisa sukses.

Tak sia-sia selama ini belajar banyak bahasa dari Sebi yang berketurunan Prancis. Sebi banyak tahu bahasa karena ia pernah bekerja di perhotelan dalam dan luar negeri.

Saat ini Riko tidak peduli pada banyak mata yang memandang Riko dengan tatapan tak suka, yang jelas saat ini Riko ingin perubahan nyata dalam hidupnya, kakinya terus melangkah memantapkan hati dan pikiran saat kaki yang tak pernah berkelana masuk dan lalu duduk di dalam pesawat.

Sepasang mata menatap Riko dengan tatapan naik turun, "kau ada sanak saudara di Amerika?" tanya orang asing yang duduk di samping Riko.

Riko duduk di samping laki-laki yang nyaris sama kejamnya seperti Jack, takdir Riko bertemu dengan orang-orang yang selalu sama.

"Tidak. Aku hanya ingin mengubah nasib di sana," ucap Riko lalu menatap awan yang berjalan di luar jendela pesawat.

"Bagaimana kalau ikut dan tinggal bersamaku, kita bisa bekerja sama dalam satu bisnis yang tidak membutuhkan modal," ungkap laki-laki itu.

Mendengar kata bisnis, Riko cukup tertantang. Selama ia tinggal di negaranya tidak ada bisnis yang tidak membutuhkan modal. Semua bisnis berawal dari modal besar termasuk bisnis yang melibatkan orang-orang tertentu.

Cukup lama Riko berpikir hingga tubuhnya yang cukup tegap di colek lagi oleh laki-laki yang duduk di sebelahnya.

"Kalau tidak mau bukan masalah. Ini kartu namaku, nanti kau bisa mencariku jika kau sudah berubah pikiran," kata laki-laki itu, lalu mengulas senyum ke arah Riko setelah menyodorkan kartu nama ke arah Riko.

Riko mengambilnya, lalu mengamati kartu nama itu, tak ada yang mencurigakan karena terlihat seperti seorang pemilik perusahaan pada umumnya. Riko mencoba meyakinkan dirinya kalau orang baik masih ada di dunia ini.

Pria yang saling memiliki tubuh tegap itu saling bertukar cerita, hingga Riko memberanikan diri menceritakan apa penyebab dirinya meninggalkan negaranya, hingga berani mengambil keputusan untuk pergi mengadu nasib.

Namun hal yang tak diduga oleh Riko terjadi, pria yang sedang berada di sampingnya saat ini terbahak mendengar apa yang Riko alami.

Laki-laki bernama George itu tersenyum kecil lalu menepuk bahu Riko. "Jadilah seperti seekor beruang, terlihat menggemaskan tapi bisa menerkam."

Dua jam pun berlalu, Riko turun dari pesawat, begitu juga dengan yang lainnya. Riko menatap sekeliling yang tampak jauh berbeda dengan negara tempat tinggalnya.

"Selamat datang kesuksesan."

Nyaris melewatkan sesuatu saat perutnya minta di isi namun Riko hanya membawa dua ratus ribu saja, terlebih nomornya samasekali tidak bisa di gunakan di negara lain.

George lewat di samping Riko, ini kesempatan emas bagi Riko terlebih saat ini ia tidak memiliki uang dan pekerjaan. Jika George bisa membantunya mencarikan pekerjaan kenapa tidak.

"Aku menerima tawaranmu, Tuan." Riko menyentuh bahu George.

"Kau berubah pikiran?" George tersenyum sesaat setelah menoleh ke arah Riko.

"Tepatnya aku telah memikirkan segalanya," kata Riko lalu berjalan beriringan.

Sesampainya di bandara, mereka di hadang saat ingin keluar dari bandara. Setiap penumpang akan di periksa namun George samasekali tidak di periksa, ini cukup membuat Riko tercengang.

Nyatanya memang benar, uang mampu membeli segalanya termasuk orang yang seharusnya mengamankan, tapi bisa terlewatkan jika dengan uang.

"Kau iri?" George melihat ekspresi wajah Riko yang begitu kagum padanya.

"Tidak ... aku hanya ingin tahu seberapa kaya anda hingga ...."

"Cepatlah, George!" Sesekali melambaikan tangan ke arah George.

"Kita ada rapat kelompok, apa kau akan ikut?" tanya George pada Riko.

Langkah George semakin cepat begitu juga dengan Riko, ia mengikuti George sampai mereka naik mobil dengan cepat karena tujuan mereka sedikit jauh. Beberapa teman George memandang ke arah Riko namun Riko bersikap tenang walaupun ada rasa curiga dalam hatinya.

"Ini orang baru itu?" tanya salah satu teman George.

"Anggap saja begitu. Aku gagal membawa dia bersamaku."

"Haha. Kuakui kau begitu pintar George," kekeh laki-laki yang sedang mengemudi itu, sementara George yang lainnya hanya terdiam.

"Perkenalkan namaku Edward," sambung laki-laki berkulit putih itu dengan logat khasnya.

"Riko."

Terlihat sekilas Riko mengulurkan tangan namun Edward menepis tangan Riko begitu cepat. Mereka bertiga tergelak saat Riko terlihat salah tingkah.

"Ayolah! Anak lemah darimana ini George?" Hanya Edward membuat George geram, lalu memukul kepala Edward.

"Nama kau itu tidak pantas berada dalam komplotan kami!" lanjut Edward membuat Riko menelan salivanya.

Sempat berpikir bahwa akan ada orang baik yang akan membantu Riko di luar negeri namun Riko salah.

"Aku akan membuat identitas baru di negara ini, tapi dengan satu syarat ...." George mengantungkan ucapannya agar Riko penasaran.

"Aku tahu peraturan negara harus ada paspor dan aku tidak bisa menetap di sini selamanya," ucap Riko membuat George terbahak lebih kencang.

"Sudah kukatakan aku akan membuatmu menjadi warga negara di sini tapi, dengan satu syarat." George mengulang perkataannya.

"Apa?"

"Ikut dalam komplotan kami, kita akan menjadi kaya raya bersama. Bukankah kau ingin membuat kekasihmu bahagia? Lalu kau bisa membalasnya, maksudku membalas perlakuan calon ayah iparmu itu," terang George dengan tenang di sela kekehannya.

"Baiklah jika itu bisa membuat aku kaya dengan cepat."

Tanpa berpikir panjang lagi Riko mengambil keputusan begitu cepat lalu tersenyum menatap mereka secara bergantian, tanpa Riko sadari ia telah masuk dalam jebakan George.

Beberapa jam perjalanan akhirnya mereka berada di kota Zeulen City, gedung mewah bertingkat delapan terpampang jelas di mata Riko. Ia menatap sekeliling yang jauh berbeda dengan yang ada di kotanya, kekagumannya semakin menjadi karena ia berpikir akan cepat kaya jika berada di sini.

Derap langkah mereka masuk ke dalam ruangan secara bersamaan. Mata Riko tak luput menatap George dengan rasa kagum yang berlebihan. Sesampainya di lantai tiga George mendorong tubuh Riko ke hadapan seorang laki-laki bertato dan bertubuh tinggi juga berkepala plontos.

"Ini yang kau katakan penipu itu?" tanya laki-laki berkepala plontos itu.

"Bu - kan ...."

Kepalan tangan kekar laki-laki bertubuh tinggi dan tegap itu melayang di pipi Riko hingga darah segar bercucuran dari hidung Riko. George meringis melihat perlakuan bosnya terhadap Riko, walau bagaimanapun ini adalah salahnya.

Sama halnya dengan Riko saat ini, ia merasa sakit yang luar biasa karena ini pertama kalinya Riko menerima pukulan keras dari seseorang, Riko menyentuh dagunya yang seakan hampir jatuh.

"Bos. Ini anak terlantar yang aku pungut, dia sama bodohnya seperti penipu itu."

Mendengar penuturan George mata Riko memerah, anak terlantar katanya. Bukan sekali dua kali Riko di hina oleh orang-orang namun ia terus bersabar namun kali ini ia ingin melampiaskan semua amarahnya pada George.

Riko mendekat ke arah George lalu melakukan serangan dengan menggunakan kakinya namun George dengan cepat menangkis kemudian memukul leher Riko hingga Riko merasakan sakit dan seluruh tubuhnya kaku lalu berlahan Riko hilang kesadaran.

George sudah menjaga-jaga sejak tadi karena ia yakin Riko akan murka padanya itu sebabnya George menusukkan jarum buis ke leher Riko.

Comments (4)
goodnovel comment avatar
🌹azizahaisyah🌹n
tetap semangat untuk berkarya dan sehat selalu abang biru lanjut ............
goodnovel comment avatar
Ipin Upin
kasihan Riko,,butuh perjuangan berat,,
goodnovel comment avatar
Ysl Ysl
kasian riko, koq ketemu orang yang salah... kuat2 ya riko
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status