Share

Rumor yang Merebak

Author: Mommy Raqila
last update Last Updated: 2024-05-07 15:23:17

Gendis diantar pulang oleh sekertaris Arman, pria bernama Diga itu menatap kasihan sosok wanita yang duduk diam di sampingnya itu.

Tadi Gendis mendapat dua tamparan dan jambakan keras dari istri atasannya. Ada tiga luka memanjang pada pelipis Gendis juga robekan kecil pada satu sudut bibirnya.

Rambut Gendis juga acak-acakan. Namun bukan itu fokus utama Diga, melainkan ekpresi Gendis yang memancarkan kesenduan yang hanya wanita itu simpan sendiri.

"Sudah sampai Bu, Ibu mau Saya bantu ke dalam?"

Rasanya tak sopan jika Diga tiba-tiba merangkul dan mengantar Gendis ke dalam rumah tanpa izin dari wanita itu sendiri.

"Nggak perlu, sssttth ...."

Gendis mendesis kesakitan ketika perih mulai terasa dari sudut bibirnya, dengan perlahan Gendis keluar dari mobil dengan berpegangan pada tangan Diga.

"Makasih, tolong sampaikan sama atasanmu itu ... kasih tahu istrinya tranferan itu untuk apa. Cukup media saja yang tidak tahu kebenaran uang itu. Tapi Rena harus tahu," ujar Gendis.

Diga hanya mengangguk dalam diam dan mengantar Gendis hingga ke pintu rumah wanita itu. Memastikan jika tubuh Gendis masih bisa berdiri dan mampu berjalan sendiri.

Ia juga sudah mengubungi dokter sesuai perintah Arman untuk memeriksa kondisi Gendis.

Dengan menghela napas berat Diga berlalu setelah pintu rumah menutup sempurna, dan berpamitan pada satpam yang berjaga di sana setelah memberi tahu bahwa akan ada Dokter mengunjungi rumah majikan mereka.

****

Pagi hari selepas lari pagi bersama prajurit lainnya Galuh pulang. Ia berniat membicarakan hal yang semalam belum sempat ia utarakan karena Gendis tidur pulas usai sholat Maghrib.

Jadi ia memutuskan untuk berbicara dengan Gendis setelah sarapan. Namun setelah berkeliling ke seluruh rumah ia tak menemukan sosok yang ia cari.

Kamar rapih, namun tak ada makanan di bawah tudung saji. Gendis belum memasak tapi kemana wanita itu?

Buru-buru Galuh kembali berlari ke arah kamar mereka. Memeriksa lemari dan entah mengapa ia merasa lega karena barang-barang Gendis masih lengkap di sana.

Pria itu mengusap wajahnya sembari menghembuskan napas panjang, satu sudut bibirnya membentuk sebuah senyum. Syukurlah Gendis tak meninggalkan dirinya disaat ia belum bisa menemukan kelemahan wanita itu untuk ia jadikan senjata nantinya.

Semuanya permasalahan antara dirinya, Gendis dan Renata harus selesai sesuai rencana awal.

Dengan perasaan yang sudah lapang Galuh memilih menelpon Gendis, ingin menanyakan keberadaan wanita itu. Jika Gendis pergi ke pasar maka Galuh akan menjemputnya.

Sudah lama ia dan Gendis tidak ke pasar dengan mengendarai motor bebek antik miliknya. Ia juga sudah lapar, ingin menikmati masakan Gendis yang memang selama ini ia rindukan.

Namun hingga sambungan ke lima Gendis masih tak mengangkat ponselnya. Galuh kembali gusar karena tak bisa menghubungi Gendis.

Jam sudah hampir menunjuk angka delapan, ia harus segera berangkat ke kodim untuk bertugas kembali.

Dengan berat hati Galuh berjalan ke arah dapur, membuka kulkas dan menemukan isinya masih lengkap. Mulai daging, buah, sayur dan minuman herbal tertata rapih.

Galuh mengambil  dua daging ayam ungkep untuk ia goreng dan memakannya begitu saja tanpa nasi. Biar nanti siang ia pulang dan makan bersama Gendis.

****

Rintik gerimis berubah menjadi hujan deras, diiringi kilatan petir juga desir angin yang membuat daun pada pohon-pohon nampak menari-nari tak tentu arah.

Gendis tengah berdiri di samping jendela balkon kamarnya, menghadap langit kelabu yang beberapa kali menampilkan corakan kilat. Tak ada lagi tatapan kagum di sana hanya ada tatapan kosong tanpa minat.

Ia merasa lelah setelah beberapa hari menangis hingga membuat wajahnya bengkak dengan kelopak mata yang hampir menelan netranya selama beberapa saat.

Kini Gendis merasa lebih baik setelah ia mengompres wajahnya.  Besok pagi Gendis akan pulang ke rumah Galuh, ia siap menghadapi suaminya dan keluarga pria itu.

Gendis akan pergi setelah memberi tamparan balik pada Galuh. Sebagai ganti rugi atas apa yang sudah sepupu pria itu perbuat padanya.

Namun sebelum itu Arman harus menyelesaikan tugasnya karena desas desus kemunculan Gendis mulai ramai menjadi topik hangat.

Apalagi sebuah video ketika Renata menghajarnya beredar luas membuat asumsi-asumsi para netizen bertebaran memenuhi linimasa.

Sumpah serapah, makian dan umpatan menjadi komentar terbanyak di sana.

Setidaknya Renata tak lagi salah paham akan dirinya. Ia tak peduli dengan gosip, toh kini Gendis tak lagi menjadi publik figur. Hanya saja, Gendis masih tak bisa memikirkan hal apa untuk memberi balasan setimpal atas apa yang sudah Renata dan Galuh lakukan padanya.

Ia lelah, isi kepalanya campur aduk menguras tenaga Gendis.

Yang jelas ia mau Renata datang padanya dan memohon maaf.

Keluarga Gendis pun sebenarnya sudah kebal dari sorotan kamera wartawan. Hanya saja untuk kali ini Papa dan Mamanya tak terima ketika anak perempuan mereka dipukuli. Mereka sudah mengambil tindakan dengan membawa Gendis ke rumah sakit untuk melakukan Visum.

Gendis pun tak bisa menghentikan niatan Papanya yang hendak membawa masalah tersebut ke meja hijau.

Sedang di kediaman Arman, sepasang suami istri itu masih saling mendiamkan. Tak ada dari mereka yang merendahkan ego barang sedikitpun.

Arman berharap Rena meminta maaf pada Gendis namun nyatanya wanita itu malah kini keluar dari kamar mereka.

Diga juga sudah mengatakan pesan Gendis padanya, dan mungkin memang benar ini penyebab Renata menyerang Gendis adalah dirinya.

Usai makan malam Arman menghentikan langkah Rena, ia ingin meluruskan perihal kesalahpaham yang terjadi.

"Aku nggak mau ngomong sama Kamu sebelum Kamu janji bakal jauhin Gendis," jawab Renata tajam.

"Soal itu Aku belum bisa Re, ada urusan yang belum kami selesaikan."

"Oh yaudah, berarti kita yang selesai."

"Re ...," peringat Arman mulai hilang kesabaran lagi.

"Apa! Selama ini Aku udah bersabar ngadepin kalian! Kamu yang selalu kirim transfer ratusan juta tiap beberapa bulan sekali ke pelac*r itu, apa Kamu se cinta itu sama dia!"

Arman mulai kehilangan kata-kata. Jadi benar karena permasalah uang itu yang menjadikan Renata tega menyerang Gendis?

"Oke! Besok Aku bakal ngajuin gugatan ke pengadilan! Kamu nikahlah sama Gendis!" Cetus Renata sembari berlalu dari hadapan Arman.

"Renata Darmawangsa!"

Langkah Renata terhenti seketika, gema suara Arman memenuhi penjuru ruangan membuatnya terhenyak.

"Apa Kamu pikir uang yang Aku kasih ke Gendis itu uang Aku? Itu uang Gendis yang Aku kembalikan. Kamu pikir awal bisnisku berdiri siapa yang ngasih modal? Gendis! Kamu pikir Aku berani ngelamar Kamu kalau Aku nggak punya apa-apa? Gendis yang dorong Aku agar sukses biar bisa ngelamar Kamu! Biar bisa ngadain resepsi mewah sesuai keinginan Kamu! Biar Papamu yang angkuh itu nggak ngeremehin Aku!" ungkap Arman pada akhirnya.

"Jadi ... setelah yang Aku lakukan buat Kamu Kamu masih mikir Aku serendah itu? Kamu cap Gendis seburuk itu padahal Aku sudah jelasin sama Kamu?" sambungnya disertai tawa miris.

Renata terdiam. Benarkah selama ini ia salah paham? Tidak! Ini hanya akal-akalan Arman untuk melindungi Gendis.

"Kamu nggak mungkin semiskin itu untuk membangun sebuah perusahaan Man."

Benar bukan? Arman berdecak kasar dengan tangan menyugar rambutnya kesal.

"Aku hanya artis ftv, Kamu kira berapa bayaranku Re? Hmmm?" tanya Arman pelan, "Kamu pengen tahu total hutangku ke orang yang Kamu sebut pelac*r itu? Dua puluh Milliar Re. Semua modal itu Gendis yang kasih biar Papamu bersedia ngasih izin agar Aku bisa nikahin Kamu!" teriak Arman lantang.

"Kalau Kamu butuh bukti Ayo ke ruang kerja."

Sejak awal harusnya ia menjelaskan hal ini pada Renata sebelum wanita itu berasumsi sendiri hingga melukai Gendis seperti tadi. Namun rasa malu membuatnya menutupi hal penting tersebut dari istrinya sendiri.

Renata tertegun, maniknya menemukan sebuah keputus-asaan yang terpancar pada sorot mata Arman. Jadi ... semua ucapan Arman benar nyatanya?

Tubuh Renata limbung, ia terduduk dengan kepala tak mampu mendongak. Apa yang sudah ia lakukan selama ini hanya karena kesalahpahaman sepihak.

Sedang Arman kembali duduk pada kursi dengan kedua tangan menyanggah kepalanya yang terasa berat akibat ulah Renata.

Ia hanya memikirkan Renata. Ia khawatir Gendis melakukan visum dan menggugat istrinya.

"Kenapa ... Kamu nggak bilang sama Aku?" tanya Renata pelan. Ia tak berani menatap mata Suaminya setelah apa yang ia tuduhkan tadi.

"Aku sudah bilang kalau itu gosip murahan yang nggak perlu Kamu percaya."

"Kenapa Kamu nggak jelasin soal uang itu?"

"Kamu nggak nanya Re, jadi Aku kira Kamu sudah paham kalau Aku dan Gendis benar-benar berteman," desah Arman.

"Kenapa Kamu nggak minta bantuan Papa ...."

"Dan buat Papamu menghinaku lagi Re? Apa pembuktianku selama ini kurang? Sampai Kamu menganggap remeh perasaan Aku ke Kamu?"

Renata dibuat bungkam oleh pertanyaan Arman. Pria yang menjadi suami itu adalah pria terbaik yang selama ini ia temui. Perlakuan juga perhatian Arman begitu besar padanya.

Hanya saja kurangnya komunikasi diantara mereka yang akhirnya membuat semua ini terjadi.

Arman berdiri, ia pergi meninggalkan Renata tanpa perlu membantu wanita itu untuk bangun lebih dahulu.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Karena Itu Mas Terlambat Jemput Kamu

    "Enak?" Secara tak sengaja Gendis bertanya pada Galuh. Pria yang saat ini sedang duduk dilantai beralaskan karpet dan menyadarkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur. Membiarkan jemari Gendis memijat kepalanya. "Hm," gumam Galuh dengan senyum yang terus berpendar pada parasnya. Di tengah temaram cahaya, rayuan angin yang menyapa kulit serta aroma terapi yang memenuhi ruangan, Galuh tak menyangka ia akan mendapat sebuah kejutan seperti sekarang ini. Sikap Gendis sedikit lunak, dan sekarang ia mendapatkan kembali rutinitas malam yang selalu Gendis lakukan padanya dulu. Ibu jari Gendis sedikit menekan area belakang leher Galuh, menarik kaos polos pria itu agar sedikit ke bawah dan membuat dirinya semakin leluasa memijat Galuh. "Ini apa?" tanya Gendis datar. Ada goresan yang terlihat jelas. Dahi Gendis berkerut, melihat dengan seksama goresan itu. Sedikit panjang namun tak begitu lebar. Itu ... seperti bekas jahitan! Ya ... itu bekas jahitan. Dulu Galuh tak memiliki luka p

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Rutinitas yang Sempat Hilang.

    Suasana hening semenjak beberapa menit yang lalu. Gendis fokus pada tampilan layar laptop milik Ririn, nampak seorang wanita yang bermain panas dengan dua pria sekaligus di sana. Kulit yang berkilau di bawah temaram cahaya, desahan halus yang terkadang bercampur rengekan manja, juga pukulan panas yang semakin membuat suasana membara. Gendis meringis, hidungnya mengkerut dengan ekspresi tak percaya juga jijik sekaligus. "Parah Men," gumamnya yang jelas masih di dengar oleh Ririn. "Udah, Aku nggak kuat Rin. Jijik banget. Pen muntah." Tangan Gendis mendorong benda elektronik di depannya. "Faktanya ini Video editan Dis," beritahu Ririn, jemari wanita itu kembali mengutak-atik laptopnya untuk kemudian ia geser kembali ke hadapan Gendis. "Ini aslinya." "WHAT!" "Total ada delapan video panas, dan pemeran laki-lakinya juga beda Dis." "Astaga! Seriusan?!" seru Gendis dengan dua netra yang melotot horor. Satu video saja Gendis sudah ngeri-ngeri tak sedap melihatnya. Apalag

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Terlibat Kasus Darurat

    "Nia pulang," pamit Sonia. Gendis berdeham. Ke dua maniknya mengiringi bayang adik iparnya tersebut sampai gocar yang Sonia pesan menghilang dari pandangannya. Sudah dua hari gadis itu menginap, dan entah mengapa meskipun hanya ada perdebatan dan keributan dalam komunikasi mereka, Gendis merasa curiga. Aneh, bahkan kemarin Gendis memergoki Sonia ketika gadis itu mendapat telpon yang katanya dari temannya itu. Tiap gerak gerik yang Sonia lakukan menurutnya sangat aneh. "Dek, ayo ke dalem. Anginnya lumayan kenceng nanti Kamu masuk angin lagi." Bariton tebal namun lembut itu menyadarkan Gendis dari lamunannya, ia bergegas ke dalam karena angin malam memang lumayan kencang. Membuat pori-pori kulitnya mengerucut seketika. "Mas minta maaf soal kemarin." Gendis tak menjawab, terus berjalan dengan Galuh yang senantiasa selalu mengikuti langkah kaki sang istri. "Dek ...." "Apa sih, orang salahnya sama Nia kenapa minta maafnya sama Gue." Galuh menghela napas, mengacak-acak

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Mulut Syar'i

    Belum seminggu tinggal di rumah yang awalnya Gendis kira kediaman Rena, eh sekarang malah ada satu saudara menyebalkan yang bertamu. Hari masih pagi, masih begitu dini untuk memulai sebuah perang antar ipar yang sebenarnya sangat tidak berfaedah baginya. "Apa?" tanpa basa basi Gendis menembak Sonia. Perempuan yang masih sama. Masih sama dengan menunjukkan raut tak suka padanya. Siapa peduli, Gendis juga sudah kebal dengan tingkah laku Sonia yang seperti itu. "Kenapa Mbak ikut Mas Galuh pulang. Harusnya Mbak tuh nggak usah balik, nggak pantes seorang artis sensasional seperti Mbak Gendis jadi pendamping Mas Galuh. Turun martabat Mas Galuh kalau Mbak jadi istrinya." Benarkan? Salah satu sudut bibir Gendis terangkat, tersenyum sinis dengan dengusan kasar yang membuat Sonia semakin meradang. Gadis itu tak peduli dianggap sebagai ipar adalah maut atau embel-embel sebutan yang lain. Jelasnya dia ingin Galuh kembali pada Anindya. "Udah ... kemarin juga Gue kok yang ngehambu

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Tapi Makin Menawan Kan?

    "Pagi ...." Sebuah kecupan beserta bisikan manis menghampiri Gendis. Wanita itu baru saja membuka mata lalu disambut sikap Galuh yang lagi-lagi membuat Gendis risih. Pria itu duduk di samping tempat tidur dengan tatapan mengunci wajah Gendis. Menikmati tiap ekspresi Gendis yang ternyata sangat ia sukai. "Subuh," sahut Gendis sekenanya. "Sholat bareng yuk. Mas udah siapin sajadahnya," ajak Galuh. Tanpa menunggu kalimat selanjutnya Gendis lekas memindahkan selimut. Bergerak perlahan karena perut membuncitnya sudah cukup menyulitkan Gendis. "Ini sendalnya," ucap Galuh memberitahu dengan tangan yang sigap meletakkan sepasang sandal bulu pada lantai yang akan Gendis pijak. Wanita itu menutup matanya, kemudian satu tangannya terangkat menahan pergerakan Galuh yang hendak membantunya untuk berdiri. "Bisa nggak sih, Lo itu diem? Atau maksimal jangan nunjukin muka gitu," ungkap Gendis datar. Tak peduli dengan ekspresi Galuh yang kehilangan senyumnya Gendis lekas berdiri dan b

  • Pemikat Hati Sang Kapten   Mas Cuma Numpang

    "Papa nggak bakal lepas Kamu begitu saja kalau nggak ada jaminannya Mbak. Ini bukan tentang mendorong Kamu ke jurang yang sama. Melainkan memberikan Kamu kesempatan untuk membalas suamimu itu," jelas Arjuna dengan suara tebalnya. Gendis mendengus kasar. Sejak sore tadi ia sudah berdebat dengan Rahayu dan Arjuna. Jelas ia kalah! Dua lawan satu. Apalagi kedudukan keduanya adalah orang tua Gendis yang mana Gendis tak boleh menaikkan suaranya. "Ya meskipun nggak seberapa total hartanya setidaknya kalau dia macam-macam lagi, Kamu bisa kutuk dia jadi gembel." Sudut matanya melirik Galuh yang masih berekpresi santai meskipun baru saja Arjuna melontarkan kalimat yang cukup tak baik untuk didengar. Memang Galuh punya pekerjaan sampingan? Ah ... tidak, Gendis menggeleng pelan namun terdiam lagi setelah memikirkan mungkin Gendis saja yang tidak tahu bahwa Galuh memiliki bisnis. Sudahlah, Gendis juga bukan wanita mata duitan. Warisan dari Arjuna, juga penghasilan dari bangunan aparte

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status