แชร์

Bab 210

ผู้เขียน: Liyusa_
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-12-10 13:53:45
Cklek…

​Suara gagang pintu yang ditekan terdengar nyaring di tengah keheningan kamar yang penuh gairah itu.

​Gerakan Revan terhenti seketika di udara, bibirnya hanya berjarak satu milimeter dari bibir Alya.

​Tubuh Alya membeku kaku, matanya terbuka lebar dengan pupil yang membesar karena panik.

​Pintu itu tidak terbuka karena Revan sempat menguncinya saat masuk tadi, tapi suara yang menyusul dari balik pintu sukses membuat darah di wajah Alya surut seketika, berganti pucat pasi.

“Alya! Buka pintunya!”

Suara Maya menggema tajam, menembus dinding kamar.

Alya menelan nafas tercekat. Tubuhnya refleks terdorong dari Revan, panik memuncak.

Revan cepat-cepat mundur sedikit dan mengisyaratkan Alya untuk diam, sementara ia melangkah cepat ke kamar mandi dan menutup pintunya, menyisakan celah kecil agar ia bisa mendengar.

Alya merapikan handuknya terburu-buru, mencoba membuat dirinya tampak normal, meski jelas tidak mungkin.

Pintu kamar akhirnya terbuka keras. Maya menerobos
Liyusa_

Yang bingung bab 208 akhir ada yg aku revisi ya.. karena jumkatnya jadi banyak akhirnya bab nya aku bagi lagi 🙏 stelah ini author bakal up lagi

| 1
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก
ความคิดเห็น (3)
goodnovel comment avatar
Liyusa_
dan bab 210 itu blom ke ubah
goodnovel comment avatar
Liyusa_
aku ada revisi bab ka, karena jumkatnya kebanyakan jadi aku bagi" babnya... jdi hri ini sama aja aku up cuma 1 di bab 211
goodnovel comment avatar
Sila Octariani
kenapa bab ini (210) sama isinya dengan bab 209 kak ...
ดูความคิดเห็นทั้งหมด

บทล่าสุด

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 223

    Perut Alya tiba-tiba berbunyi cukup keras di tengah keheningan.Grrrkk…​Revan yang memejamkan matanya sontak membukanya. Tubuhnya bergetar pelan karena tawa yang ia tahan. Ia menunduk, menatap wajah Alya yang sudah memerah.​“Kamu lapar?” tanyanya, tangannya mengusap perut rata Alya yang baru saja berbunyi.​Alya mengerang pelan, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena malu setengah mati. ​“Iya, Van…” katanya jujur dari balik telapak tangan. “Gara-gara kamu, aku belum sempat makan siang.”​Revan tertawa lepas. Suaranya renyah memenuhi ruangan. Ia mengecup puncak kepala Alya dengan gemas.​“Ya sudah, kita pesan makan aja,” usulnya santai sambil meraih ponselnya yang tergeletak di meja dekat sofa. “Mau apa? Pizza? Sushi? Atau nasi padang?”​Alya menurunkan tangannya, menatap sekeliling ruangan apartemen yang mewah tapi tampak sepi itu.​“Di sini nggak ada bahan yang bisa dimasak, Van?” tanyanya penuh harap. “Mie instan atau telur gitu?”​Revan menggeleng tanpa rasa bersal

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 223

    Tanpa aba-aba, satu tangan Revan menyelip di bawah lutut Alya. Dalam satu gerakan cepat, ia mengangkat tubuh gadis itu. “Ah!” Alya memekik kaget. Kedua kakinya refleks melingkar di pinggang Revan, sementara lengannya memeluk leher pria itu erat-erat agar tidak terjatuh. “Revan! Turunin!” protesnya, napasnya sudah tak beraturan, wajahnya memanas. “Nanti,” jawab Revan singkat. “Kalau kita sudah di sofa.” Ia melangkah menuju sofa panjang di ruang tengah yang temaram. Namun ia tak sekadar meletakkan Alya. Revan ikut menindih tubuhnya, mengurungnya di antara sandaran sofa yang empuk dan tubuhnya yang kokoh. Alya terengah. Dadanya naik turun cepat, bergesekan dengan dada Revan yang menempel rapat padanya. Jarak wajah mereka tinggal beberapa sentimeter. Mata Revan yang gelap menelusuri wajah Alya perlahan, seakan ingin menghafal setiap ekspresi pasrah yang kini terlihat begitu memikat. “Kamu kelihatan cantik banget kalau lagi berantakan begini,” bisiknya serak. Ibu jarinya mengusap

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 222

    Alya menarik nafas dalam-dalam.“Van,” ucap Alya pelan, nadanya melembut. “Bisa nggak imbalannya nanti aja? Kalau udah sah. Cuma seminggu lagi kok.”Revan tetap menatap jalan. “Nggak bisa, Alya. Aku udah bilang. Aku nggak mau nunggu selama itu.”Alya menggigit bibirnya. “Nanti malam pertama kita jadi nggak berkesan, Van.”Revan meliriknya sebentar, lalu berkata tenang namun tegas, “Apapun, asal sama kamu, selalu berkesan.”Kalimat itu membuat Alya kehabisan kata.Ia terdiam. Tangannya saling menggenggam di pangkuan, dadanya terasa penuh oleh campuran takut, pasrah, dan perasaan yang tak sanggup ia uraikan.Tak lama kemudian, mobil memasuki area parkir basement apartemen mewah itu.Revan mematikan mesin, tapi ia tidak segera turun. Ia hanya duduk diam, membiarkan kegelapan di dalam mobil perlahan mengambil alih.​Alya bisa merasakan jantungnya seolah ingin melompat keluar dari rongga dadanya. Ia tidak berani menoleh. Ia tahu, di balik wajah tenang Revan, ada badai yang sedang menunggu

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 221

    Jam di ponsel Alya menunjukkan tepat pukul empat sore saat ia akhirnya melangkah keluar dari gedung fakultas. Langit masih terang, tapi panasnya sudah tidak seterik siang tadi. Bahunya terasa pegal karena kelas tambahan yang mendadak, dan kepalanya penuh oleh materi yang dipadatkan dalam waktu singkat. Ia menghela napas pelan sambil menuruni anak tangga, lalu merogoh tas mencari ponselnya. Baru saja layar ponsel menyala, langkah Alya terhenti. Mobil Revan sudah terparkir di depan kampus. Posisinya hampir sama seperti siang tadi, seolah Revan tidak benar-benar pergi ke mana pun. Alya menatapnya beberapa detik, lalu tersenyum kecil tanpa sadar. Ada rasa bersalah yang langsung menyelinap. Ia mematikan layar ponselnya, menyimpannya kembali ke dalam tas, lalu berjalan mendekat. Begitu pintu mobil dibuka dan ia masuk, hawa sejuk AC langsung menyelimuti tubuhnya. Pintu tertutup. Hening. Revan duduk di kursi pengemudi dengan ekspresi yang masih sama, rahang mengeras, tatapan

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 220

    Rafi mengangkat kedua telapak tangannya setinggi dada, gesturnya tampak santai seolah ingin meredakan suasana. Namun sudut bibirnya tetap melengkung tipis, senyum yang terlalu tenang untuk situasi setegang ini.“Santai aja, Van,” katanya ringan. “Aku nanya Alya, bukan kamu.”Ia kembali menoleh ke Alya, sorot matanya lembut, nyaris penuh pengertian. “Alya apa benar kamu calon istri dia?”Alya menarik napas dalam-dalam. Dadanya terasa sesak, tapi kali ini ia memaksa dirinya untuk tidak menghindar. Ia mengangguk pelan, lalu bersuara, meski nadanya sedikit bergetar.“Iya, Fi,” ucapnya jujur. “Dia calon suamiku. Aku mau nikah sama Revan.”Revan menyeringai. Senyum miring itu muncul begitu saja, seolah kalimat Alya adalah kemenangan kecil yang sejak tadi ia tunggu. Ia menoleh ke arah Rafi, dagunya terangkat sedikit.“Kamu dengar sendiri, kan?” katanya dingin. “Jadi tolong, jangan ajak istri orang jalan sembarangan.”Rafi tertawa kecil, singkat. Ia menggeleng, seolah kalimat itu terlalu

  • Pemuas Nafsu Kakak Tiri   Bab 219

    Alya tersentak hingga bahunya terangkat refleks, sementara Revan memejamkan mata rapat-rapat sambil menggeram pelan, seolah sedang menelan umpatan yang sudah hampir lolos dari bibirnya. Keduanya menoleh bersamaan ke arah jendela pengemudi. Di sana, seorang petugas keamanan kampus berdiri tegak dengan wajah kaku, kembali mengetuk kaca mobil yang berlapis film gelap itu. “Selamat siang, Pak. Mohon maaf, disini dilarang berhenti. Mobilnya menghalangi jalur bus kampus,” ujar petugas itu dari luar. Alya spontan memalingkan wajah, menutupnya dengan kedua telapak tangan karena rasa malu yang menyerbu tanpa ampun. “Tuh, kan! Aku tadi sudah bilang!” desisnya panik. Tangannya buru-buru merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. “Malu, Van…malu.” Revan menghembuskan nafas kasar. Ia kembali bersandar ke sandaran kursi, menyisir rambutnya ke belakang dengan gerakan frustasi yang tak ia sembunyikan. Matanya sempat melirik Alya, yang bahkan sudah meraih gagang pintu, seolah ingin lenyap da

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status