Share

93

Author: sidonsky
last update Last Updated: 2025-10-09 23:02:30

Pagi belum sepenuhnya sirna ketika mereka meninggalkan hotel menuju sebuah café terkenal di Souk Al Bahar, tepat di tepi kolam Burj Khalifa. Aroma air mancur masih bergemuruh dari kejauhan, dan lampu-lampu sore membentuk siluet gedung-gedung mewah yang tampak anggun di bawah langit biru keemasan.

Sesampainya di café bergaya kontemporer, dekorasi kayu dan lampu gantung keemasan yang lembut memantulkan bayangan, meja mereka sudah disiapkan menghadap langsung ke danau buatan. Di tengah mejanya, satu papan cokelat Dubai dengan lapisan pistachio cream dan kadaif renyah tersaji di dalam kotak hitam elegan.

Sementara Nora duduk, pandangan gadis itu masih tak lepas dengan berlian oval yang melingkar sempurna di jari manisnya. Ia menatapnya diam, seperti sedang menyerap tiap detailnya. Bagaimana cincin itu pas, berkilau, dan bagaimana Dirga memberikannya dengan mata yang berat pagi tadi. Menampilkan senyuman samar yang terlalu sulit untuk ditahan.

Pandangan dari balik kacamata hitam yang diken
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   127

    Hening menemani perjalanan mereka malam itu. Jalanan lengang, lampu kota memantul di kaca mobil, dan suara hujan tipis menambah dingin yang tidak hanya terasa di udara, tapi juga di hati Nora. Ia bersandar diam, matanya kosong menatap jendela. Bayangan Dewa masih terlintas, suara marahnya, genggamannya yang terlalu kuat, dan luka yang tersisa bukan hanya di lututnya, tapi juga di pikirannya.“Mas Dirga…” suaranya pelan, “Kalau bukan karena saya, Dewa nggak akan seperti itu.” Sementara Dirga tak langsung menjawab. Tangannya yang menggenggam kemudi sempat mengendur.Hanya satu kalimat yang keluar setelah beberapa detik, tenang namun tegas, “Jangan salahkan diri kamu atas pilihan orang lain.”Ia melirik Nora sejenak lalu mengusap kepalanya lembut, seolah ingin meredakan kegelisahan yang tak bisa dijelaskan. Mobil sempat berhenti di depan apotek. Dirga turun tanpa berkata, membeli perban, kapas, dan obat merah, lalu kembali dengan wajah serius.Perjalanan dilanjutkan. Kali ini tak ada pe

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   126

    Nora sempat berpikir lelaki itu akan membiarkannya pergi sendiri. Tapi seperti biasa, Dirga tidak pernah benar-benar memberi ruang untuk berdebat.“Saya bisa pergi sendiri, Mas Dirga,” ucapnya pelan, menatap pria di samping kemudi. “Mas Dirga masih ada meeting sama beberapa investor, kan?”Namun Dirga hanya menyalakan mesin mobil tanpa menoleh. “Saya antar.”Nada itu tegas, tak memberi celah untuk penolakan. Nora hanya bisa menarik napas dalam, menatap jalanan Jakarta yang mulai basah oleh hujan tipis di luar. Lampu-lampu kota berpendar lembut di balik kaca Ford Mustang hitam yang melaju mulus di bawah langit gelap.Tak ada percakapan berarti sepanjang perjalanan. Hanya suara wiper dan napas yang saling berkejaran.Hingga akhirnya, mobil berhenti di depan sebuah restoran Cina dengan bangunan modern, hangat diterangi lampu kuning redup yang memantul di permukaan basah aspal. Sementara jam di dashboard menunjukkan pukul tujuh malam.Dirga menoleh perlahan. “Saya tunggu di sini.”Nora me

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   125

    Nora sempat mengira Dirga akan membawanya ke sebuah rumah makan yang keberadaannya diluar kantor, tapi langkah lelaki itu malah berhenti di depan sebuah pintu kaca besar bertuliskan Canteen. Membuat gadis itu mengerutkan kening ragu.“Mas Dirga, serius?” tanyanya ragu.Lelaki itu menoleh sekilas, senyum tipis terbit di wajahnya. “Kenapa? Kantin ini juga milik saya.”Nora mendengus kecil, tapi tak menjawab lagi. Begitu pintu otomatis terbuka, aroma nasi hangat dan lauk-lauk kantin langsung menyeruak. Suasana siang itu cukup ramai meski hari Sabtu, tidak semua karyawan masuk, tapi beberapa tim proyek dan staf penting terlihat makan di sana.Begitu sosok Dirga muncul, hampir semua kepala menoleh. Gumaman lirih terdengar, dan pandangan mereka tak hanya berhenti pada Dirga, tapi juga pada Nora yang berjalan di sisinya. Sebagian wajah tampak terkejut, sebagian lain pura-pura sibuk dengan piring masing-masing.Namun bisik-bisik halus tetap terdengar di udara.“Bukannya itu mantan karyawan da

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   124

    Pagi itu, aroma kopi dan wangi kayu cendana milik Dirga memenuhi kamar apartemen. Nora membuka matanya perlahan, melihat lelaki itu sudah berdiri di depan cermin dengan jas biru tua yang terpasang sempurna. Wajahnya tampak segar, tapi sorot matanya menyimpan lelah yang sulit disembunyikan.Saat bibir Dirga mendarat di keningnya, Nora mengerjap pelan. Ia bahkan tak sadar kapan tertidur malam tadi. Seingatnya, ia menemani Dirga menyiapkan berkas-berkas untuk konferensi pers hingga larut malam. Entah kapan lelaki itu mengangkat tubuhnya ke tempat tidur.“Saya berangkat dulu,” katanya lembut. “Tidurlah lagi.”Nora melirik jam di nakas, pukul lima pagi. “Mas Dirga tidur jam berapa semalam?”“Hanya sebentar, tapi cukup,” jawab Dirga dengan senyum samar yang tentu tak Nora tak percayai. Ia bangun setengah, menjulurkan tangan, dan memeriksa dahi Dirga. “Masih demam. Selesai kerja nanti, kita panggil Dokter Darmaji lagi.”“Saya baik-baik saja, Nora. Hanya sedikit demam, tidak akan membuat sa

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   123

    Malam menelan jalanan kota dalam basah dan kilau lampu neon. Mobil hitam Bayerische Motoren Werke melaju kencang membelah aspal licin, mesinnya menggeram rendah seperti hewan buas yang siap menerkam.Dirga di balik kemudi, rahangnya mengeras, mata fokus menatap jalan tanpa berkedip.Di kursi penumpang, Nora duduk tegang, jemarinya mencengkram seatbelt seolah itu satu-satunya pegangan hidupnya. Ia tahu ke mana mereka akan pergi, kantor Ardawijaya Group, tempat semua rahasia dan beban nama keluarga Dirga berasal.Hujan di luar beradu dengan kecepatan mobil yang menembus batas aman. Nora ingin protes, tapi bibirnya seperti terkunci. Aura di sekitar Dirga terlalu dingin, terlalu tajam untuk ditembus kata.Mobil berhenti tepat di depan gedung kaca tinggi yang menjulang gelap di bawah langit mendung. Lampu-lampu lobi masih menyala, memantulkan bayangan megah sekaligus menegangkan.Begitu pintu mobil dibuka, beberapa orang bersetelan gelap sudah berdiri berbaris rapi di bawah payung hitam, m

  • Pemuas Hasrat CEO Dingin   122

    Hujan turun pelan, membasuh kaca jendela apartemen dan memantulkan cahaya lampu kota yang berpendar redup. Di dalam, kehangatan samar memenuhi ruang tamu kecil itu. Aroma sup ayam yang baru saja habis masih terasa di udara, padu dengan wangi obat dari luka di pelipis Dirga.Nora duduk bersandar di sofa, tubuhnya terbungkus selimut abu-abu yang menutupi hingga bahu. Di sebelahnya, Dirga masih menatap kosong ke layar televisi yang tidak benar-benar ia tonton. Matanya sayu, tapi sorotnya jujur.“Jadi... perempuan itu…” suara Nora pecah di ujung kalimat, ragu untuk menuntaskan.Dirga menoleh, genggamannya pada tangan Nora menguat. “Malam itu, seharusnya kamu tidak datang. Semuanya sudah saya rencanakan dengan matang, Nora.”Jelas Nora menelan ludah, tak lama kemudian ia menunduk. “Jadi Mas Dirga nggak…”“Selingkuh?” potong Dirga pelan. Senyum getir terselip di ujung bibirnya. “Bagaimana saya bisa melakukannya, kalau setiap malam bayangan kamu selalu datang dalam mimpi saya? Saya bahkan ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status