Malam sudah menyapa namun kota masih begitu ramai orang berlalu lalang. Riko masih terkulai lemah di lantai namun kesadarannya telah kembali, tangan kiri Riko berlahan ia gerakkan namun terasa berat.
Seketika Riko menoleh, lalu menarik tangannya lagi sekuat tenaga namun tetap saja tidak bisa. Tenaganya kini melemah."Bagaimana?"George tersenyum lalu mengangkat tangan Riko yang tidak bisa bergerak samasekali, bukan iba tapi George malah begitu senang melihat Riko menderita seperti ini."Sial. Aku masuk ke dalam kandang harimau," lirih Riko dengan bahasa negaranya."Cukup bagus, ambil ini!" George melemparkan kartu ke arah Riko.Riko mengambil kartu dengan tangan kanannya, cukup membuatnya terkejut karena fotonya terpampang jelas namun dengan nama berbeda. "Barnard?""Ya. Mulai saat ini kau akan menyandang nama Barnard, kuakui kau pria pemberani." Pria berkepala plontos mendekati Riko lalu menarik tangan kanan Riko.Laki-laki yang menyandang gelar sebagai bos dalam kelompok mereka bernama Carlos. Bagi Carlos jika ingin banyak harta maka perlu usaha.Mesin yang ada tinta kini mengotori tubuh Riko, laki-laki berdarah Cina bercampur Indonesia itu meringis menahan perih akibat tusukan jarum yang menembus kulitnya hingga Riko ingin menghantam tubuh Carlos namun tubuh Riko telah di lumpuhkan dengan cara di bius.Semua ketika awal mula bergabung dengan Carlos akan mengalami hal yang sama, persis seperti yang dirasakan oleh Riko saat ini."Kau tahu Barnard? Di dunia ini tidak ada yang tulus, seperti aku sekarang ini, aku akan mengajarkan kamu ilmu bela diri setelah ini, lalu melatih menembak, apa kau mau?" Carlos terus menggambar di tangan kanan Riko yang kini ia panggil Barnard."Iya, aku mau tapi ....""Tak ada tapi Barnard." Carlos menekan jarum tatto hitam begitu dalam ke lengan Barnard.Hingga membuat Bernard berteriak begitu histeris, jarum panas itu seakan membuatnya nyaris pingsan lagi saat ini, perih mulai terasa seluruh tangan kanannya hingga Barnard memejamkan matanya begitu lama. Andai tangan kirinya tidak di lumpuhkan mungkin Barnard akan memukul kepala Carlos dengan sekuat tenaganya.."Selesai. Apa kau suka, Barnard?" tanya Carlos sesaat setelah bangkit dari duduknya di lantai.Riko atau dengan gelar baru Barnard hanya diam, ia enggan bersuara jika kata-katanya akan salah lagi di telinga Carlos. Berlahan Barnard menggerakkan tangan kirinya lalu menggerakkan kakinya. Barnard cukup senang karena ia masih bisa berjalan dan menggunakan tangannya kembali, nyatanya memang bius yang diberikan oleh George hanya bertahan dalam waktu dua jam, setelah itu akan kembali seperti semula walaupun masih merasakan keram."Ayo ikut!" ajak George pada Barnard yang baru saja bangkit dari duduknya.Barnard merasa bumi ini seperti bergoyang, padahal nyatanya ia yang terlihat seperti bayi yang baru saja berlatih berjalan."Kita akan berlatih di sini," kata George sesaat tiba di ruangan kedap udara, ruangan yang penuh dengan alat untuk belajar bela diri.Cukup lama Barnard memandang benda-benda yang terlihat asing menurutnya tapi begitu familiar di mata George.Edward yang akan melatih Barnard terlebih dahulu karena Edward adalah anggota paling terakhir sebelum Barnard."Kau tahu? di sini tidak ada anak tiri dan anak kandung." Edward melemparkan training gloves ke arah Barnard padahal laki-laki yang kini masih merasakan pusing itu berharap ada sedikit keringanan untuknya."Tunggu-tunggu, tolong jawab satu pertanyaanku," kata Barnard sambil mengambil training gloves yang terjatuh di depannya.Edward hanya memiringkan kepalanya pertanda ia ingin mendengarkan pertanyaan orang baru dalam kelompoknya."Apa bisnis kalian? Kenapa harus berlatih dan menaati peraturan yang menurutku tidak penting samasekali," lanjut Barnard, matanya menatap Edward tanpa berpaling. Sungguh saat ini Barnard berjaga-jaga karena takut dengan serangan tiba-tiba seperti sebelumnya."Apa kau buta? Kartu nama George itu palsu, dia menipumu. Kelompok kami hanya mengambil apa yang berlebihan pada orang-orang kaya di luar sana, untuk kesenangan kami dan ....""Cukup!" George memotong perkataan Edward lalu mendekat ke arah dua orang yang ingin berlatih tinju.Dengan gerak cepat George memukul wajah Edward hingga membuat Edward terhuyung, Pukulan George tidak main-main, peraturan kelompok tidak boleh membocorkan misi rahasia belum orang itu benar-benar bergabung dan mengikuti mereka beberapa bulan.George kembali memerintahkan kepada Edward agar segera melatih Barnard, karena George yakin kalau orang yang hatinya sedang sakit maka ia akan lebih bersemangat menjalani misinya terlebih seperti Barnard yang tergiur dengan uang berlimpah..Jam terus berdetak hingga kini cukup larut untuk mereka berlatih, keringat membasahi tubuh keduanya, mereka terbaring bersamaan di lantai sambil mengusap perut masing-masing.Terlebih Barnard yang tidak makan sejak siang tadi, dan ia juga mendapatkan kekerasan bertubi-tubi hari ini."Kau lapar?" tanya Edward pada Barnard yang sedang menatap langit-langit gedung mewah yang ia tempati bersama kelompoknya."Ya, aku tidak memiliki uang," ujar Barnard lalu menoleh ke arah Edward."Bangun dan bersihkan dirimu, kita akan mencari makanan, tapi kau harus berjanji jangan kabur," terang Edward."Aku berjanji.""Kami memiliki banyak anggota, jika sampai kau kabur maka kami tidak akan segan-segan menghabisi nyawamu," ucap Edward lalu meninggalkan Barnard sendiri.Menghela napas kasar lalu Barnard keluar dari ruangan pelatihan namun tangan George menarik tangannya kasar."Kau ingin keluar dengan Edward? Jika kau berniat kabur maka akan kupastikan kau habis di tanganku," ancam George.Malas menanggapi perkataan George, Barnard menepis tangan George kasar, "aku ingin mandi, tunjukkan kamar mandi."Hari ini Barnard cukup lelah menerima kenyataan bahwa dirinya begitu menyedihkan, saat George menunjuk ke arah kamar mandi Barnard langsung menuju ke kamar mandi setelah mengambil handuk yang entah milik siapa yang terlipat rapi di dalam lemari yang terletak di sudut ruangan.Sesampainya di dalam kamar mandi Barnard menangis, ia mengusap air matanya yang terus saja mengalir. Sungguh perkataan Jack Marker ada benarnya, hidup di luar negeri begitu sulit.Barnard menyentuh tatto di tangan kanannya lalu meraba bekas luka tusukan tadi hingga Barnard mendesis merasakan perih yang masih tersisa terlebih rasa keram karena pukulan Edward tadi nyaris membuatnya pingsan."Jika ini takdir maka aku akan menjalaninya tanpa menyerah," lirih Barnard lalu memindai wajahnya di cermin.Barnard meludahi lantai ketika mengingat perlakuan Jack Marker padanya, ayah kekasih hatinya sungguh benar-benar tidak punya hati. Mungkin jika Barnard kaya ia akan disanjung dan dipuja oleh Jack namun sayang keberuntungan tidak berpihak padanya.Cukup lama Barnard berada di dalam kamar mandi hingga pintu kamar mandi diketuk begitu kuat oleh Edward."Kau baik-baik saja anak baru!""Ya." Suara Barnard terdengar bergetar membuat Edward tersenyum."Jangan menangis seperti anak kecil kalau sedang lapar, cepat bersihkan dirimu. aku benci menunggu," ucap Edward.Belum lama Edward mengeluarkan kata-katanya, kini tubuh Barnard sudah berada di samping Edward."Aku suka ini."Edward tersenyum sinis lalu berjalan terlebih dahulu di depan Bernard. Laki-laki pemilik nama asli Riko hanya mengikuti dari belakang karena memang dia tidak tahu seperti apa kota yang ia tinggal saat ini.Jam menunjukan pukul 12 malam, Barnard menatap langit yang penuh dengan kerlipan bintang. Pikirannya berkelana, mengingat siapa yang telah menemaninya beberapa waktu lalu, biasanya ia akan keluar sekedar jajan di pinggir jalan bersama kekasihnya namun kini hanya tinggal mimpi. Layaknya seorang sahabat, tidak ada yang tahu apa yang terjadi sebenarnya pada Barnard dan Edward, mereka terlihat seperti pemuda pada umumnya terlebih keduanya bersikap tidak peduli pada orang yang berdebat di samping mereka. "Ramen dua," ucap Edward sesaat setelah pramusaji wanita menghampiri mereka berdua. Tak lama makanan pun terhidang di meja mereka, Barnard menyantapnya dengan lahap, sekilas Edward menatap laki-laki yang kini sudah menjadi temannya lalu menggelengkan kepalanya. Merasa takjub dengan apa yang ia lihat di depannya saat ini, laki-laki yang begitu polos sesaat lagi akan menjadi brandal di negara asing. "Kau tau? Jika sudah masuk ke dalam kelompok bos Carlos maka kita tidak akan pernah lep
Sekitar satu jam sudah Edward dan Barnard berlatih namun Barnard belum mau berhenti karena ia merasa, belum bisa menembak tepat sasaran seperti Edward. "Aku lelah. Ayo kita cari makanan,"ujar Edward namun Barnard tidak perduli, ia masih fokus menembak pada sasarannya. Edward pernah di posisi Barnard, layaknya candu dan tidak ingin di ganggu sama sekali hingga, Edward memutuskan meninggalkan Barnard sendiri. Namun, saat membuka pintu seseorang terlebih dahulu membuka pintu dari luar, melihat Barnard berlatih begitu semangat, hingga ia merasa begitu kagum namun kekagumannya berubah saat Barnard mengarahkan senjata ke arahnya, dan secepatnya Barnard melesatkan peluru. Namun, beruntung seseorang yang tidak lain adalah Carlos menghindar dengan cepat. "Kau ingin membunuhku?" tanya Carlos dengan tatapan tajamnya. Jika ingin main-main Carlos lebih ingin main-main saat ini. Sudah lama Carlos tidak bersenang-senang, biasanya Carlos selalu melatih nyali anggota baru yang ada dalam kelompok
Kaki kiri Carlos terluka, ia merasa tubuhnya bergetar hebat saat ini, sel darah Carlos seakan berhenti berjalan mengikuti nadinya. Nyatanya musuh Carlos saat ini bermain licik, mereka memasukkan racun kedalam peluru hingga melumpuhkan lawan dengan seketika di mana pun lawan terkena. "Ambilkan aku itu!" Carlos menunjuk ke arah botol berwarna biru di sudut lemari. Tidak menunggu lagi, Barnard langsung merangkak meraih botol namun tembakan dari luar menghalangi Barnard meraih botol, peluru mengenai botol kaca berwarna biru itu hingga botol pecah seketika saat terjatuh ke lantai. "Argh ... bangsat!" Umpat Carlos lalu merangkak mendekati Barnard sambil memegang kakinya yang terasa sakit. Cairan yang ada di lantai secepatnya Carlos raih lalu ia balurkan pada lukanya, setidaknya walaupun sedikit mampu menghentikan sel racun yang akan menyebar ke dalam tubuhnya. Barnard begitu syok dengan keadaan yang ia alami saat ini. "Aku sekarang tak lebih dari pemberontak dan bajingan," lirih Barnar
"Apa terjadi hal besar setelah peluru mengenaiku?" tanya Carlos lalu menatap sekeliling yang tampak remang-remang di matanya. "Kenapa semuanya terlihat kusam dan buram," lanjut Carlos lalu menatap ke arah kursi di sampingnya. "Itu karena racun menyebar ke seluruh sel tubuhmu, tak terkecuali matamu," jelas Edward membuat Carlos berdecak kesal. Kesabaran Carlos benar-benar habis, nyatanya orang yang ia rampok tahun lalu kini mencari celah untuk membunuhnya dengan cara berkomplot. "Apa dia Alice? lalu di mana George?" tanya Carlos lagi. " Ya itu Alice. George berada di kota Nakhaba, dia bersama dengan yang lainnya terluka dan sedang dalam penanganan, kami sempat bertarung namun kami beruntung tidak terkena peluru," jelas Edward setelah melirik sekilas ke arah Alice yang masih pingsan."Apa yang dia lakukan di sini?" Seketika wajah Carlos berubah masam. Kehadiran Alice membuat pikirannya kembali kacau, jika Alice masih bersama mereka maka kelompok yang Carlos pimpin akan lemah karen
"Cepat selidiki kelompok SUGOI, mereka baru saja melakukan aksinya," ucap seorang polisi sambil mengetuk-ngetuk meja. Polisi selalu menyelidiki peluru yang dipakai oleh kelompok SUGOI yang di pimpin oleh Carlos namun polisi sendiri heran karena peluru yang mereka gunakan selama ini selalu berbeda-beda. "Jika kita menemukan tempat persembunyian mereka, maka akan kupastikan mereka akan membusuk di penjara," lanjut Emir. Laki-laki bernama Emir ini adalah sahabat dekat Carlos dulunya namun ia memiliki konflik yang tidak diketahui oleh orang lain yang membuat Emir begitu benci pada Carlos. "Alamat mereka tidak bisa dilacak. Mereka terlalu tertutup dan ada orang dari kalangan polisi juga yang melindungi mereka," jelas teman Emir. Padahal tak ada polisi yang melindungi kelompok SUGOI, mereka saja yang terlalu kuat dan sulit untuk ditaklukkan."Kalau begitu aku akan menyelidiki kasus ini sendiri dan akan memenjarakan mereka." Emir terlihat begitu kesal, karena ulah Carlos semakin banyak
Dua hari berlalu setelah kematian pencuri handal di kota Lausan, kota masih saja ricuh dan gaduh. Masih terjadi pencurian besar-besaran di toko perhiasan emas. Kota yang tak pernah ada damainya saking banyaknya penjudi di kota-kota besar dan pembunuhan tanpa aturan. Kini di rumah yang baru saja anggota SUGOI tempati merasa tak ada lagi perintah seperti biasanya, mereka lebih banyak diam dan menunggu keadaan tenang. "Aku harus menghilangkan bukti," gumam Barnard sambil mengambil sarung tangan yang sempat ia simpan di laci kamarnya. Barnard tergesa keluar kamar namun George menangkap gerakan Barnard yang berjalan tergesa-gesa. "Mau apa dia?" George mengikuti langkah Barnard ke halaman belakang. Sesampainya George di halaman belakang George terkejut saat melihat api telah menyala dan berkobar. "Kau merahasiakan sesuatu." George menuding seraya berjalan mendekati Barnard. Seketika Barnard menoleh dan terlihat jelas wajah Barnard gugup, wajah yang tadinya penuh kemenangan kini tamp
Saat penembakan beberapa hari lalu karena kelicikan Barnard, kini Carlos lebih berhati-hati dalam menghadapi Barnard."Apa dia sudah sadar?" Carlos menatap dingin tubuh Barnard yang terbaring lemah tidak berdaya. "Belum, Bos." George mendekati Barnard lalu memegang nadi Barnard. "Dia tidak mati kan?" "Tidak, Bos." Barnard berlahan membuka matanya, semua terlihat samar di mata Barnard terlebih ia saat ini tidak bisa melihat warna dengan jelas, di mata Barnard hanya terlihat warna putih, hitam dan abu-abu. "Kau sudah bangun, kebetulan sekali." Carlos berlahan mendekati Barnard lalu mengusap kepala Barnard. "Anda siapa? Saya di mana?" Barnard menyentuh kepalanya yang terasa sangat panas dan sakit. Obat dan alat ternyata bekerja dengan bagus, Barnard kehilangan ingatannya, bahkan ingatan masa lalunya. "Kamu bekerja dengan saya. Kamu adalah agen rahasia dalam kelompok SUGOI. Tugasmu adalah ...." Carlos membantu Barnard bangkit dari tidurnya. Setelah beberapa hari terbaring kini Ba
Tubuh Barnard banyak luka bekas ranting pohon dan duri, Barnard mencabut beberapa duri yang masih tertancap di tubuhnya, luka ini tak seberapa di bandingkan alat yang pernah terpasang di kepalanya. "Ini sakit tapi lebih sakit jika alat itu. George ... argh ...." Barnard kembali berlari setelah mendengar suara bising, Carlos dan George namun Edward yang seolah sengaja berteriak gar Barnard menjauh. "Kau ... ini tempat latihan kami, apa kau ingin mati?" tanya seorang laki-laki seusianya. Tidak dapat di pungkiri kini Barnard merasa takut pada laki-laki bertubuh tinggi yang terlihat menyeramkan."Tidak. Seseorang mendekat ke sini, mereka ingin membunuhku," jelas Barnard. Barnard saat ini berpura-pura polos.Pemuda yang sedang memegang senjata langsung membidik ke arah yang di tunjukkan oleh Barnard, benar adanya orang yang berjalan sibuk mengarahkan senjatanya ke segala arah. Kesempatan dalam kesempitan, kali ini Tuhan berpihak pada Barnard. Dor .... Dor ....Dor ....Tiga tembakan