LOGINSekembalinya dari sesi terapi, raut Shanum terlihat berbeda. Sorot kekhawatiran tak lagi nampak di sepasang bola matanya yang bulat. Beban di pundak seolah ikut pergi bersama dengan kegamangan yang sejak beberapa hari ini menggelayut di hati. Shanum kini telah begitu yakin dengan keputusan dan pilihannya. Semua yang telah dia lalui bersama dengan Ozkhan selama ini tidak akan berakhir sia-sia. Shanum mungkin salah satu dari sekian banyak wanita di dunia ini yang beruntung. Dicintai dan sangat dilindungi merupakan hal yang sangat berarti baginya. Ozkhan tidak pernah ragu maupun goyah untuk selalu berada di sisinya. Berkat Sherin, Shanum kini menyadari betapa dia begitu mengandalkan Ozkhan dalam hidupnya. Tanpa Ozkhan, Shanum bukan siapa-siapa. Tanpa lelaki itu, hidup Shanum kemungkinan sudah berantakan dan hancur. Karena suasana hatinya sedang senang, Shanum ingin membuatkan sesuatu di hari spesial Ozkhan. Di perjalanan tadi, dia sempat mampir ke swalayan untuk membeli bahan-ba
Shanum menarik panjang napasnya setelah berhasil meluapkan isi hatinya pada Sherin. Wanita itu terlihat sedih, seakan kebaikan Ozkhan selama ini padanya sangat membebani. Bukannya dia tidak bersyukur atas segala cinta dan perhatian yang dilimpahkan oleh Ozkhan. "Apa sebaiknya aku pergi saja dari hidupnya?" Suara itu terdengar sangat putus asa, sehingga Shanum melontarkan kalimat yang tidak seharusnya. Dia menunduk, menekuri keputusan yang tiba-tiba muncul di kepala. "Kalau kamu pergi menjauh darinya, yang ada hatimu makin tersiksa, Shanum," kata Sherin mengutarakan pendapatnya. Terlihat jelas, jika saat ini Shanum sedang bingung dengan perasaannya sendiri. "Aku yakin, kamu tidak benar-benar ingin pergi darinya. Karena kamu sangat mencintainya, Shanum. Kamu tidak bisa hidup tanpa pria itu. Begitu pun sebaliknya." Hati Shanum tercubit dengan ucapan Sherin yang dengan mudah menebak perasaannya saat ini. Pandangan Shanum beralih pada Sherin, sudut bibirnya berkedut, dan sorot matan
Mobil sedan hitam yang dikemudikan oleh Pedro melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan beraspal yang basah karena hujan mengguyur kota siang ini. Bila tidak atas perintah sang majikan, tidak mungkin pemuda itu berani membawa mobil mahal, yang harganya bisa setara dengan gajinya selama sepuluh tahun. Dari rutan, Ozkhan meminta Pedro untuk mengantarnya ke kediamannya yang lama. Lelaki itu memiliki tujuan tertentu sehingga mendatangi rumah lamanya, yang hampir enam bulan tidak disambangi. 'Di kamar Gul ada boneka beruang hitam, yang di dalamnya ada sebuah flashdisk. Aku menyimpan bukti-bukti kejahatan ayahku selama ini di dalam flashdisk itu. Ada rekaman video yang sengaja aku ambil waktu ayahku menyiksa ibuku. Kamu bisa menggunakan bukti itu untuk memenjarakannya.' Tak pernah Ozkhan sangka jika Numa bersedia untuk bekerja sama dengannya untuk memenjarakan tuan Ahmed. Ozkhan pikir mantan istrinya itu tidak akan sudi menerima tawarannya. 'Aku bersedia bekerjasama bukan karena
Siang itu langit nampak mendung, ketika Ozkhan baru saja tiba di tempat yang sama sekali belum pernah disambangi. Tempat di mana mantan istrinya ditahan atas kejahatan yang dilakukannya pada Shanum. Keputusan yang diambil oleh Ozkhan semata-mata demi membantu Shanum, kendati wanita itu sudah berulangkali mengingatkan, jika dia tak perlu ikut campur. Apa Ozkhan tega membiarkan Shanum menyelesaikan masalahnya seorang diri? Sementara ada dirinya yang siap membantu kapan saja. Semalaman Ozkhan pun tak berhenti memikirkan sikap wanita kesayangannya itu. Entah mengapa Ozkhan merasa ada yang janggal. Namun, sebisa mungkin dia menepis pikiran negatif tersebut. Lantas, apa dia akan benar-benar mematuhi keinginan Shanum? Tentu tidak. Termasuk niatnya yang hendak menemui Numa. Ozkhan perlu bicara langsung pada mantan istrinya itu. Dan di hadapannya kini seorang wanita yang dulu terkenal dengan keglamorannya, terlihat sangat berbeda. Wajahnya yang hampir mirip Gul kini terlihat kuyu
"Itu..." Shanum tertegun sambil mencoba mengingat kembali peristiwa kelam itu. Namun, nampaknya dia agak ragu dengan ingatannya sendiri. Pasalnya, kejadian tersebut sudah sangat lama berlalu. Orang-orang yang terlibat pun Shanum tidak dapat mengingatnya dengan rinci. Bayangan itu samar-samar terlintas di ingatan. Seingatnya, tidak banyak orang yang berada di tempat kejadian, dan itu pun dia sama sekali tidak mengenalnya. Bagaimana dia bisa mengingat satu persatu dari mereka? Bahkan, jika pun ingat, apa mungkin salah satu dari mereka sudi membantunya? Seketika kesedihan tercetak jelas di wajah cantik itu, membayangkan jika semua yang sudah dia lakukan akan berakhir sia-sia seperti dahulu. Melihat Shanum yang berubah sendu, Malik tentu memahami kondisi wanita itu. Dia tentu tidak ingin melihat Shanum merasa khawatir karena hal ini. "Kamu tidak perlu khawatir, Shanum," ucapnya. Pandangan Shanum jatuh pada Malik yang terlihat begitu meyakinkan dan percaya diri. Pria ini selalu
Sebuah restoran yang jaraknya tidak jauh dari panti jompo menjadi pilihan Malik untuk mengajak Shanum mengobrol. Awalnya, pria itu hendak memesan VIP room, tetapi diurungkan. Mengingat jika ada Gul—putri dari Ozkhan, yang sedang bersama Shanum. Selain akan menimbulkan ketidaknyamanan, Malik berpikir jika dia tidak ingin begitu kentara dalam hal ini. Sebisa mungkin dia akan bermain halus, hingga Ozkhan tidak akan pernah menyadari jika wanita pujaannya menjadi incaran pria lain. Yang terpenting Malik ingin lebih dekat dengan Shanum agar bisa menarik perhatian wanita itu. Dua orang pelayan restoran laki-laki datang dengan membawakan pesanan atas nama Malik. Mereka menyajikan beberapa menu camilan serta minuman hangat di meja berbentuk bundar. Setelah semua tertata di atas meja, keduanya lantas pergi. Aroma manis seketika tercium, menggoda Gul yang begitu menyukai cokelat. "Bibi, Gul mau itu," ucap Gul sambil menunjuk sepotong cake di hadapan. Shanum tersenyum lalu mengam







