Bryan menghampiri Nina yang terduduk lemas di tepi ranjang. Bryan meraih tangan Nina kemudian menggenggamnya. “Emangnya kenapa dengan dia, sayang? Dia ngechat aku ya?”
Bryan lalu menyeka buliran air yang keluar dari mata istrinya itu. “Jangan nangis lagi dong, sayang. Mungkin dia kangen sama aku, makanya tiba-tiba ngechat. Lagian itu kan hanya masa lalu. Yang penting sekarang, aku udah resmi jadi milik kamu seutuhnya,” ucap Bryan santai sembari menampakkan senyumnya.
Tiba-tiba…
PLAK!
Bryan terhentak kaget saat sebuah tamparan keras mendarat di pipinya.
“Kamu masih bisa tersenyum di saat seperti ini? Sakit kamu, Mas!” bentak Nina emosi. Tangisan Nina semakin histeris. “Harusnya kamu jujur ke aku sebelum kita menikah! Jangan ditutup-tutupi begini, Mas! Aku menyesal menikah sama kamu! Laki-laki bangsat!”
Dengan kasarnya, Nina mendorong tubuh Bryan agar menjauh darinya. “Pergi sana kam
“Taraaa! Surprise!!” sorak mereka secara bersamaan.Nina terperangah saat melihat suaminya dan yang lainnya sedang berdiri di hadapannya. Tampak Bryan sedang memegang kue ulang tahun dengan lilin berangka 20. Ada ibu, bapak dan adiknya, tak ketinggalan juga ada tantenya Bryan, mereka bersama-sama menyanyikan lagu ulang tahun untuk Nina dengan kompaknya.Ya Nabi Salam Alayka~(Maaf ralat, kebawa suasana Ramadhan)Selamat ulang tahun, kami ucapkan~Selamat panjang umur, kita kan doakan~Tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga~“Happy birthday, sayangku. Semoga di umurmu yang ke-20 ini semakin berkah ya,” ucap Bryan setelah lagu mereka selesai dinyanyikan.Bryan mendekatkan kue ulang tahun itu kepada Nina.“Tiup lilinnya, Nak!” imbuh Aliyah.Nina melirik sejenak ke arah suaminya. Ia pun tak paham dengan apa yang terjadi. Sedari tadi Bryan terlihat bahagia dengan senyumnya yang m
“Ayo dong, sayang. Mumpung Brianna lagi tidur di kamar sebelah,” pinta Bryan memelas.“Gak sekalian aja pas di Bali, Mas? Kita kan harus tidur sekarang! Ntar bangunnya telat loh!”“Aku dari kemarin udah kepengen tau. Masa harus ditunda lagi?”Sebagai seorang istri, Nina tidak menolak saat suaminya mulai melucuti bajunya satu per satu. Nina tersenyum dan merasakan pipinya merona kala tatapan mata Bryan mengarah ke gundukan kembar miliknya. Dan saat tangan Bryan terulur ke dadanya, Nina mendekatkan wajahnya ke wajah Bryan dan melabuhkan bibirnya di bibir sang suami.Bryan bersorak dalam hati. Dia merasa senang karena Nina berinisiatif untuk mencumbunya terlebih dahulu. Tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Bryan mulai membuka bajunya sendiri.Bryan yang kini telah tampil polos segera membalikkan tubuh Nina menjadi berada di bawah tubuhnya.Saat Bryan bersiap-siap ingin menusuk istrinya dari belakang, Nina ti
Nina memeriksa kembali perlengkapan yang akan mereka bawa untuk berlibur di Bali. Tiba-tiba saja tepukan pelan dari sebuah tangan mungil mendarat di punggungnya.“Ada apa anaknya Mama? Kamu udah gak sabar ya? Pengen cepat-cepat liburan?” Nina menoleh dan tersenyum ke arah Brianna yang saat ini tengah digendong oleh Bryan.“Sudah siap? Gak ada yang ketinggalan kan, sayang?” tanya Bryan memastikan. “Kalau semuanya udah beres, aku akan menyuruh Pak Jaka untuk mengangkat koper dan tas kita.”“Semuanya sudah siap, Mas,” sahut Nina.“Oke deh, aku mau panggil Pak Jaka dulu ya.” Bryan lalu berjalan ke ruang tamu, di mana sopir pribadinya itu sudah menunggunya dari tadi.Setelah semua perlengkapan dimasukkan ke dalam bagasi, Nina dan Bryan beserta anak mereka berangkat menuju bandara. Mereka terbang ke Bali menggunakan jet pribadi milik keluarga Lawrence.Setelah selesai urusan administrasi
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, jet yang mereka tumpangi akhirnya mendarat di Bandara Ngurah Rai International, Bali.Nina dan Bryan pun bangkit dari sofa, ingin mengambil Brianna yang masih tertidur pulas di stroller bayi.“Biar aku aja yang gendong anak kita, sayang.”“Terima kasih, Mas.” Nina mengecup bibir Bryan tepat di depan pramugari tadi yang telah membuatnya kesal. Pramugari itu segera melenggang pergi dari hadapan mereka setelah melihat pemandangan mesra itu.‘Pergi sana kau, dasar cewek ganjen!’ batin Nina merasa menang.Setelah mengurus di bagian administrasi dan lainnya, mereka kemudian berjalan menuju lobi bandara. Di sana terlihat seorang pria muda dengan menggunakan papan bertuliskan nama Bryan, berdiri di antara banyak orang yang ada di lobi bandara tersebut.“Pak Bryan!” teriak pria itu sampai Bryan menoleh ke arahnya. Bryan bersama Nina bersama-sama me
Nina menautkan alisnya. Ingin menjawab jujur, tapi sama saja aibnya akan terkuak. “I-iya, emm, baru dua tahunan sih,” jawab Nina berbohong.Pria itu mengangguk pelan. “Ohh, dua tahunan ya. Berarti kamu setelah lulus SMA kemarin, langsung nikah ya? Tapi kok aku gak diundang ya? Hehe. Teman-teman sekolah juga gak ada yang ngasih kabar soal pernikahan kamu di grup alumni.”“Emm, soalnya aku nikahnya bukan di kampung. Tapi di Jakarta. Jadi aku gak ngundang kalian semua. Maaf ya. Aku pergi dulu, suami aku udah nungguin di lobi,” pungkas Nina ingin segera mengakhiri percakapan mereka.Baru saja Nina mengangkat bokongnya dari kursi itu, Brianna langsung merengek. Perhatian Nina pun teralihkan. Nina mencoba menenangkan anaknya itu, namun Brianna tetap menangis.“Ndu, nduu, anaknya Mama kenapa menangis? Mau minum susu ya?”Nina pun berniat mengambil botol susu berisi ASI-nya yang sudah ia siapkan sebelumnya se
‘Siapa sih pria itu? Kok akrab banget sama Nina? Cuman office boy kok berani-beraninya gendong anakku pula?’ batin Bryan kesal.Bryan lalu melangkah ke arah Nina dan Dicky. Tanpa sadar, tangannya terkepal ketika melihat posisi istrinya sangat dekat dengan pria itu, apalagi Nina memamerkan senyum lebarnya.“Ehhem!” Suara dehaman Bryan membuat Nina dan juga pria itu menoleh ke belakang.Nina sedikit terkejut bercampur panik karena melihat raut wajah suaminya yang tidak ramah. Tatapan Bryan saat ini begitu tajam dan sinis. Nina sudah bisa memastikan bahwa saat ini Bryan tengah salah paham terhadapnya.“Eh, Mas Bryan. Akhirnya kamu balik juga, Mas. Kok kamu lama sih di atas? Katanya cuman ngambil dompet,” tanya Nina basa-basi, berusaha menghilangkan rasa gugupnya.“Hm, aku ada urusan sebentar. Makanya lama,” sahut Bryan ketus.Sebagai seorang ayah protektif, Bryan langsung mengambil alih Brianna da
Sementara itu, Nina dan Bryan berjalan berdiam-diaman. Bryan enggan membuka suaranya sama sekali. Hati Bryan masih terasa panas, mengetahui kalau istrinya tadi mengobrol dengan lelaki yang pernah dicintainya. Bryan terus berjalan lurus tanpa menghiraukan sang istri yang berada di belakangnya. Sedangkan Brianna masih anteng di dekapan Bryan.“Loh, katanya kita mau ke pantai, Mas?” tanya Nina heran ketika Bryan berjalan kembali ke lobi hotel dan hendak menuju lift.Nina menatap suaminya yang masih diam seribu bahasa. Bahkan Bryan sepertinya enggan untuk menatapnya balik. Nina menghela napas panjang. Nina juga sedikit kecewa karena rencananya untuk menikmati view sunset sore ini harus gagal.“Padahal bentar lagi sunset loh, Mas,” gumam Nina lirih.Bryan tetap tak peduli. Telinganya seolah-olah tertutup rapat. Bryan langsung berjalan mendahului istrinya saat mereka sudah keluar dari dalam lift. Bryan terus melangkah dengan cepat menuju
Sesaat kemudian, Nina mendapatkan ide cemerlang.Dua puluh menit kemudian, Nina akhirnya selesai mandi. Padahal sebelumnya, dia sudah mandi setelah maghrib, tapi sekarang Nina mandi lagi. Ruangan kamar tidur itu seketika dipenuhi oleh aroma wangi parfum yang Nina kenakan.“Mas Bryan? Kamu sudah tidur, Mas?” panggil Nina lembut seraya mencolek-colek pipi suaminya.Bryan sedari tadi juga belum tidur, karena masih kepikiran dengan kejadian tadi, Nina yang bertemu ex-crush nya saat di sekolah.“Mas, kamu beneran tidur?” panggil Nina lagi.Bryan menoleh ke samping dan perlahan membuka matanya. Bryan agak terkejut melihat istrinya yang sudah siap diterkam.Saat ini Nina tampak menawan dan seksi menggunakan lingerie bermodelkan seragam suster. Lingerie cosplay suster itu lumayan ketat, sehingga tubuh montok Nina tercetak dengan jelas. Nina juga memakai riasan tipis di wajahnya agar dirinya semakin cantik. Bibirnya juga dipoles dengan lipstik merah merona agar terkesan makin menggoda.“K-kamu
Alex kembali menjalankan mobil itu dengan laju. Tak lupa juga Alex mengaktifkan fitur door lock sehingga Nina tidak bisa membuka pintu selama perjalanan.Hati Nina was-was saat ini. Rasa gugup dan takut menyertainya. Apalagi Alex membawanya keluar jauh dari pusat kota. Namun, Nina tidak tinggal diam. Nina mengambil ponselnya dari dalam tas, hendak menghubungi suaminya, namun panggilan itu tidak diangkat.[Mas, please. Jawab telponku!][Tolong aku, Mas. Aku dibawa kabur sama temanmu. Dia mengaku namanya adalah Alex][Aku sharelock lokasiku sekarang. Tolong cari aku di area sini, Mas. Sumpah, aku tidak tau sekarang berada di jalan apa]“Kau menghubungi suamimu?”Suara Alex membuat Nina terkesiap. Tangannya mendadak tremor sehingga menjatuhkan ponselnya ke bawah kabin, tepatnya di bawah kursi pengemudi. Nina hendak menunduk untuk mengambil ponselnya yang terjatuh. Namun apa yang didapatnya setelah kembali mendongak membuatnya terkej
Siang ini Nina kembali mengunjungi kantor Bryan untuk membawakan makan siang sekaligus mengingatkan Bryan untuk meminum obatnya. Tugas yang biasa dilakukan oleh Devika, dokter yang juga merangkap sebagai sekretaris itu kini berpindah tangan ke Nina. Nina tidak rela jika Bryan lebih diperhatikan oleh Devika, meskipun dia adalah seorang dokter. Sebagai seorang istri, Nina tidak mau kalah. Makanya hampir setiap hari saat suaminya pergi bekerja, Nina selalu menyempatkan diri untuk membawakan Bryan makan siang dan juga buah-buahan sebagai pelengkap.“Kamu langsung pulang saja ya. Soalnya sebentar lagi akan ada tamu yang datang,” imbuh Bryan kepada Nina yang baru saja datang membawakan makanan untuknya.“Bukannya ini jam istirahat makan siang, Mas? Kok kamu mau menerima tamu jam segini?” tanya Nina kemudian dengan santainya duduk di sofa sembari membuka kotak bekal itu. “Sini, Mas. Biar aku suapin.”“Aku makannya nanti saja. Kamu pulanglah. Soalnya tamuku sudah
Bryan sedikit kecewa mendengar sang istri yang tidak ingin hamil lagi. Tapi Bryan mencoba memahami keadaan Nina. Lagi pula, mereka juga telah memiliki empat orang anak. Bryan rasa, itu sudah lebih dari cukup.“Oke, sayang. Aku paham kalau kamu gak mau hamil lagi. Tolong ambilkan kondomku di dalam laci.”Suasana kamar yang sebelumnya sunyi kini terdengar desahan dari keduanya. Selain itu, terdengar juga deru napas yang memburu dari pasangan suami istri yang sedang melakukan penyatuan.Nina segera merebahkan tubuhnya di samping Bryan kala dia sudah selesai melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri. Dia lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuh polos mereka berdua.Bryan merengkuh tubuh istrinya yang dipenuhi keringat. Dia mengusap wajah istrinya yang banjir pelu dengan telapak tangannya yang lebar, lalu dia kecup kening sang istri dengan mesra.“Terima kasih, sayang. Kamu hebat sekali,” ucap Bryan sembari mempererat peluka
Satu bulan kemudian...Setelah melakukan serangkaian proses terapi, kini kondisi Bryan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dia kini sudah jarang merasakan yang namanya sesak napas atau pun nyeri dada yang biasanya dia alami. Hal itu membuat Nina merasa bahagia.“Sudah ku bilang kan, Mas. Kamu pasti bisa sembuh. Apalagi kankermu belum terlalu parah. Kita tinggal rajin-rajin periksa ke rumah sakit saja dan berobat biar sel kankermu cepat musnah.”“Iya, sayang. Ini semua juga berkat kamu yang merawat aku tiap hari, mengatur pola makanku, mengingatkan aku untuk minum obat dan lain sebagainya. Kalau tidak ada kamu, mungkin penyakitku tambah parah.”Mereka baru saja selesai melakukan kontrol. Nina selalu setia mendampingi Bryan ke rumah sakit untuk berobat. Dan saat ini pasangan suami istri itu sedang duduk menunggu di taman rumah sakit sembari menunggu sopir menjemputnya.“Ayo, Mas. Kita pulang. Pak Jaka sudah sampai,&rdq
“J-jangan marah ya, Mas. Aku beneran gak sengaja. Maaf, aku ceroboh,” lanjut Nina enggan menatap suaminya. Dia takut dan merasa bersalah karena telah merusak mobil baru milik Bryan yang kata Pak Jaka harganya tembus ratusan milliar.Bryan menghela napas pasrah. “Ya sudahlah, gak apa-apa. Lagian cuman penyok sedikit, kan? Untung saja kita gak mati.”Bryan kembali merebahkan tubuhnya di ranjang perawatan. “Terus anak-anak gimana kabarnya? Di mana mereka sekarang?”“Mereka masih sekolah, Mas. Ini masih jam sembilan pagi,” jawab Nina.Bryan termenung sejenak sembari menatap istrinya yang sedang duduk tepat di samping ranjangnya. “Nina… aku ingin jujur tentang semuanya.”Kini Nina memberanikan diri menatap sang suami. Tatapan mereka saling bertemu. Manik mata Bryan tampak berkaca-kaca.“Aku sudah tau semuanya, Mas. Aku tau dari dokter tentang penyakitmu ini.”&l
“Mas, jawab aku! Kamu tuh sebenarnya ada apa? Jawab aku dengan jujur! Jangan diam aja kayak orang bisu gini!” desak Nina. “Kamu cuman akting ya, Mas? Biar aku merasa kasihan dan bisa memaafkan kamu dengan mudah? Begitu ya?”Nina pasrah melihat keterdiaman suaminya. Bryan masih saja enggan terbuka. “Kalau kamu masih tertutup begini, aku beneran akan pergi. Aku muak, Bryan! Urus saja hidupmu sendiri! Aku pun akan mengurus hidupku sendiri!”Nina kembali melangkah menjauhi suaminya. Dia benar-benar kecewa berat dan marah.“Nina, stop! Jangan pergi, Nina. Kembali, sayangku. Please. Jangan tinggalkan aku. Aku mohon. Aku tidak sanggup hidup tanpamu,” teriak Bryan kepada Nina yang semakin jauh.“Urus saja hidupmu sendiri, Bryan! Aku tidak peduli lagi denganmu!” balas Nina dengan teriak pula.Saat Nina hendak melanjutkan langkahnya, Bryan justru mendadak diam seperti patung. Bryan lalu memegangi da
Di sisi lain, Nina sedang meratapi nasibnya. Wanita itu berdiri di tepi jembatan flyover sembari termenung. Pandangannya kosong. Manik matanya memandangi kendaraan yang berlalu-lalang di bawah fly over tersebut.Nina kembali terisak mengingat kejadian yang dia lihat di kantor. “Ah sial. Aku menangis lagi. Kenapa air mata ini gak mau berhenti sih?” umpat Nina di sela-sela isakan tangisnya.Sudah beberapa jam Nina berdiam diri di fly over itu bagaikan orang gila. Nina sengaja tidak pulang ke rumah dan tidak mengaktifkan ponselnya agar Bryan merasa bersalah lalu mencari-carinya. Tetapi Nina merasa Bryan sudah tidak peduli lagi padanya. Buktinya, hari hampir malam, tetapi Bryan masih juga belum menemukannya di tempatnya sekarang ini.“Kenapa aku goblok banget ya nungguin dia? Dari tadi diam di sini terus. Kenapa dia belum muncul-muncul juga? Seluas apa sih kota Jakarta sampai dia gak bisa menemukan aku di sini? Atau jangan-jangan dia gak nyariin aku? Apa dia masih b
Bryan kemudian ikut berlari meninggalkan ruangan, hendak menyusul Nina.“Nina!! Tunggu aku!” teriak Bryan saat melihat istrinya sudah berada di anak tangga pada lantai bawah. “Nina! Jangan salah paham! Dengarkan penjelasanku dulu!”Bryan terus mengikuti langkah istrinya yang cepat itu sampai di lobi kantor.“Nina! Jangan lari dong. Aku gak sanggup ngejar kamu,” teriak Bryan lagi. Namun istrinya itu tetap menggerakkan kakinya keluar dari gedung. Sementara Bryan memilih untuk berhenti dan mengatur napasnya yang sudah tidak beraturan.“Oh My God! Kepalaku seperti diputar-putar. Rasanya mau pingsan,” keluh Bryan dengan napas yang terputus-putus.Salah satu karyawannya menghampirinya dan bertanya, “Pak Bryan baik-baik saja?”Bryan menggeleng. “Tidak. Saya tidak baik-baik saja. Tolong susul istri saya itu. Cegat dia. Jangan sampai dia pergi.”“Baik, Pak.”
“Tidak. Kamu ini jangan asal menuduh.”Nina merebahkan tubuhnya di ranjang mengikuti Bryan yang lebih dulu rebah di sana. Nina menoleh ke suaminya yang tidur dengan posisi membelakanginya. “Mas, kamu langsung mau tidur ya? Kamu gak mau minta jatah dulu?” tawar Nina.“Iya, sayang. Aku mau langsung tidur,” jawab Bryan tanpa berbalik badan.Tubuh Nina makin menempel ke tubuh Bryan. Nina sengaja ingin memancing gairah suaminya. Nina lalu memeluk erat Bryan kemudian berkata dengan manja. “Kok gitu, Mas? Biasanya kan kamu gak bisa tidur kalau gak dilayani dulu. Ayo, Mas. Kita habiskan malam ini dengan bercinta menggunakan seribu macam gaya.”Bryan menjauhkan tangan Nina yang melingkar di perutnya. “Lain kali saja ya, sayang. Aku benar-benar lelah malam ini. Aku mau tidur sekarang.”“Mas, ayo dong. Kita main! Aku kebelet, Mas. Pengen dicolokin sama kamu,” ucap Nina berusaha menggoda i