Beranda / Pendekar / Pemilik Kitab Seribu Bayangan / bab 90:Dunia Tanpa Cahaya

Share

bab 90:Dunia Tanpa Cahaya

Penulis: Bang JM
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-25 12:09:36

Begitu huruf pertama dari Lembar Tambahan ke-1001 terbaca, angin berhenti. Waktu seolah membeku. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan cahaya di sekeliling mulai meredup—bukan menjadi gelap total, melainkan seperti warna dicabut dari dunia.

Yara merasakan tubuhnya terasa ringan, seperti ditarik ke arah yang tak kasatmata. Jin Wu mencengkeram gagang pedangnya, namun bahkan bilah logam itu tampak memudar.

Lian Tian berteriak, “Pegang tangan satu sama lain! Jangan lepaskan!”

Tapi sebelum mereka sempat bergerak, cahaya terakhir lenyap. Mereka terhisap ke dalam kegelapan total.

...

Ketika mereka sadar, dunia telah berubah.

Langit di atas mereka bukan lagi biru atau kelabu—melainkan hitam kelam, seperti tinta. Tidak ada matahari, hanya siluet samar dari bayangan-bayangan besar yang menggantung di langit, seperti langit-langit gua raksasa.

Mereka berdiri di dataran batu yang datar dan dingin. Tidak ada angin. Tidak
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 95:

    _ Angin musim gugur menyapu padang tandus di luar gerbang barat Fei Zhao, membawa debu dan bau daun kering. Mei Lin berdiri di samping kuda hitam milik Bo Ren, memandangi jalan bebatuan yang melintasi ladang dan hutan. Jubah hitamnya berkibar, menyembunyikan sebilah pisau kecil yang terselip di balik pinggangnya.“Menurut peta yang ditinggalkan Yara,” ujar Mei Lin, “kuil yang kita cari ada di balik Pegunungan Liangshan.”Bo Ren memegang tali kekangnya erat. “Kuil Sembilan Bayangan. Tempat yang bahkan para biksu di barat pun takut menyebutnya.”Mei Lin menoleh padanya. “Takut? Kenapa?”“Dulu sekali, kata mereka, tempat itu menjadi markas kecil Sekte Langit Terbalik. Para pengikut Bayangan Asli berkumpul di sana setelah Kitab pertama dikunci oleh Jin Wu dan Yara. Tapi mereka tak pernah benar-benar musnah.” Bo Ren menatap langit. “Kau percaya pada ramalan, Mei Lin?”Ia menggeleng. “Aku percaya pada petunjuk dan bukti. Ramalan bisa diben

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   Bab 94:Warisan dalam Kabut

    : Bertahun-tahun telah berlalu sejak cahaya terakhir menyinari negeri Fei Zhao, memupus bayang-bayang kelam yang selama ini membelenggu jiwa manusia. Namun, legenda tentang Kitab Seribu Bayangan tak pernah benar-benar lenyap. Ia bertahan—bukan lagi sebagai alat ketakutan yang diceritakan untuk menakut-nakuti anak-anak, melainkan sebagai pelajaran berharga yang diwariskan dari generasi ke generasi.Anak-anak tumbuh besar dengan mendengarkan kisah Jin Wu, Yara, dan Lian Tian. Tentang keberanian, pengkhianatan, dan harga dari kekuatan sejati. Dari mulut para tetua mereka belajar, bahwa bayangan terdalam bukan datang dari luar, melainkan bersumber dari dalam diri manusia sendiri. Dan bahwa kekuatan sejati bukan untuk menguasai dunia, tetapi untuk mengerti, dan menerima—baik cahaya maupun kegelapan.Nama Yara pun kini menjadi nyanyian sunyi yang diceritakan kala senja. Ia tak pernah terlihat lagi sejak pertempuran terakhir. Konon, ia menjelajah dunia untuk men

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 93:Dunia Setelah Kata Terakhir

    Pagi menyingsing dengan tenang. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa seperti berabad-abad, langit bersih tanpa retakan, dan tanah berhenti merintih. Sisa-sisa bayangan lenyap, dan keheningan yang tersisa bukan lagi tanda kehancuran—melainkan awal dari sesuatu yang baru.Jin Wu berdiri di tepi tebing, memandangi cakrawala yang mulai dihiasi warna-warna hangat matahari pagi. Di tangannya, selembar potongan kitab yang entah bagaimana tersisa, kosong tanpa tulisan, tapi masih hangat—seakan menyimpan napas terakhir Lian Tian.Yara berdiri tak jauh di belakangnya, rambutnya ditiup angin pagi. “Dunia ini akan butuh waktu lama untuk pulih,” ucapnya pelan.Jin Wu mengangguk. “Tapi kita punya waktu sekarang. Tak ada lagi perang. Tak ada lagi bayangan yang menghantui.”Beberapa warga mulai keluar dari tempat perlindungan. Mereka menatap langit seolah tak percaya mereka masih hidup, masih memiliki dunia untuk mereka tinggali.Mou

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 92:Pena yang Mengorbankan

    : Mou Lin menahan napas. Tangan gemetar menggenggam pena di hadapannya—pena tua berwarna hitam legam dengan ukiran kuno yang tak bisa ia baca. Cahaya samar dari tinta yang baru saja ia goreskan di kitab membuat bayangan di sekelilingnya tampak hidup, berputar, berbisik, dan perlahan melingkarinya.“Kenapa aku?” tanya Mou Lin lirih. “Kenapa kitab itu memilihku?”Bayangan Tertua melangkah lebih dekat. Suaranya berat, nyaris bergema di dalam kepala Mou Lin. “Karena kau adalah yang terakhir... darah terakhir dari keturunan Penjaga Awal. Pena itu hanya bangun untuk mereka yang terikat oleh nasib leluhur.”Mou Lin mundur selangkah. “Aku bukan siapa-siapa. Aku hanya ingin menulis, bukan membangkitkan kehancuran!”Bayangan itu terkekeh. “Tapi kehancuran... selalu lahir dari cerita yang paling jujur.”---Di luar, Lian Tian dan Yara mulai memecah lapisan kabut yang menyelimuti desa. Jin Wu menanamkan jimat-jimat pelindung d

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 91:Dunia yang Ditulis Ulang

    : Cahaya yang membakar lembar terakhir Kitab Seribu Bayangan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Dalam sekejap, tanah-tanah yang sebelumnya mati menjadi subur kembali. Langit yang kelam selama ratusan tahun kini bersih, disinari oleh matahari yang hangat. Angin yang dulu membawa bisikan penderitaan kini terasa seperti lagu kehidupan.Namun, ini bukan dunia yang sempurna. Lian Tian, Yara, dan Jin Wu tahu itu. Mereka tidak menulis dunia tanpa konflik, tapi dunia dengan pilihan. Dunia di mana kebaikan dan kejahatan tidak dibungkam—melainkan diimbangi.Di ibu kota baru, para mantan petarung, cendekiawan, dan rakyat biasa berkumpul di sebuah aula besar untuk mendengarkan pengumuman dari para Penjaga Cahaya, sebutan baru bagi tiga tokoh utama itu.Lian Tian berdiri di atas podium batu, mengenakan jubah sederhana. “Kita tidak lagi hidup di bawah bayangan. Tapi bayangan tetap ada, karena bayangan adalah bukti adanya cahaya. Maka kita harus saling menjaga,

  • Pemilik Kitab Seribu Bayangan   bab 90:Dunia Tanpa Cahaya

    Begitu huruf pertama dari Lembar Tambahan ke-1001 terbaca, angin berhenti. Waktu seolah membeku. Tanah di bawah kaki mereka bergetar, dan cahaya di sekeliling mulai meredup—bukan menjadi gelap total, melainkan seperti warna dicabut dari dunia.Yara merasakan tubuhnya terasa ringan, seperti ditarik ke arah yang tak kasatmata. Jin Wu mencengkeram gagang pedangnya, namun bahkan bilah logam itu tampak memudar.Lian Tian berteriak, “Pegang tangan satu sama lain! Jangan lepaskan!”Tapi sebelum mereka sempat bergerak, cahaya terakhir lenyap. Mereka terhisap ke dalam kegelapan total....Ketika mereka sadar, dunia telah berubah.Langit di atas mereka bukan lagi biru atau kelabu—melainkan hitam kelam, seperti tinta. Tidak ada matahari, hanya siluet samar dari bayangan-bayangan besar yang menggantung di langit, seperti langit-langit gua raksasa.Mereka berdiri di dataran batu yang datar dan dingin. Tidak ada angin. Tidak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status