Share

bab 8

Penulis: Bang JM
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-02 10:55:39

Bab 8 Pemburu dan Bayangan

-----

Dua pria berpakaian hitam dari Sekte Langit Suci berjalan perlahan di jalur berbatu, mata mereka tajam menyisir kegelapan.

"Tempat ini terlalu sunyi," bisik salah satu dari mereka.

"Itu berarti kita semakin dekat," jawab rekannya.

Di balik bayangan pepohonan, Lei Tian mengamati mereka dengan napas tertahan. Tubuhnya telah menyatu dengan kegelapan, nyaris tidak terlihat. Ini adalah ujian nyata dari teknik penyembunyian yang baru saja ia pelajari.

Master Yu, yang bersembunyi di sisi lain, memberi isyarat kecil dengan jarinya. "Jangan gegabah. Amati mereka dulu."

Lei Tian mengangguk dalam hati. Matanya tidak lepas dari gerakan dua pria itu.

"Kita berpencar," kata salah satu pria. "Kau cari di sisi kiri, aku ke kanan."

Pria yang lebih besar berbalik dan melangkah ke arah tempat Lei Tian bersembunyi.

"Sial," batin Lei Tian.

Jika pria itu mendekat sedikit lagi, ia bisa menemukan jejak keberadaannya. Lei Tian harus bertindak cepat.

---

Serangan dalam Kegelapa
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   162

    Warisan Seribu Bayangan:Perjamuan Berdarah di Aula Tujuh PilarAula Tujuh Pilar terletak di jantung terdalam Sekte Suci Naga Kembar. Ruangan bundar itu tidak memiliki jendela, hanya dikelilingi tujuh pilar obsidian tinggi yang masing-masing menyimpan lambang sekte kuno: Naga Ganda, Serigala Bayangan, Elang Hitam, Tikus Mata Api, Ular Darah, Burung Hantu Jiwa, dan Phoenix Terbalik.Di tengah ruangan terdapat meja batu besar berbentuk heptagon. Di atasnya, tujuh cawan emas berisi darah segar dari keturunan murni pewaris bayangan. Aroma logam menusuk udara.Hei Zhu berdiri di sisi barat laut, mengenakan jubah hitam bersulam ungu, wajahnya tenang, tapi matanya penuh waspada. Di depannya, enam pewaris lain dari faksi internal sekte menatap dingin ke arahnya.> “Hari ini kita ikrarkan sumpah bayangan,” ucap Tetua Mo Qiyan, yang memimpin ritual malam itu. Suaranya bergema oleh gema jampi pelindung yang membungkus aula.

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   161

    Ruang Suci Satu, Hati Bayangan AsliRuang Suci Satu tidak seperti tempat lain di Benteng Langit Retak. Dindingnya dibangun dari batu obsidian purba yang menyerap cahaya, membuat ruangan itu senantiasa gelap meski api spiritual berkobar di sekelilingnya. Di tengah altar berbentuk spiral, berdenyut jantung kristal gelap—Hati Bayangan Asli—yang memancar aura tua dan memabukkan, seolah berasal dari zaman sebelum dunia dibentuk.Hei Zhu berdiri di ambang altar. Tubuhnya gemetar bukan karena takut… tetapi karena hawa yang terpancar dari kristal itu memanggil sesuatu yang sangat dalam di jiwanya.Sesuatu yang… akrab.> “Masuklah, murid Hei Zhen.”Suara itu datang dari atas balkon batu. Madam Fei berdiri di sana, bersama tiga tetua berpakaian ritual ungu emas. Mata mereka menyala dengan formasi pengikat jiwa.> “Kau telah melewati ujian. Dan sebagai hadiah, kau akan diberi kesempatan menyentuh warisan ini. Jika k

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   160Puncak Langit Putih: Serangan dari Dalam

    Di sisi terang dunia, Xian Wu tengah berlatih menari di atas danau bersama para biksu spiritual. Gerakannya tenang, tapi matanya kadang menatap bayangannya sendiri… seolah merindukan sesuatu yang tak bisa dijelaskan.Saat itulah, langit berubah ungu. Tiga formasi teleportasi terbuka dari udara, dan puluhan siluet bertudung muncul dari ketiadaan.“Ambil bocah itu! Jangan lukai tubuhnya!” teriak salah satu.Nyonya Guang Chen bergerak cepat. “Lindungi pewaris!”Pertarungan terjadi. Cahaya spiritual menghantam senjata bayangan. Tapi satu musuh melesat terlalu cepat — dan berhasil menangkap Xian Wu.Namun, sebelum ia menghilang…> “Hei Zhu…”Xian Wu memanggil… bukan ibunya, bukan gurunya. Tapi saudaranya.Dan di seberang lembah jauh, di tempat Hei Zhu sedang bertapa di gua bayangan…Ia membuka mata. “Xian Wu…”---Kembalinya Lian Tian ke ArenaSore itu, Lia

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   159Dua Nama, Satu Takdir

    : Asap dari ledakan Cermin Kesadaran Ganda masih menggantung di udara. Debu halus jatuh seperti abu dari langit, dan di tengah kehancuran altar kuno itu, sang bayi tetap mengambang, diselimuti aura samar yang tak bisa ditentukan: bukan murni cahaya… bukan sepenuhnya kegelapan. Shen Ruya memeluk dirinya sendiri. “Apa yang barusan kulihat…” Yue Lian masih memegangi lengan Lian Tian, wajahnya pucat. “Itu… itu bukan hanya ujian. Itu… pengungkapan.” Lian Tian melangkah pelan, mendekati sang bayi yang kini perlahan-lahan turun, mendarat di lantai batu yang hangus. Matanya terbuka. Dua bola mata—satu seputih susu tanpa pupil, satu hitam mengilat seperti malam yang meneteskan darah. Tapi bayi itu tidak menangis. Ia bicara. Ya, bicara. Suaranya terbelah, dua nada sekaligus: satu suara anak laki-laki tenang dan lembut, satu suara lain dalam dan menggema, seperti roh tu

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   158Kelahiran Sekte Bayangan Terakhir

    Tiga malam setelah segel ketujuh selesai ditempatkan pada tubuh sang bayi, di lembah tersembunyi barat Gunung Yinlang, sekelompok pria dan wanita berjubah hitam berkumpul dalam lingkaran. Udara malam menggigil. Bulan tertutup awan, tapi cahaya merah samar menyembul dari simbol di tanah—bentuk seperti mata vertikal, tertancap paku-paku besi ke empat arah. Di tengah mereka, seorang wanita bertopeng perak membuka gulungan kulit hitam legam. > “Bayangan Tertinggi telah terlahir kembali dalam tubuh bayi tak bercela,” katanya. > “Namanya belum diketahui, tapi tanda di tubuhnya telah terlihat. Kita semua melihatnya dalam penglihatan yang dikirim oleh Bayangan Agung.” Dari balik barisan itu, muncul seorang lelaki tinggi dengan rambut panjang abu-abu dan mata hitam pekat. Dialah Zhao Ye, mantan Tetua Pelindung dari Sekte Langit Retak—sek

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   156Bayangan dalam Bayi Tak

    Subuh belum menyentuh puncak-puncak Gunung Barat saat suara tangis bayi menggema di Lembah Heijiu. Desa kecil itu dikenal tak pernah memihak pada sekte mana pun. Tanah netral, tanah sunyi.Namun pagi itu, suara tangis itu mengoyak langit—panjang, lirih, dan... dalam. Tangisan yang menggigilkan tulang.Seorang perempuan muda—Li Nuan, bidan desa—menggendong bayi yang baru lahir dari seorang ibu yang telah meninggal begitu si jabang bayi menghirup udara pertama.Li Nuan menangis sambil membungkus tubuh kecil itu dengan kain wol usang. Tapi lalu dia melihat sesuatu...Di dada bayi itu, ada cahaya samar seperti bintang mini, berdenyut lambat.“Bukan tanda lahir...” gumamnya. “Ini... formasi cahaya?”Namun begitu ia memandang lebih dekat—bayangan halus muncul tepat di balik cahaya itu. Seolah di balik terang... ada sesuatu yang mengawasi.---Pertemuan di Bal

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status