Share

Bab 6

Kedua mata Abian membulat sempurna ketika melihat luka di lengan bagian atas Flora. Ini bukan luka biasa, tapi ini seperti luka karena cambukkan sesuatu.

"Tidak apa-apa. Mas. Ini bukan bekas apa-apa kok." Flora buru-buru menurunkan kembali lengan bajunya untuk menghindari pertanyaan Abian.

"Jangan berbohong, Flora. Katakan yang sejujurnya pada Mas, bagaimana pun juga Mas berhak tahu." Abian menatap Flora dengan intens.

"Maaf, Mas. Tapi ini masalah rumah tangga Flora."

"Jadi benar dugaan Mas kalau Arifin yang melakukannya?" tanya pria itu.

Flora memalingkan wajahnya ke arah lain untuk menghindari kontak mata dengan Abian. Entahlah, tapi tatapan teduh dan hangat Abian membuatnya luluh. Tatapan itu terasa begitu tulus.

Namun, dia tidak boleh terlarut begitu saja, karena dia juga ingat kalau dirinya adalah wanita bersuami.

"T-tidak...."

"Tidak ada gunanya kamu berbohong, Flora. Jadi katakan sejujurnya atau Mas yang cari tahu sendiri?"

"I-iya, Mas," jawab Flora pada akhirnya dengan lirih,.

Dia merasa sudah tidak memiliki pilihan lain. Dari pada Abian mencari tahu yang sebenarnya terjadi sendiri, lebih baik dia memberitahu nya sendiri.

"Ibu, Mbak Winda, Mbak Santi tahu hal ini?" tanya Abian lagi.

"Tahu apa, Mas?"

"Perihal Arifin yang suka main tangan padamu."

Perempuan itu menundukkan kepala nya tidak ingin terbawa perasaan lebih jauh dengan tatapan Abian yang menghipnotis itu.

"Jawab. Flora!" tegas Abian, membuat Flora refleks menganggukan kepalanya dengan cepat.

"Astaga.... lalu mereka membiarkannya, begitu?"

Lagi-lagi. Flora menganggukan kepala sebagai jawaban.

Abian membulatkan mata. Tangannya sudah terkepal untuk menahan emosi. Ia tidak menyangka kalau perlakuan yang didapat Flora tidak hanya melalui ucapan sinis, tapi juga fisik.

"Apa ada lagi yang terluka?"

"Tidak."

"Jangan bohong!"

"Tidak ada, Mas. Jangan begini, aku mohon...."

Flora hampir menangis karena Abian sudah berusaha mengangkat pakaian yang dia kenakan. Beruntungnya, terdengar suara pintu terbuka dari kamar mbaknya.

"Kali ini kamu lolos, Flora. Tapi lain kali, aku jamin kamu akan memberitahu semuanya. Ingat itu."

"Mas...."

"Untuk ucapanku tadi pagi, aku benar-benar serius. Aku akan merebutmu dari Arifin, itu janjiku dan aku akan menepatinya!" tegas Abian, lalu pergi dari dapur dengan membawa secangkir kopi hitam panas di tangannya.

Flora hanya terdiam. Dia menyangka kalau Abian mengatakan hal itu hanya sebagai candaan saja. Tapi rupanya, dari ucapan dan ekspresi wajahnya, terlihat benar kalau dia memang serius.

***

Malam harinya. Arifin pulang dengan wajah kusut. Dia menenteng tas kerjanya dengan asal, lalu membuangnya sembarangan ke sofa.

"Mana Flora? Tumben dia tidak menyambutku," gumam Arifin.

Dia pun melangkah masuk dan melihat ada sang kakak yang tengah duduk di ruang tamu dengan memangku laptop kerjanya.

"Bi," Panggil Arifin. membuat Abian menoleh.

Dia menatap Arifin lamat-lamat, lalu kembali fokus ke arah laptopnya.

"Kerja mulu."

"lya, soalnya kebutuhan kan banyak."

"Kebutuhan apa? Kamu kan belum menikah, kalau aku sih iya, pusing. Kebutuhan banyak banget, belum lagi kalau Flora merengek pengen dibeliin ini itu." Jawaban Arifin membuat kening Abian mengernyit.

Benarkah Flora sering merengek pada Arifin untuk dibelikan sesuatu? Rasanya agak sedikit tidak masuk akal, dilihat dari mana pun Flora terlihat seperti seorang perempuan yang tidak terawat.

Bagaimana tidak? Wajahnya kuyu, entah dia mengenal skincare atau tidak. Berpakaian pun hanya sederhana. paling daster atau setelan rumahan. Itu saja. Abian nyaris tidak pernah melihat Flora mengenakan pakaian yang bermerk.

"Wajar saja. dia kan istrimu. Kalau bukan padamu lalu pada siapa dia akan meminta di belikan sesuatu? Anak perempuan yang sudah menikah kan bukan tanggung jawab orang tuanya lagi." Jawab Abian.

"Tapi tetep saja. Flora tuh suka banget hambur-hamburin uang."

"Ohh iya? Dipake apa?"

"Gak tahu, beli skincare atau baju kali." Jawaban Arifin membuat kening Abian lagi-lagi mengernyit heran, apa Arifin tidak salah bicara? Justru yang penampilan nya terlihat hedon itu Mbak Winda dan juga Mbak Santi.

"Memangnya kamu ngasih uang bulanan ke istrimu berapa, Fin?" Tanya Abian.

"Tiga juta. itu sudah termasuk gede lho. Soalnya dia gak mikirin bayar kontrakan karena tinggal di rumah Ibu, gak mikirin bayar listrik, bayar air. Harusnya dia bersyukur, jangan terlalu hambur-hamburin uang." Jawab Arifin membuat Abian tertawa dalam hati.

Tiga juta? Di jaman sekarang, duit segitu memang nya cukup buat apa? Aku tidak habis pikir dengan pemikiran Arifin. Ibu benar-benar hebat menciptakan karakter Arifin. dia pria yang mudah di atur. Batin Abian.

"Di sini berapa hari. Bi?" Arifin mengalihkan topik.

"Lama kayaknya, soalnya kerjaan lagi banyak disini."

"Ohh gitu. ya udah deh. Ke kamar dulu mau istirahat."

"Hmm. jangan lupa istrinya dikelonin." Celetuk Abian, membuat Arifin terkekeh pelan. Mana pernah Arifin melakukan itu pada Flora, yang ada dia hanya menyakiti fisik, lahir dan batin istrinya.

Di kamar. Flora terlihat pucat. Dia meriang, tubuhnya gemetar juga suhu tubuhnya yang bertambah panas. Hari ini, Flora juga tidak menyambut suaminya karena sedikit tidak enak badan hari ini sedari siang. Ketika mendengar pintu terbuka, dia langsung memasang senyum kecilnya untuk menyambut kedatangan sang suami.

"M-mas, sudah pulang?" ucap Flora.

"Ckk. wajahmu pucat gitu. Kenapa?"

"A-aku baik-baik saja, Mas." Jawab Flora sambil tersenyum kecil.

"Gak usah drama kamu ingat di sini lagi ada Mas Abian, jadi gak usah bikin kesel kalau kamu gak mau aku pukul."

"I-iya. Mas."

"Siap-siap sana. pake baju yang dibeliin Ibu waktu kita nikah."

"Tapi, Mas, aku lagi meriang." Lirih Flora.

"Tadi kamu bilang baik-baik saja. kan? Tidak perlu banyak bicara. layani suamimu sekarang tanpa penolakan!" Tegas pria itu lalu pergi ke dalam kamar mandi.

Flora pun beranjak dari duduknya, dia harus melayani suaminya meskipun dalam keadaan sakit seperti ini.

Hanya beberapa menit berselang. Arifin keluar dari kamar mandi dengan tubuhnya yang basah dan handuk pendek yang hanya bisa menutupi kejantanannya. Pria itu menyeringai ketika melihat Penampilan Flora.

"Gini kek setiap hari, lain kali tambahin make up biar lebih menggoda. Flora." Ucap Arifin sambil menarik istrinya ke atas ranjang dan langsung menindih nya. tak peduli dengan tubuh Flora yang menggigil hebat dan terasa panas tinggi. Dia tetap mencumbu tubuh Flora dengan cukup kasar. hingga puncaknya dia membuka paksa pakaian tipis yang di kenakan sang istri.

"Mas. pelan-pelan...."

"Diam, kamu gak berhak ngatur-ngatur aku!" Tegas pria itu membuat Flora terdiam seketika.

Dia hanya memejamkan matanya saat Arifin mulai membuka lebar kakinya dan menggesekkan senjata miliknya ke area sensitifnya.

"Mmhhhh.."

"Jangan berisik. Abian masih di luar."

"Mas, kali ini aku mohon tolong pelan-pelan ya? Aku ingin menikmatinya." Lirih Flora, tapi pria itu tidak menghiraukan keinginan istrinya.

Dia tetap dengan Arifin yang selalu bermain cepat, tak peduli meskipun istrinya kesakitan sekalipun. Dia hanya peduli akan kepuasan nya sendiri, tapi tidak peduli dengan apa yang di rasakan istrinya. Benar-benar pria yang egois!

Arifin mulai mendorong dengan perlahan. membuat Flora memejamkan matanya menahan rasa yang cukup menyakitkan. Meskipun bukan kali pertama nya. tapi jika tanpa pemanasan yang cukup. rasanya tetap saja menyakitkan.

"M-mas...." Lirih Flora tapi Arifin malah menyentak dengan kuat membuat perempuan itu nyaris berteriak saking sakit dan ngilu nya.

"Aku bilang diam!" Bentak Arifin membuat perempuan itu terdiam seketika. Dia ingin protes. tapi mau bagaimana lagi. Jadi sepanjang permainan itu dia hanya diam sambil menutup mulutnya menggunakan tangan agar tidak mengeluarkan suara.

"Aaarghhhh!" Pria itu mengerang tertahan lalu menekan tubuhnya sedalam mungkin hingga membuat Flora meringis karena merasakan sakit yang begitu terasa di bagian bawahnya.

"Mas, sakit...."

"Diam. kamu tidak berhak berpendapat!" Ucap Arifin membuat Flora lagi-lagi terdiam. Harusnya dia bisa protes ketika merasakan tubuhnya sakit bukan? Tapi Arifin melarang keras akan hal itu.

Arifin melepas penyatuannya dan menepuk lubang yang baru saja dia gunakan untuk memuaskan hasratnya, itu juga salah satu kebiasaan Arifin yang agak aneh bagi Flora. Tak jarang, dia menusuk-nusuk nya lebih dulu sebelum pergi dan menjilat cairan itu.

"Lap dulu sana, lengket, bau." Ucap Arifin. Flora pun beranjak dari rebahan nya dan mencuci miliknya hingga bersih.

Pake bilang bau segala, padahal kan ini cairan miliknya. Batin Perempuan itu dengan kesal. tapi dia hanya bisa mendumel di dalam hati. Kalau sampai dia mengatakan nya di depan Arifin. bisa-bisa dia terkena pukulan seperti yang sudah-sudah.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Indah Syi
walaaah suami kek Arifin buang ke saptiteng aja biar tobat
goodnovel comment avatar
Shinta
aq bacanya kayak mw marathon. bahasanya dikejar" gtu ga rileks
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status