"Ambil ini dan tinggalkan putri saya!" perintah Jack Marker setelah melemparkan beberapa gepok uang ke arah Riko.
Wajah pemuda itu tertunduk, kekasihnya juga enggan membelanya. Riko perlahan mendongak, berusaha menatap laki-laki dewasa yang begitu sangar di hadapannya."Pak, tolong berikan saya kesempatan, saya akan berusaha mencari pekerjaan tetap dan menggapai apa yang Bapak inginkan, tapi tolong jangan jauhkan saya dari Starla," lirih Riko lalu memegang tangan laki-laki bertubuh kekar yang tak lain adalah ayah Starla, yang terkenal memiliki banyak bisnis di luar negeri."Lupakan Starla, kau itu tak lebih dari pemuda bodoh yang miskin dan ....""Daddy!" Starla memotong perkataan ayahnya membuat Jack Marker menatap ke arah putri semata wayangnya.Jack Marker terkenal sebagai pria galak dan pemberani, seperti kata pepatah. Siapa yang kuat maka ia akan berkuasa dan mengatur segalanya. Terbukti saat ini Jack mampu membuat beberapa pejabat negeri berlutut padanya, ah tidak perlu tahu namanya yang jelas Jack bisa mengendalikan dunia dengan uang yang ia miliki."Diam, Starla. Dia ini anak haram yang tidak memiliki ayah dan ibu. Bukankah kau lihat sendiri kalau dia hadir dari panti asuhan dan di besarkan oleh Sebi," ungkap Jack membuat Starla terdiam.Nyatanya memang benar, Riko adalah anak panti namun ia benar-benar anak yatim piatu dan bukan anak haram seperti yang disebutkan oleh Jack.Uang bisa membeli segalanya bukan? Saat ini di luar sana, banyak pasang orang tua yang memalsukan identitas anaknya demi pengakuan negara, tak ubahnya seperti Starla saat ini, sesungguhnya Jack sedang menghina diri sendiri."Jangan sia-siakan uang yang aku berikan percuma, kau miskin kan? Jangan katakan kalau cinta tidak bisa di beli. Otakmu terlalu dangkal mengenal cinta." Jack terkekeh lalu menghampiri putrinya dan menarik gadis itu dari sisi Riko kemudian memerintahkan Starla masuk."Pak ... berikan saya waktu satu tahun bekerja di luar negeri agar bisa memenuhi keinginan, Bapak." Pemuda yang teramat mencintai Starla berlutut di hadapan ayah kekasihnya, lalu tersenyum pahit."Jilat sepatuku agar kau paham apa itu pengorbanan," ucap Jack lalu tergelak.Sepatu kulit ekspor dari Thailand yang dikenakan oleh Jack begitu berkilau dan sangat bersih namun yang terletak di kaki sungguh tidak pantas untuk Riko lakukan.Riko mendekat lalu menyentuh lutut Jack Marker yang masih berdiri, namun Jack menatap Riko lalu tersenyum puas."Jika kau membawa singa sekalipun aku tidak akan pernah merestui hubungan kalian berdua," kekeh Jack sesaat setelah Riko menjilat sepatu kulit yang Jack kenakan."Saya berjanji akan membuat putri Anda akan selalu bersama saya," kata Riko lalu bangkit dari posisinya.Meninggalkan pekarangan rumah mewah milik Jack Marker, rumah berlantai empat dan memiliki dua kolam renang dan juga ruangan khusus yang Jack rahasiakan.Saat Riko berbalik, Jack membuat kode dengan gerakan kepalanya agar bodyguard yang menjaganya segera melakukan sesuatu pada Riko."Eum ...." Suara Riko tercekat lalu ia merasakan perih yang menjalar dari hidung kemudian menembus tenggorokannya lalu Riko pun hilang kesadaran sepenuhnya.Sementara Starla hanya memperhatikan apa yang dilakukan oleh ayahnya tanpa bisa berbuat apa-apa, siapa yang tidak sedih dan sakit jika melihat orang yang ia cintai terluka.Jack Marker seolah paham apa yang putrinya lakukan segera naik kelantai atas lalu memeriksa Starla, sementara bodyguard yang Jack perintahkan menyeret tubuh Riko ke dalam ruangan rahasia bahkan, Starla sendiri tidak tahu ada ruangan rahasia di rumahnya.Perlahan Jack menghampiri Starla yang terlihat murung, "apa kau baik-baik saja?""Daddy, aku baik, tapi tadi Riko," ucap Starla dengan suara bergetar.Jack terdiam, mencari sekumpulan alasan agar Starla paham, ia tidak ingin melihat putrinya bersedih."Tenanglah, Daddy hanya memberikan sedikit pelajaran pada Riko agar dia tumbuh menjadi laki-laki kuat dan bertanggungjawab," ungkap Jack."Sungguh? apa setelah dia kuat seperti keinginan Daddy, Aku dan Riko mendapat restu?" tanya Starla dengan suara parau.Sejak tadi gadis itu menahan sesak di dadanya, ia sudah sering melawan apa kehendak ayahnya begitu juga dengan mendiang ibu Starla yang membela putrinya hingga wanita yang bernama Hamiruka berketurunan Jepang harus meregang nyawa di tangan Jack karena Jack sama sekali tidak ingin di tentang walau istrinya sekali pun, jadi Starla juga sudah begitu paham dengan sikap Jack.Lebih baik mengabaikan perkataan Starla agar putrinya tidak ikut menyusul ibunya, Jack lebih memilih meninggalkan Starla lalu turun ke lantai bawah kemudian menemui Riko di ruangan khususnya.Setibanya Jack di ruangan khusus yang terletak di bagian belakang rumahnya. Jack tersenyum sinis menatap wajah polos Riko yang rela berkorban demi cinta, bagi Jack cinta adalah hal munafik karena ia dan Hamiruka dulu menikah tanpa landasan cinta."Kau sudah bangun?" Jack mendekat ke arah Riko, lalu tersenyum sinis sambil membawa sesuatu yang membuat mata Riko melotot."Mau apa, Pak. Apa salah saya?" tanya Riko dengan suara serak karena rasa pedih yang masih menyerang tenggorokannya.Dengan polos Riko masih bertanya apa salahnya padahal di mata dan pikiran Jack sudah nyata, Riko salah karena mencintai putrinya. Jack tidak pernah suka pada Sebi karena masa lalu, terlebih Riko adalah pria miskin yang tidak punya apapun selain cinta."Jika masih ingin hidup menjauh dari putriku," ucap Jack sambil mengarahkan benda berpelatuk ke arah Riko, senyum kemenangan terukir indah di bibir Jack."Ta-tapi aku mencintai Starla," kata Riko terbata-bata."Cinta? Kau lihat itu?" Jack menunjukkan baling-baling penggilingan besar dengan tangan kirinya namun tangan kanan Jack masih membidik kepala Riko.Riko menelan salivanya lalu menatap manik mata sangar yang ada di depannya, kemudian mencoba melepaskan tali yang mengikat pergelangan tangannya begitu erat. Kursi kayu yang Riko duduki seakan terasa neraka baginya saat ini, keringat yang bercucuran dari kening Riko begitu banyak pertanda Riko begitu takut saat ini. Samasekali Riko tidak menyangka kalau ia akan masuk ke dalam kandang singa seperti ini karena melihat sikap Starla yang lembut dan penyayang.Jack mendekat lalu memotong tali yang mengikat pergelangan tangan Riko. Jack menatap tajam ke arah Riko, sempat berpikir kalau Riko akan kabur, tapi nyatanya nyali bocah yang ada di hadapannya begitu besar karena masih terdiam dan mengiba pada Jack."Lari atau timah panas akan menembus otak dangkalmu itu!" perintah Jack.Mendengarkan perkataan Jack yang begitu menyeramkan membuat nyali Riko menciut, terlebih Jack menembakkan peluru ke udara dan Jack begitu menginginkan Riko berlari cepat sebelum timah panas jatuh kembali menghampiri bumi. Riko pun melangkah dan berlari cepat karena terkejut mendengarkan suara letusan timah panas yang Jack tembakkan ke udara.Janji, ya laki-laki yang memiliki rahang tegas itu ingin menghapus rasa cintanya pada kekasihnya namun begitu berat ia lakukan. Riko melalui semak belukar yang ada di belakang rumah Jack lalu mencari jalan keluar namun begitu sulit ia temukan.Riko merogoh sakunya lalu mengambil ponselnya untuk mengecek arah mata angin agar ia bisa keluar dari tempat asing yang tidak begitu ramah baginya..Napas Riko seakan tersenggal saat ia berhasil keluar dari semak belukar yang begitu luas di belakang rumah Jack. beruntung anak buah Jack tidak mengejar Riko dan menghabiskan Riko."Bangsat!" Umpat Riko lalu melambaikan tangan ke arah mobil yang berlalu lalang namun tak ada yang sudi menghentikan mobilnya dan memberikan tumpangan pada Riko. Dunia begitu kejam pada orang-orang lemah.Cukup heran kenapa ada semak belukar di belakang rumah Jack, tanpa orang-orang sadari semak belukar itu sengaja Jack pelihara agar orang yang ingin ia eksekusi tidak mudah lolos dan melarikan diri begitu mudahnya."Bro, ada apa denganmu?" Teman Riko bertanya sesaat setelah motor berhenti tepat di samping Riko. Riko tersenyum lalu menatap temannya, enggan bercerita pada temannya karena Riko tahu, tidak semua teman bisa dipercaya dan dapat menjaga rahasia. "Tidak. Hanya seekor anjing liar." Riko tersenyum getir. "Ayo kuantar kau pulang!" Mereka berdua melesat, meninggalkan kota yang sedikit menyisakan gerimis kecil seusai hujan lebat yang membuat Riko basah kuyup. Berjalan Riko beberapa meter tak ada yang memberikannya tumpangan walaupun dalam hujan lebat. "Thanks." Riko langsung masuk ke dalam rumahnya setelah mengucapkan terimakasih pada temannya. Tak ada yang Riko pikirkan lagi, mengagumi Starla hanya tinggal dalam mimpi. Starla akan ia pinang ketika ia sukses nanti, jika tidak sukses maka Starla cukup menjadi cerita masa lalunya. Riko masuk ke dalam kamarnya, melihat sisa tabungan yang ia miliki. "Ah ... ini hanya untuk ongkos." Bukan masalah besar bagi seorang laki-laki jika hanya me
Malam sudah menyapa namun kota masih begitu ramai orang berlalu lalang. Riko masih terkulai lemah di lantai namun kesadarannya telah kembali, tangan kiri Riko berlahan ia gerakkan namun terasa berat. Seketika Riko menoleh, lalu menarik tangannya lagi sekuat tenaga namun tetap saja tidak bisa. Tenaganya kini melemah."Bagaimana?" George tersenyum lalu mengangkat tangan Riko yang tidak bisa bergerak samasekali, bukan iba tapi George malah begitu senang melihat Riko menderita seperti ini. "Sial. Aku masuk ke dalam kandang harimau," lirih Riko dengan bahasa negaranya. "Cukup bagus, ambil ini!" George melemparkan kartu ke arah Riko. Riko mengambil kartu dengan tangan kanannya, cukup membuatnya terkejut karena fotonya terpampang jelas namun dengan nama berbeda. "Barnard?" "Ya. Mulai saat ini kau akan menyandang nama Barnard, kuakui kau pria pemberani." Pria berkepala plontos mendekati Riko lalu menarik tangan kanan Riko. Laki-laki yang menyandang gelar sebagai bos dalam kelompok mere
Jam menunjukan pukul 12 malam, Barnard menatap langit yang penuh dengan kerlipan bintang. Pikirannya berkelana, mengingat siapa yang telah menemaninya beberapa waktu lalu, biasanya ia akan keluar sekedar jajan di pinggir jalan bersama kekasihnya namun kini hanya tinggal mimpi. Layaknya seorang sahabat, tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya pada Barnard dan Edward, mereka terlihat seperti pemuda pada umumnya terlebih keduanya bersikap tidak peduli pada orang yang berdebat di samping mereka. "Ramen dua," ucap Edward sesaat setelah pramusaji wanita menghampiri mereka berdua. Tak lama makanan pun terhidang di meja mereka, Barnard menyantapnya dengan lahap, sekilas Edward menatap laki-laki yang kini sudah menjadi temannya lalu menggelengkan kepalanya. Merasa takjub dengan apa yang ia lihat di depannya saat ini, laki-laki yang begitu polos sesaat lagi akan menjadi brandal di negara asing. "Kau tau? Jika sudah masuk ke dalam kelompok bos Carlos maka kita tidak akan pernah lep
Sekitar satu jam sudah Edward dan Barnard berlatih namun Barnard belum mau berhenti karena ia merasa, belum bisa menembak tepat sasaran seperti Edward. "Aku lelah. Ayo kita cari makanan,"ujar Edward namun Barnard tidak perduli, ia masih fokus menembak pada sasarannya. Edward pernah di posisi Barnard, layaknya candu dan tidak ingin di ganggu sama sekali hingga, Edward memutuskan meninggalkan Barnard sendiri. Namun, saat membuka pintu seseorang terlebih dahulu membuka pintu dari luar, melihat Barnard berlatih begitu semangat, hingga ia merasa begitu kagum namun kekagumannya berubah saat Barnard mengarahkan senjata ke arahnya, dan secepatnya Barnard melesatkan peluru. Namun, beruntung seseorang yang tidak lain adalah Carlos menghindar dengan cepat. "Kau ingin membunuhku?" tanya Carlos dengan tatapan tajamnya. Jika ingin main-main Carlos lebih ingin main-main saat ini. Sudah lama Carlos tidak bersenang-senang, biasanya Carlos selalu melatih nyali anggota baru yang ada dalam kelompok
Kaki kiri Carlos terluka, ia merasa tubuhnya bergetar hebat saat ini, sel darah Carlos seakan berhenti berjalan mengikuti nadinya. Nyatanya musuh Carlos saat ini bermain licik, mereka memasukkan racun kedalam peluru hingga melumpuhkan lawan dengan seketika di mana pun lawan terkena. "Ambilkan aku itu!" Carlos menunjuk ke arah botol berwarna biru di sudut lemari. Tidak menunggu lagi, Barnard langsung merangkak meraih botol namun tembakan dari luar menghalangi Barnard meraih botol, peluru mengenai botol kaca berwarna biru itu hingga botol pecah seketika saat terjatuh ke lantai. "Argh ... bangsat!" Umpat Carlos lalu merangkak mendekati Barnard sambil memegang kakinya yang terasa sakit. Cairan yang ada di lantai secepatnya Carlos raih lalu ia balurkan pada lukanya, setidaknya walaupun sedikit mampu menghentikan sel racun yang akan menyebar ke dalam tubuhnya. Barnard begitu syok dengan keadaan yang ia alami saat ini. "Aku sekarang tak lebih dari pemberontak dan bajingan," lirih Barnar
"Apa terjadi hal besar setelah peluru mengenaiku?" tanya Carlos lalu menatap sekeliling yang tampak remang-remang di matanya. "Kenapa semuanya terlihat kusam dan buram," lanjut Carlos lalu menatap ke arah kursi di sampingnya. "Itu karena racun menyebar ke seluruh sel tubuhmu, tak terkecuali matamu," jelas Edward membuat Carlos berdecak kesal. Kesabaran Carlos benar-benar habis, nyatanya orang yang ia rampok tahun lalu kini mencari celah untuk membunuhnya dengan cara berkomplot. "Apa dia Alice? lalu di mana George?" tanya Carlos lagi. " Ya itu Alice. George berada di kota Nakhaba, dia bersama dengan yang lainnya terluka dan sedang dalam penanganan, kami sempat bertarung namun kami beruntung tidak terkena peluru," jelas Edward setelah melirik sekilas ke arah Alice yang masih pingsan."Apa yang dia lakukan di sini?" Seketika wajah Carlos berubah masam. Kehadiran Alice membuat pikirannya kembali kacau, jika Alice masih bersama mereka maka kelompok yang Carlos pimpin akan lemah karen
"Cepat selidiki kelompok SUGOI, mereka baru saja melakukan aksinya," ucap seorang polisi sambil mengetuk-ngetuk meja. Polisi selalu menyelidiki peluru yang dipakai oleh kelompok SUGOI yang di pimpin oleh Carlos namun polisi sendiri heran karena peluru yang mereka gunakan selama ini selalu berbeda-beda. "Jika kita menemukan tempat persembunyian mereka, maka akan kupastikan mereka akan membusuk di penjara," lanjut Emir. Laki-laki bernama Emir ini adalah sahabat dekat Carlos dulunya namun ia memiliki konflik yang tidak diketahui oleh orang lain yang membuat Emir begitu benci pada Carlos. "Alamat mereka tidak bisa dilacak. Mereka terlalu tertutup dan ada orang dari kalangan polisi juga yang melindungi mereka," jelas teman Emir. Padahal tak ada polisi yang melindungi kelompok SUGOI, mereka saja yang terlalu kuat dan sulit untuk ditaklukkan."Kalau begitu aku akan menyelidiki kasus ini sendiri dan akan memenjarakan mereka." Emir terlihat begitu kesal, karena ulah Carlos semakin banyak
Dua hari berlalu setelah kematian pencuri handal di kota Lausan, kota masih saja ricuh dan gaduh. Masih terjadi pencurian besar-besaran di toko perhiasan emas. Kota yang tak pernah ada damainya saking banyaknya penjudi di kota-kota besar dan pembunuhan tanpa aturan. Kini di rumah yang baru saja anggota SUGOI tempati merasa tak ada lagi perintah seperti biasanya, mereka lebih banyak diam dan menunggu keadaan tenang. "Aku harus menghilangkan bukti," gumam Barnard sambil mengambil sarung tangan yang sempat ia simpan di laci kamarnya. Barnard tergesa keluar kamar namun George menangkap gerakan Barnard yang berjalan tergesa-gesa. "Mau apa dia?" George mengikuti langkah Barnard ke halaman belakang. Sesampainya George di halaman belakang George terkejut saat melihat api telah menyala dan berkobar. "Kau merahasiakan sesuatu." George menuding seraya berjalan mendekati Barnard. Seketika Barnard menoleh dan terlihat jelas wajah Barnard gugup, wajah yang tadinya penuh kemenangan kini tamp