Share

SENTUHAN

Author: Kak Upe
last update Last Updated: 2025-06-22 18:00:05

Dari ujung koridor, Vino mencium sesuatu yang tak biasa—tajam, hangus, dan menusuk hidung. Ia spontan menghentikan langkah, lalu mendongak, melihat gumpalan asap tipis mulai merambat keluar dari arah dapur.

“Tunggu! Asap apa ini?!” serunya, lalu berlari tergesa-gesa menuju sumber bau.

Begitu memasuki dapur, matanya membelalak.

“Astaga... Kakak Ipar? Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa asapnya segini banyak?! Jangan bilang kau berencana membakar rumah ini!” cerocosnya panik.

Tanpa pikir panjang, Vino langsung mematikan api kompor. Wajan di atasnya tampak gosong, sisa-sisa masakan hangus menempel di dasar.

“M-maaf… aku nggak tahu kalau apinya bisa masuk ke dalam wajan… a-aku… aku…” ucap Gilea terbata-bata, masih belum mampu berbicara dengan jelas. Napasnya tersengal, wajahnya pucat. Panci gosong di depannya seakan menjadi bukti nyata bahwa pagi ini hampir saja berubah jadi bencana.

“Kalau kau nggak bisa masak, kenapa maksa, Kakak Ipar?” ujar Vino sambil menggeleng, nadanya setengah men
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   SENTUHAN

    Dari ujung koridor, Vino mencium sesuatu yang tak biasa—tajam, hangus, dan menusuk hidung. Ia spontan menghentikan langkah, lalu mendongak, melihat gumpalan asap tipis mulai merambat keluar dari arah dapur. “Tunggu! Asap apa ini?!” serunya, lalu berlari tergesa-gesa menuju sumber bau.Begitu memasuki dapur, matanya membelalak.“Astaga... Kakak Ipar? Apa yang sedang kau lakukan? Kenapa asapnya segini banyak?! Jangan bilang kau berencana membakar rumah ini!” cerocosnya panik.Tanpa pikir panjang, Vino langsung mematikan api kompor. Wajan di atasnya tampak gosong, sisa-sisa masakan hangus menempel di dasar.“M-maaf… aku nggak tahu kalau apinya bisa masuk ke dalam wajan… a-aku… aku…” ucap Gilea terbata-bata, masih belum mampu berbicara dengan jelas. Napasnya tersengal, wajahnya pucat. Panci gosong di depannya seakan menjadi bukti nyata bahwa pagi ini hampir saja berubah jadi bencana.“Kalau kau nggak bisa masak, kenapa maksa, Kakak Ipar?” ujar Vino sambil menggeleng, nadanya setengah men

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   LINGERIE MERAH MENYALA

    Malam sudah larut. Lampu-lampu rumah hanya tersisa satu-dua yang temaram di sudut koridor. Dari ruang tengah terdengar detik jam yang berjalan pelan, nyaris bersaing dengan napas tenang para penghuni rumah yang sudah tertidur. Di luar, angin malam hanya berani mengetuk jendela pelan-pelan. Tapi di dalam, dua pasang kaki melangkah diam-diam, nyaris tanpa jejak.Di depan kamar Gilea, Bumi berdiri setengah membungkuk, satu tangan menahan pintu agar tak berderit, sementara matanya terus menyisir lorong dengan waspada.“Bisa tidak kamu bergerak lebih cepat sedikit?” bisiknya penuh desakan, matanya tak lepas dari arah lorong. “Jangan sampai nenek atau Vino keluar dan lihat kita mindahin barang-barangmu ke kamarku.”Nada suaranya pelan, tapi sarat tekanan. Seolah tiap detik terlalu berisiko jika mereka ketahuan. Sementara Gilea, dengan napas tertahan, masih menggenggam bantal dan kotak kecil berisi barang pribadinya—berusaha sesenyap mungkin.“Aku juga ingin cepat,” gumam Gilea setengah berb

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   DUO PENGACAU

    “Ada yang mengganggu pikiranmu, sayang?” tanya Rebbeca lembut, senyum khasnya masih bertengger di wajahnya. Ia tahu, Gilea menyimpan segudang pertanyaan. Setidaknya satu hal: bagaimana mungkin Rebbeca—gelandangan tua yang dulu begitu akrab dengannya—ternyata adalah nenek dari Bumi, suaminya- Presdir sebuah perusahaan raksasa di kota ini.Gilea mencuri pandang ke arah Bumi. Ada tanya yang mengendap di hatinya, tapi bibirnya enggan terbuka. Ia takut, takut Bumi akan marah. "Kenapa diam?” tanya Rebbeca sekali lagi. Suaranya lembut, tapi menyiratkan keheranan yang tak bisa disembunyikan. “Apa kau tak terkejut aku bisa muncul di sini?”Gilea menarik napas pelan. “Tentu aku terkejut. Sangat, malah.” Ia menunduk, menata kata dalam hati sebelum melanjutkan. “Tapi menanyakan hal seperti itu... rasanya tak pantas. Lebih baik aku mensyukuri segala hal baik yang datang padaku. Aku menikah dengan pria yang baik, penuh kasih. Dan... aku diberi kejutan tak terduga—dirimu. Yang ternyata adalah nenek

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   KEBETULAN YANG TERLALU KEBETULAN

    "Di mana Gilea?" tanya Rebecca, suaranya terdengar ringan, tapi matanya menelisik setiap sudut ruangan dengan harap yang tak ia sembunyikan."Ada, Nek. Sepertinya dia sedang menyiapkan teh di dapur," jawab Bumi sambil menyilangkan kaki, tubuhnya bersandar santai di sofa—terlalu santai, mungkin, untuk menjawab pertanyaan yang ia tahu akan memantik bara."Ke mana semua pelayanmu, Bee? Bagaimana bisa kau biarkan cucu mantuku mengurus rumah sendirian?" tegur Rebecca. Kali ini sorot matanya berubah—tajam, penuh nada tuduhan yang tak memerlukan suara tinggi untuk terasa menusuk."Bukan seperti itu, Nek." Bumi menelan ludah pelan. "Justru aku sudah melarangnya menyentuh pekerjaan rumah. Tapi dia keras kepala. Semakin aku melarang, semakin ia bersikeras ingin melakukannya. Kalau Nenek tak percaya, tanyakan saja langsung saat dia datang nanti."Ia tentu tak bisa mengatakan yang sebenarnya—bahwa semua pelayan sengaja ia kirim ke vila pribadinya agar Gilea merasa tak betah di rumah ini."Oh ya?

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   BANYAK MAUNYA

    "Ini tehnya, tuan." Dengan hati-hati, Gilea meletakkan cangkir teh di atas meja kerja Bumi.Seketika aroma hangat melayang di udara, bercampur dengan dinginnya suasana ruangan. Gilea menarik napas pelan. Tugasnya sudah selesai. Bumi meminta secangkir teh dan dia telah membawakannya. Tidak ada alasan untuk tetap di siniDengan gerakan pelan namun pasti, Gilea berbalik, bersiap meninggalkan ruangan. Namun baru satu langkah ia berjalan-Tok! Suara cangkir yang diletakkan dengan keras memecah keheningan, menghentikan langkah Gilea."Apa lagi ini, Tuhan?" Gilea membatin frustrasi. Sejenak, dia menutup mata, menarik napas, mencoba untuk tetap tenang. Dia tahu Bumi masih belum puas membuatnya susah."Teh apa ini?!" Sergah Bumi, suaranya tajam.Gilea berbalik, melihat Bumi mengelap cairan beraroma melati di mulutnya dengan punggung tangannya. Gerakan itu cepat, sedikit kasar, seolah ingin menghapus bukan hanya sekedar sisa teh, tapi juga kejengkelannya pada Gilea.Mata mereka bertemu. Tatapan

  • Pemuas Hasrat Sang Presdir   SUARA SUMBANG

    BAB 10: Suara SumbangHari telah menunjukan pukul empat sore. Gilea buru-buru membereskan meja kerjanya. Dia tahu dia harus segera pulang atau dia akan membuat Bumi marah padanya.Saking buru-burunya Gilea membereskan meja kerjanya, dia bahkan sampai tidak melilhat beberapa orang wanita muda dengan raut wajah sombong berdiri memperhatikannya dengan saksama tepat di depannya."Jadi dia sekretaris baru tuan Bee yang masuk melalui jalur ordal? Alias orang dalam? Kalau aku jadi dia sih ya, aku malu untuk menerima pekerjaan ini. Mengandalkan wajah dan body untuk memikat tuan Dee, sungguh sebuah perbuatan yang sangat rendah. SDM tidak berkualitas seperti ini hanya akan membuat pekerjaan kita sebagai sekretaris setiap divisi akan berat." Celotehnya penuh sindiran yang dialamatkan pada Gilea."Pasti ujung-ujungnya, kita juga yang akan mengerjakannya. Tadi saja, tuan Dee sudah memintaku mengerjakan dua laporan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya." Bak tendangan bola yang belum menyentuh g

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status