Lei Tian mencengkeram gagang pedangnya. Matanya berkilat. “Bayangan sudah mulai bergerak.”
Dari balik celah bebatuan, sesosok tubuh samar muncul—tingginya hampir dua meter, wajahnya tanpa mata, hanya lubang hitam dengan suara dengung mengerikan keluar dari mulutnya. Makhluk itu melayang di atas tanah, tangan-tangannya seperti ranting kering menggapai. “Bayangan luka,” gumam Jin Wu. “Ini yang terbentuk dari jiwa-jiwa yang menolak diampuni.”Lei Tian maju tanpa ragu. “Biarkan aku yang hadapi. Kalian terus naik.” “Jangan bodoh,” seru Yara. “Kita bertiga!”Lei Tian menoleh, tatapannya tajam namun ada ketulusan di sana. “Yara. Aku butuh kau menjaga Jin Wu. Di atas sana… hanya satu dari kita yang boleh membaca mantra.” “Apa maksudmu?!” Jin Wu memutar tubuhnya. “Kau bilang kita bertiga—” “Aku bohong.”Hening. Hanya desau angin dan suara napas tercekat Yara---Seruan Perang dari Dunia BawahLangit di atas Kota Fei Zhao mendadak berubah warna. Awan-awan kelabu menggulung seperti ombak, membentuk pusaran yang terus memutar, memusat ke satu titik di timur laut kota. Di puncak Menara Tianyuan, Lian Tian berdiri bersama Shen Ruya dan Yue Lian, menatap langit yang bukan lagi milik dunia ini.> “Mereka sudah membuka Gerbang Tersegel,” ucap Lian Tian perlahan.> “Apa kau yakin?” tanya Yue Lian.Lian Tian memejamkan mata. Ia merasakan gelombang spiritual yang asing dan dingin merambat masuk dari tanah ke tulang, dari tulang ke sumsum, lalu ke bagian jiwanya yang paling dalam. Ini bukan aura bayangan biasa. Ini... lebih tua, lebih purba, dan lebih buas.> “Bukan hanya membukanya,” gumamnya. “Mereka membangkitkan sesuatu yang tidak seharusnya kembali.”---Di Kuil Cahaya Terakhir – Barat Laut Negeri Shenzhou
---Warisan Jiwa Dua DuniaLangit masih dihiasi oleh semburat perak dan ungu saat Lian Tian melangkah keluar dari Kuil Bayangan Asli. Setiap langkahnya membuat tanah di bawahnya berpendar ringan, seolah bumi pun mengakui kekuatan baru yang kini bersatu dalam tubuhnya.Di belakangnya, pintu kuil perlahan menutup, mengunci kembali misteri-misteri dunia lama.Shen Ruya dan Yue Lian berdiri paling depan di antara para kultivator yang berkumpul. Wajah mereka dipenuhi keterkejutan, tapi juga kebanggaan yang dalam. Aura Lian Tian yang dulu selalu bergolak kini terasa seimbang—panas dan dingin, terang dan gelap, saling melingkupi.> “Kau bukan lagi orang yang sama,” ucap Shen Ruya pelan.Lian Tian mengangguk. “Aku pun tak yakin siapa aku sekarang. Tapi satu hal pasti... aku tahu ke mana aku harus melangkah.”Ia mengangkat tangannya. Dan dari dalam telapak tangannya, muncul Simbol Naga Phoenix Perak—
i Warisan Seribu Bayangan:---Kuil Bayangan AsliLangit Fei Zhao retak seperti kaca pecah. Di atas awan gelap yang bergulung seperti ombak badai, Kuil Bayangan Asli melayang turun perlahan—bangunannya besar, lebih besar dari seluruh Istana Langit, terbuat dari batu hitam yang menyerap cahaya, bukan memantulkannya. Setiap ukiran di dinding luar kuil mengandung simbol kuno yang tampak bergerak, seolah menatap balik siapa pun yang melihatnya.Di antara para kultivator yang menyaksikan, hawa mencekam menjalar cepat. Beberapa langsung jatuh terduduk, kehilangan kendali atas energi spiritual mereka. Bahkan para tetua dari Delapan Pilar Cahaya pun mulai menunjukkan kekhawatiran di wajah mereka.> “Itu... kuil terkutuk dari zaman prasejarah.”Suara Mo Yansheng terdengar serak saat ia muncul dari teleportasi darurat bersama sisa pengawal elit Sekte Suci.Yue Lian yang berdiri di samping Lian Tian menelan ludahnya. “Apa
Warisan Seribu Bayangan:--- Bangkitnya Delapan Tulang CahayaLangit Fei Zhao berpendar dalam warna emas dan ungu pekat, seperti menyambut kedatangan sesuatu yang terlalu tua untuk diingat, dan terlalu sakral untuk dipandang langsung. Di pelataran kuil utama, delapan tiang batu menjulang dengan suara retakan magis, membuka segel demi segel yang telah terkunci selama lima abad.Tulang Cahaya—itulah nama mereka dalam kitab-kitab kuno. Para pendiri awal Sekte Suci Naga Kembar, para kultivator tertinggi yang dulunya bersumpah menjaga keseimbangan antara cahaya dan bayangan, namun akhirnya dikorbankan demi keabadian sekte.Kini, mereka kembali.---Pertemuan Para PendiriDelapan tubuh berjubah putih kusam, wajah mereka tersembunyi dalam tudung yang meneteskan aura abu-abu. Mata mereka kosong—namun bukan berarti mereka buta. Mereka melihat… terlalu dalam, menembus waktu dan jiwa.Salah satu dari me
Warisan Seribu Bayangan:---Serbuan Cahaya dari KegelapanLangit di atas Kota Akar Giok mendadak retak—bukan secara harfiah, tapi seolah-olah langit spiritualnya terkoyak oleh kehadiran kekuatan besar. Kabut hitam yang biasa menyelubungi kuil pusat Sekte Suci Naga Kembar terusir oleh semburat cahaya keemasan dari arah barat.Lian Tian memimpin sendiri pasukan utama. Di belakangnya, Shen Ruya, Yue Lian, dan tujuh jenderal muda dari faksi pemberontak yang kini menamakan diri Koalisi Cahaya Dalam Bayangan.“Semua posisi siap,” ujar Shen Ruya dari atas kuda api spiritualnya. “Pasukan udara akan menerobos dari utara, pasukan bayangan melilit dari selatan. Kita buka jalur tengah.”Lian Tian mengangguk. Jubah tempurnya kini berwarna perak kehitaman, bordiran naga dan burung phoenix berkilat di dadanya. Di pinggangnya, Pedang Jiwa Tertutup berdenyut halus seperti jantung kedua.> “Hari ini,” ucap Lian Tian dengan suara te
Pengkhianatan Fei XianAroma dupa hitam masih menggantung di udara ketika Hei Zhu membuka pintu ruang meditasi pribadinya. Di belakangnya, Fei Xian menyusup masuk tanpa suara. Tatapan mereka saling mengunci dalam cahaya merah redup dari lampu giok gantung.“Kalau kau bukan pengikut sejati Sekte Suci,” Hei Zhu memulai dengan suara dingin, “kenapa kau tetap di sini?”Fei Xian tidak langsung menjawab. Ia berjalan perlahan mengelilingi ruangan, jari-jarinya menyentuh ornamen naga di dinding batu. “Karena aku sedang menunggu seseorang… yang cukup gila untuk melawan mereka dari dalam.”> “Kau pikir itu aku?”“Aku harap begitu.”Fei Xian menghentikan langkahnya di depan Hei Zhu. Cahaya lentera memantulkan siluet sayap elang yang tergurat di jubah putihnya.> “Aku dibesarkan di Balai Udara Utara,” katanya lirih. “Kami diajarkan bahwa kesetiaan mutlak adalah kemuliaan. Tapi itu semua dusta. Ayahku dihukum mat