Dua jam sebelumnya...
Sekembali dari rumah ayahnya, Ozkhan langsung menuju ke sebuah Hotel bintang satu, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor. Pertemuan rahasia yang seharusnya dilakukan kemarin terpaksa diundur menjadi hari ini karena Ozkhan sibuk membantu Shanum.
Tanpa sekretarisnya, Ozkhan masih bisa menghandle meeting tersebut dengan bantuan Emir tentunya. Lelaki itu berencana untuk mengembangkan proyek yang sedang dia persiapkan tanpa sepengetahuan ayahnya.
Sebab itu, Ozkhan butuh pasokan dana dari investor luar agar proyeknya dapat segera terealisasi. Beberapa investor yang dia tunjuk semula ragu untuk memberikan bantuan, karena mereka sebelumnya sudah bekerjasama dengan Tuan Baris.
Namun, bukan Ozkhan namanya jika tidak mendapat apa yang dia inginkan. Tiga dari lima investor setuju menjalin kerjasama karena percaya dengan kemampuan Ozkhan, yang tidak perlu diragukan lagi.
"Keenan?" Ozkhan terperangah ketika mendapati sosok yang terluka parah ternyata Keenan. Kondisi Keenan cukup mengkhawatirkan, karena luka tusuk di bagian paha sebelah kiri dan luka akibat benturan di dahi. Pria itu tergeletak tak berdaya di lantai dengan darah yang terus mengalir dari luka-lukanya. Bahkan nyaris pingsan. "Ozkhan..." Suaranya nyaris hilang, akibat rasa sakit yang tak tertahan. "Maaf... Maafkan aku tidak bisa..." Keenan berusaha bicara disela-sela dia menahan sakit akibat luka tusukan yang diberikan Numa. "Apa yang terjadi? Kenapa kamu bisa terluka seperti ini?" Ozkhan bertanya cemas, pasalnya tak menduga sama sekali bila Keenan akan mengalami hal mengerikan semacam ini. "Numa... Numa menyadari kalau aku berusaha menolong kekasihmu." Suara Keenan tersendat-sendat. "Dia... Dia marah dan tidak terima. Lalu dia pikir aku sudah mengkhianatinya." Mendengar pernyataan Keenan, Ozkhan merasa geram dengan mantan istrinya itu. "Karena itu dia melakukan hal ini padamu?" K
Meski gerimis menemani perjalanan Ozkhan menuju ke alamat di mana Shanum berada saat ini. Tak menyurutkan semangat pria itu untuk segera menemui sang kekasih hati, yang kondisinya sedang terancam. Ozkhan ditemani Emir, yang saat ini tengah mengemudi dengan kecepatan agak tinggi. Jalanan berkelok dan cukup licin membatasi laju mobil itu. Di belakang mobil yang ditumpangi Ozkhan, ada dua mobil lain yang mengikuti sedari tadi. Satu diantaranya adalah Pedro, yang semobil dengan petugas polisi. Dan mobil lainnya diisi anak buah Ozkhan dan Orhan. Jarak tempuh rupanya lumayan jauh. Sudah hampir satu jam ketiga mobil hitam itu melaju ke tempat yang dituju. Ketidaksabaran Ozkhan yang ingin segera bertemu dengan kekasihnya, terlihat begitu jelas dari caranya duduk. Entah bagaimana kondisi Shanum sekarang, setelah Keenan mengabarkan jika perempuan itu sedang kesakitan. 'Bertahanlah, Shanum. Aku segera datang.' Dalam hati, Ozkhan terus berharap Shanum bisa bertahan sampai dia tiba di
Tubuh Tuan Ahmed terasa kaku ketika sosok yang selama beberapa hari ini dia cari rupanya sudah lebih dulu berada di tangan sang menantu. Sorot mata pria tua itu tak dapat menyembunyikan kekalutan yang saat ini memenuhi kepala. Tuan Ahmed pun akhirnya menyadari sesuatu. 'Jadi, orang yang menangkap Orhan lebih dulu adalah Ozkhan? Sial! Pantas saja dia berani menyudutkanku.' Benaknya menyeru kesal sambil menatap tajam Orhan, yang kini memandang penuh arti. Reaksi tersebut jelas menjadi hiburan tersendiri bagi Ozkhan. Pasalnya dia telah berhasil membuat sang mertua mati kutu. "Anda tentu masih mengingat pria ini, bukan?" Pertanyaan Ozkhan memecah keheningan serta ketegangan di ruangan itu. Terutama ketegangan di wajah tuan Ahmed. Orhan tersenyum miring, berinisiatif menyapa lebih dulu pria yang pernah memintanya menyingkirkan Shanum. "Apa kabar, Tuan? Sudah lama kita tidak bertemu. Saya harap Anda tidak melupakan saya." Sudut bibir Tuan Ahmed berkedut. Bola matanya melotot sebab Orh
Ozkhan tiba di kediaman sang mertua, dan langsung mendapat sambutan seperti biasa oleh penjaga. Kedatangannya ke tempat ini bukanlah tanpa alasan. Ozkhan ingin mengakhiri permasalahan ini secepatnya, sebelum Numa melakukan hal-hal yang bisa membahayakan keselamatan Shanum. Beberapa bukti-bukti yang telah dia kumpulkan selama beberapa hari lalu cukup untuk mendesak tuan Ahmed saat ini. Upayanya dalam memberi Shanum keadilan tak main-main. Tak hanya bukti, Ozkhan pun mengumpulkan sejumlah kesaksian dari orang-orang yang pernah diajak bekerja sama oleh mertuanya itu. Dengan semua itu, tentu Ozkhan tidak akan mengalami kesulitan untuk menjebloskan ayah mertuanya ke penjara. Ditambah lagi dengan pengakuan Orhan, yang sempat menjadi orang suruhan tuan Ahmed. Kali ini si pincang itu pasti tidak akan bisa mengelak. Tiba di dalam, pelayan wanita langsung menyambut. Ozkhan dipersilakan masuk ke ruang kerja tuan rumah. Di dalam sana tuan Ahmed baru saja selesai berbincang dengan seseoran
Setelah beberapa saat, Shanum dan Esme kembali keluar. "Jangan lupa mengabari kalau kamu sudah tiba di sana," pinta Esme, yang sebenarnya belum rela apabila Shanum pergi untuk menemui para pelaku itu. "Tentu. Aku pasti akan memberi kabar." Shanum mengusap lengan Esme. "Titip rumah, ya." Esme mengangguk. Setelah berpamitan, Shanum lantas bergegas masuk mobil yang dia beli dengan sisa uang asuransi ayahnya. Tepat pukul sembilan malam gadis itu meninggalkan rumah dengan tekad bulat serta harapan. Baru setengah perjalanan, langit mendadak bergemuruh disertai kilat. Malam itu terasa begitu dingin. Sedingin tatapan Shanum yang sedang fokus mengemudi. Pikirannya sudah dipenuhi dengan berbagai macam cara balas dendam. Luka, trauma dan rasa sakit masih betah menghuni dada. "Ayah, doakan aku dari atas sana, supaya aku bisa memberi hukuman setimpal pada orang-orang keji dan serakah itu." Cairan bening menetes di pipi Shanum, seiring rasa sesak yang menyeruak. Selama berta
"Selamat Tuan. Sekarang Anda sudah resmi menjadi pimpinan tetap di perusahaan ini," ucap salah satu dewan pemegang saham, yang sejak awal mendukung Ozkhan."Terimakasih." Ozkhan menatap satu persatu beberapa orang yang masih berada di ruang rapat. "Berkat dukungan kalian, saya bisa sampai ke posisi ini. Saya janji akan membuat perusahaan ini semakin maju dan berkembang."Semua para pendukung Ozkhan yang dulunya mendukung Tuan Baris menaruh harapan besar kepada pemimpin baru mereka.Satu persatu dari mereka meninggalkan ruang rapat tersebut, setelah Ozkhan lebih dulu pergi dari sana. Ozkhan kembali ke ruangannya dengan Emir yang mengikuti di belakang."Apa ada kabar dari Pedro?" tanya Ozkhan seraya meloloskan kancing jas, lalu duduk di kursinya."Belum, Tuan." Emir berdiri di depan meja atasannya. Pemuda itu tidak lupa memberikan ucapan selamat. "Selamat, Tuan. Anda berhasil menjadi pimpinan utama sekarang." Dia menunduk sekilas—sebagai simbol penghormatan."Terimakasih, Emir. Berkat k