Gendis adalah seorang artis multitalenta dengan bayaran cukup mahal dalam sekali tampil. Tak jarang juga beberapa rumor menimpa wanita berparas ayu itu hanya untuk menaikkan pamor artis lainnya. Sangat menyebalkan sebenarnya, namun Gendis hanya memasrahkan semua rumor tersebut pada agensi dan managernya. Hanya satu rumor yang tak pernah agensi bantah. Yaitu isu perselingkuhan yang menyeret nama Gendis dengan salah satu aktor yang tak lain teman lamanya dan itu permintaan dari Gendis sendiri. Agensi diam, karena Gendis memilih bungkam. Hingga empat tahun kemudian wanita itu mendapat masalah besar yang membuat rumit kehidupan rumah tangganya karena rumor tersebut.
Lihat lebih banyakJam masih menunjukan pukul tiga dini hari. Akan tetapi suara langkah kaki seorang wanita yang hilir mudik dengan beberapa perabot dapur memperlihatkan sebuah kesibukan di sana.
Gendis Arunika namanya, biasa dipanggil Gendis yang kini berstatus sebagai istri dari seorang Prajurit TNI berpangkat Kapten, dulunya ia adalah seorang aktris multitalenta namun memilih meninggalkan dunia keartisan dan hiruk pikuk kehidupan Ibu Kota yang turut membesarkan namanya.Wanita berparas ayu tersebut begitu kewalahan. Pasalnya ia sedang membuat tiga makanan untuk acara bazar dengan jumlah seratus biji persatu jenis makanan.Dan perlu digaris bawahi! Bahwa ia menyiapkan semua makanan tersebut sendirian hingga parasnya jelas menampakkan sebuah kelelahan.Sedang Galuh yang tak lain suaminya tengah bertugas, sudah empat belas bulan mereka LDM alias Long Distance Marriage. Galuh sedang melakukan tugas negara ke pulau bagian timur Indonesia. Namun Gendis juga sudah mendapat laporan jika lusa suami dan beberapa prajurit lainnya akan kembali.Senyun Gendis kembali terbentang, menciptakan lekukan manis pada kedua pipinya.Membayangkan kehadiran pria yang berhasil membuat harinya penuh debaran, Wanita itu seakan kehilangan rasa penat hanya karena mengingat kepulangan Sang Suami.Terbukti dari betapa semangatnya Gendis membungkus dan memindahkan semua makanan pada rantang besar, kemudian membawanya ke ruang tamu tanpa kehilangan senyumnya hingga tanpa sadar panggilan azan subuh berkumandang.****"Ayo Bu Kapten Saya bantu."Gendis menoleh, sedikit kaget sebenarnya karena sebuah sapaan mendadak tersebut. Seorang wanita dengan usia empat puluhan tak lain salah satu ibu persit yang tinggal di sebelah rumahnya tiba-tiba sudah ada di belakang Gendis."Makasih Bu Har, ini Pak Hari sudah berangkat ya tadi?"Bu Hari menggeleng tegas, siapa yang berangkat di pagi buta begini. Wanita yang juga masih terlihat cantik itu segera mengambil alih rantang besar berisi mika nasi kebuli dan memasukkan pada bagasi mobil Gendis yang telah terbuka."Belum Bu, kan masih jam lima subuh. Sebentar lagi Bapak ke sini buat bantu Bu Gendis," beritajunyaLantas Gendis tersenyum lebar. Hanya mereka yang selama ini membantu Gendis. Namun itu sudah cukup membuatnya bersyukur karena masih ada yang peduli padanya.Entah kemana ibu-ibu yang lain. Mereka seakan menjauh dan enggan bersinggungan dengannya. Awalnya Gendis mengira bahwa mereka hanya segan karena Gendis mantan publik figur sekaligus istri dari seorang Kapten.Namun hal itu sudah berlangsung dua tahun, dan perlakuan serupa tak berubah. Tak jarang ia juga kadang menerima sebuah sanksi karena sesuatu yang Gendis saja tak tahu."Makasih Ya Bu, Bu Har bantuin Saya terus selama ini," ucap Gendis tulus."Nggak apa tho Bu Kapten. Kan ini salah satu tugas Saya untuk membantu Bu Kapten."Wanita itu menarik diri setelah membantu memasukkan semua makanan, begitu pula suaminya yang sudah berseragam lengkap. Tadi Hariyono sudah berniat ikut untuk mengantar Gendis, namun karena ada kesibukan lain ia urungkan dan mengutus putrinya untuk ikut Gendis.Lagi pula ia yakin Gendis hanya akan sebentar karena nanti sekitar jam sebelas siang rombongan satgas sudah kembali dan akan berkumpul di lapangan kodam."Kok buatnya banyak Bu?""Oh enggeh, Saya lebihkan Pak. Biar bisa bagi-bagi sama lainnya Pak," sahut Gendis santun.Hariyono mengangguk paham. Kemudian membiarkan Gendis berangkat bersama putrinya yang sedang libur sekolah agar bisa membantu Gendis ketika wanita muda itu menyiapkan tempat bazar."Bu, jadi artis itu enak nggak Bu?" tanya Seruni ketika mobil mulai melewati gang perumahan mereka.Gendis tak langsung menjawab, wanita itu bergumam sembari memikirkan bagaimana cara menjawabnya."Kalau Kamu punya orang dalam gampang. Tapi kalau nggak punya agak susah Dek. Kamu benar-benar harus bersaing.""Anu, katanya sampek ada yang rela dipake ya Bu ... maaf."Gendis kembali diam. Memang tak jarang seorang seleb wanita melakukan hal itu untuk memuluskan karir dan kadang pula ada yang bersedia menjadi simpanan agar dompet tetap tebal.Namun Gendis bukan salah satu dari mereka. Ia berangkat dari sebuah ajang pencarian bakat. Menjadi penyanyi, kemudian menjajal kemampuannya di bidang akting. Ia tak pernah menyerah, tawaran apapun ia ambil hingga namanya melambung tanpa perlu menggadaikan tubuhnya meskipun butuh waktu yang cukup lama."Mungkin, ada beberapa kasus yang seperti itu. Tapi itu kan tergantung kitanya Dek. Kalau kita mau bisa aja sih tapi kalau kita percaya sama kemampuan kita ya nggak perlu lewat jalan itu."Gendis memarkirkan mobilnya tak begitu jauh dari tempat yang akan ia jadikan stand tempatnya berjualan."Gitu ya Bu?"Gendis mengangguk. Melihat raut wajah Seruni sembari tersenyum simpul."Pengen jadi Aktris Dek?""Ah tidak Bu, saya pengennya jadi pelukis Bu."Mendengar jawaban Seruni, Gendis mengangguk kemudian menepuk bahu gadis di sampingnya, "apapun itu, jangan menyerah. Selalu ada jalan untuk mencapai kesuksesan tanpa harus menggadaikan harga diri. Kamu mengerti!"Senyum Seruni merekah, ia semakin kagum melihat sosok wanita di depannya itu. Tak peduli beberapa desas desus yang beredar, menurutnya Gendis sosok wanita yang kuat layaknya batu karang."SIAP BU KAPTEN!"Gendis terbahak. Ia mengacak rambut Seruni kemudian turun.Suasana masih sepi, membuat Gendis dengan leluasa bisa menyiapkan beberapa tempat untuk dirinya dan beberapa anggota persit yang lain.Waktu terus berlalu, semua anggota sibuk menawarkan produksi mereka pada para mengunjung bazar yang lumayan ramai.Begitu pula stand milik Gendis, berkat kepiawaian Gendis dalam mengolah masakan. Hampir semua makanan yang Gendis jual tersisa sedikit. Bisa dikatakan bazar kali ini sukses besar dan mungkin akan mendapat hasil yang lumayan untuk acara amal nantinya."Bu Kap, udah jam setengah sebelas. Ibu nggak mau jemput Kapten Galuh?" tanya Seruni merapikan mika-mika makanan Gendis agar kembali rapih."Kan masih lusa Dek?"Alis Seruni bertaut. Benarkah? Sepertinya tadi Ayahnya mengatakan bahwa Pasukan Satgas akan sampai siang ini."Tidak kok Bu, Ayah tadi bilang kalau Kapten Galuh akan sampai di lapangan siang ini juga. Jam sebelas."Gendis segera menoleh, jelas raut wajahnya tak bisa menyembunyikan kebingungan disana, "masa sih Dek?""Iya Bu," sahut Seruni meyakinkan.Tanpa banyak tanya lagi Gendis segera beranjak. Mengecek ponsel dan memeriksa pesan yang masuk. Benar saja, ada satu pesan yang baru masuk dan mengatakan jika semua prajurit yang baru tiba sudah berkumpul di lapangan kodam."Iya Dek udah pulang. Ayo kita pulang. Ini sisanya kita kasih aja ke orang nanti."Dengan tergesa Gendis membereskan makanan. Wanita itu juga lekas melajukan mobilnya setelah beberapa saat harus berjalan pelan untuk menghindari para pejalan kaki yang mengunjungi bazar.Gendis menurunkan Seruni di gang tempat mereka tinggal. Setelah itu kembali melajukan mobil ke lapangan yang tak jauh dari perumahan tersebut.Wanita itu turun dengan cemas pasalnya lapangan sudah agak sepi. Hanya beberapa prajurit yang masih single saling bertukar kalimat rindu dengan keluarga.Manik Gendis berlarian, mencari sosok yang selama ini ia rindukan keberadaannya. Katakan saja Gendis bucin sejati karena pada kenyataannya ia memang seperti itu.Jika ada orang yang bertanya siapa yang sangat ia cinta lebih dari dirinya sendiri. Itu pasti Galuh, bahkan beberapa kali ia terbang ke Papua hanya untuk melihat pria itu dari jauh.Gendis tak berani mendekat karena Galuh melarangnya."Bu Kapten? Mas Galuh sudah pulang tadi.""Enak?" Secara tak sengaja Gendis bertanya pada Galuh. Pria yang saat ini sedang duduk dilantai beralaskan karpet dan menyadarkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur. Membiarkan jemari Gendis memijat kepalanya. "Hm," gumam Galuh dengan senyum yang terus berpendar pada parasnya. Di tengah temaram cahaya, rayuan angin yang menyapa kulit serta aroma terapi yang memenuhi ruangan, Galuh tak menyangka ia akan mendapat sebuah kejutan seperti sekarang ini. Sikap Gendis sedikit lunak, dan sekarang ia mendapatkan kembali rutinitas malam yang selalu Gendis lakukan padanya dulu. Ibu jari Gendis sedikit menekan area belakang leher Galuh, menarik kaos polos pria itu agar sedikit ke bawah dan membuat dirinya semakin leluasa memijat Galuh. "Ini apa?" tanya Gendis datar. Ada goresan yang terlihat jelas. Dahi Gendis berkerut, melihat dengan seksama goresan itu. Sedikit panjang namun tak begitu lebar. Itu ... seperti bekas jahitan! Ya ... itu bekas jahitan. Dulu Galuh tak memiliki luka p
Suasana hening semenjak beberapa menit yang lalu. Gendis fokus pada tampilan layar laptop milik Ririn, nampak seorang wanita yang bermain panas dengan dua pria sekaligus di sana. Kulit yang berkilau di bawah temaram cahaya, desahan halus yang terkadang bercampur rengekan manja, juga pukulan panas yang semakin membuat suasana membara. Gendis meringis, hidungnya mengkerut dengan ekspresi tak percaya juga jijik sekaligus. "Parah Men," gumamnya yang jelas masih di dengar oleh Ririn. "Udah, Aku nggak kuat Rin. Jijik banget. Pen muntah." Tangan Gendis mendorong benda elektronik di depannya. "Faktanya ini Video editan Dis," beritahu Ririn, jemari wanita itu kembali mengutak-atik laptopnya untuk kemudian ia geser kembali ke hadapan Gendis. "Ini aslinya." "WHAT!" "Total ada delapan video panas, dan pemeran laki-lakinya juga beda Dis." "Astaga! Seriusan?!" seru Gendis dengan dua netra yang melotot horor. Satu video saja Gendis sudah ngeri-ngeri tak sedap melihatnya. Apalag
"Nia pulang," pamit Sonia. Gendis berdeham. Ke dua maniknya mengiringi bayang adik iparnya tersebut sampai gocar yang Sonia pesan menghilang dari pandangannya. Sudah dua hari gadis itu menginap, dan entah mengapa meskipun hanya ada perdebatan dan keributan dalam komunikasi mereka, Gendis merasa curiga. Aneh, bahkan kemarin Gendis memergoki Sonia ketika gadis itu mendapat telpon yang katanya dari temannya itu. Tiap gerak gerik yang Sonia lakukan menurutnya sangat aneh. "Dek, ayo ke dalem. Anginnya lumayan kenceng nanti Kamu masuk angin lagi." Bariton tebal namun lembut itu menyadarkan Gendis dari lamunannya, ia bergegas ke dalam karena angin malam memang lumayan kencang. Membuat pori-pori kulitnya mengerucut seketika. "Mas minta maaf soal kemarin." Gendis tak menjawab, terus berjalan dengan Galuh yang senantiasa selalu mengikuti langkah kaki sang istri. "Dek ...." "Apa sih, orang salahnya sama Nia kenapa minta maafnya sama Gue." Galuh menghela napas, mengacak-acak
Belum seminggu tinggal di rumah yang awalnya Gendis kira kediaman Rena, eh sekarang malah ada satu saudara menyebalkan yang bertamu. Hari masih pagi, masih begitu dini untuk memulai sebuah perang antar ipar yang sebenarnya sangat tidak berfaedah baginya. "Apa?" tanpa basa basi Gendis menembak Sonia. Perempuan yang masih sama. Masih sama dengan menunjukkan raut tak suka padanya. Siapa peduli, Gendis juga sudah kebal dengan tingkah laku Sonia yang seperti itu. "Kenapa Mbak ikut Mas Galuh pulang. Harusnya Mbak tuh nggak usah balik, nggak pantes seorang artis sensasional seperti Mbak Gendis jadi pendamping Mas Galuh. Turun martabat Mas Galuh kalau Mbak jadi istrinya." Benarkan? Salah satu sudut bibir Gendis terangkat, tersenyum sinis dengan dengusan kasar yang membuat Sonia semakin meradang. Gadis itu tak peduli dianggap sebagai ipar adalah maut atau embel-embel sebutan yang lain. Jelasnya dia ingin Galuh kembali pada Anindya. "Udah ... kemarin juga Gue kok yang ngehambu
"Pagi ...." Sebuah kecupan beserta bisikan manis menghampiri Gendis. Wanita itu baru saja membuka mata lalu disambut sikap Galuh yang lagi-lagi membuat Gendis risih. Pria itu duduk di samping tempat tidur dengan tatapan mengunci wajah Gendis. Menikmati tiap ekspresi Gendis yang ternyata sangat ia sukai. "Subuh," sahut Gendis sekenanya. "Sholat bareng yuk. Mas udah siapin sajadahnya," ajak Galuh. Tanpa menunggu kalimat selanjutnya Gendis lekas memindahkan selimut. Bergerak perlahan karena perut membuncitnya sudah cukup menyulitkan Gendis. "Ini sendalnya," ucap Galuh memberitahu dengan tangan yang sigap meletakkan sepasang sandal bulu pada lantai yang akan Gendis pijak. Wanita itu menutup matanya, kemudian satu tangannya terangkat menahan pergerakan Galuh yang hendak membantunya untuk berdiri. "Bisa nggak sih, Lo itu diem? Atau maksimal jangan nunjukin muka gitu," ungkap Gendis datar. Tak peduli dengan ekspresi Galuh yang kehilangan senyumnya Gendis lekas berdiri dan b
"Papa nggak bakal lepas Kamu begitu saja kalau nggak ada jaminannya Mbak. Ini bukan tentang mendorong Kamu ke jurang yang sama. Melainkan memberikan Kamu kesempatan untuk membalas suamimu itu," jelas Arjuna dengan suara tebalnya. Gendis mendengus kasar. Sejak sore tadi ia sudah berdebat dengan Rahayu dan Arjuna. Jelas ia kalah! Dua lawan satu. Apalagi kedudukan keduanya adalah orang tua Gendis yang mana Gendis tak boleh menaikkan suaranya. "Ya meskipun nggak seberapa total hartanya setidaknya kalau dia macam-macam lagi, Kamu bisa kutuk dia jadi gembel." Sudut matanya melirik Galuh yang masih berekpresi santai meskipun baru saja Arjuna melontarkan kalimat yang cukup tak baik untuk didengar. Memang Galuh punya pekerjaan sampingan? Ah ... tidak, Gendis menggeleng pelan namun terdiam lagi setelah memikirkan mungkin Gendis saja yang tidak tahu bahwa Galuh memiliki bisnis. Sudahlah, Gendis juga bukan wanita mata duitan. Warisan dari Arjuna, juga penghasilan dari bangunan aparte
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen