"Kenapa? Kamu tidak mau melayani aku?" tanya suami dari majikannya dengan senyuman kecil di wajahnya, membuat Alea tercengang.
Pikiran Alea melayang jauh, padahal, ucapan suami majikannya itu adalah respon dari kegeraman Alea yang baru saja terpaksa bekerja dua kali karena keinginannya yang kerap berubah. Sejak kejadian malam itu, entah mengapa Alea tak bisa menghapus suara aneh itu dari memorinya. Alea jelas tahu apa yang dilakukan oleh Adrian, apalagi Alea juga bukan anak kecil. “Apa maksud Tuan!?” tanya Alea panik, semburat merah mulai muncul di wajahnya. “Defensif sekali. Saya minta buatkan susu, bukan kopi. Jadi, buatkan saya susu sekarang juga!” "Oh … baik, Tuan. Tunggu sebentar," jawab Alea cepat, bergegas agar bisa segera menjauh dari suami majikannya yang mulai ia anggap sebagai pria aneh. ** Sebulan pun berlalu. Kini waktunya Alea menerima gaji pertamanya sejak bekerja di rumah ini. "Berapa nomor rekening kamu, Alea?" tanya Gina saat hendak memberikan gaji. "Maaf, Nyonya. Saya belum punya rekening," jawab Alea malu-malu. Sebetulnya, Alea bukannya tak punya rekening. Tapi, setelah mantan suaminya mengambil alih semua harta miliknya, sang suami juga membekukan rekening milik Alea, sehingga Alea sama sekali tak bisa menggunakan rekeningnya. "Kalau begitu tunggu sebentar," kata Gina sambil berjalan ke atas, lalu kembali dengan sebuah amplop coklat berisi uang. Setelah menyerahkan gajinya, Gina meminta Alea untuk segera membuka rekening agar pembayaran ke depannya bisa lebih mudah. "Baik, Nyonya. Saya akan segera mengurusnya," jawab Alea dengan anggukan kecil. Keesokan harinya, setelah hampir semua pekerjaan rumah selesai, Alea memesan taksi menuju bank untuk membuat rekening baru. Tak disangka-sangka, di sana ia bertemu Rian—mantan suaminya—dengan Sheryl yang kini menjadi pasangannya. Melihat wajah pria itu membuat darah Alea mendidih. Rian menyadari tatapan penuh amarah Alea dan segera mendekatinya di tengah antrean pelanggan bank yang tak terlalu ramai. "Ah, mantan istri. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dengan nada merendahkan sambil melirik Alea dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Bukan urusanmu!" balas Alea ketus tanpa berniat meladeninya lebih jauh. Namun Rian hanya tertawa mengejek. "Memang bukan, tapi dari penampilanmu sekarang terlihat jelas kehidupanmu jauh lebih buruk dari sebelumnya. Kamu kelihatan lusuh sekali." Tawa puasnya semakin menyesakkan hati Alea. Sheryl yang berdiri di samping Rian turut menimpali dengan nada mengejek, "Mungkin dia nggak bisa beli skincare lagi." Tawa mereka berdua menggema hingga menarik perhatian beberapa orang sekitar. Namun Alea tak gentar. Dengan sorot mata tajam penuh emosi, ia berkata tegas, "Menjauh dariku!" “Baiklah, lagipula aku malas dekat denganmu yang bau," sambil menggandeng tangan Sheryl dan melangkah pergi. Rian menuju ke meja CS di bank, mengatur urusannya dengan kertas di tangan. Tidak lama, manajer bank menghampirinya dan mempersilakannya masuk ke ruangannya. Dulu, Alea dan Rian adalah pelanggan prioritas di bank itu, kerap kali saldo mereka mencapai angka miliar. Saat waktu berlalu, Alea masih menunggu giliran, sementara Rian telah selesai berbicara dengan manajer. Mantan suaminya mendekati Alea, menunjukkan bungkusan yang dibawa olehnya. Dengan senyum puas, Rian berbisik, "Akhirnya aku berhasil mencairkan cek peninggalan mantan mertuaku." Alea terkejut, matanya membulat. "Itu milikku, bukan milikmu, Rian! Kembalikan!" serunya sambil berusaha menarik bungkusan itu. "Tapi sekarang sudah menjadi milikku. Harus bagaimana?" Rian melepaskan genggaman Alea dengan kasar dan pergi meninggalkannya. Perasaan Alea campur aduk, hatinya terasa pedih melihat uang milik orang tuanya kini berhasil dipindahkan oleh Rian. Ia berniat untuk mewariskan uang itu kepada anaknya kelak. Namun, nasi telah menjadi bubur. Denga mata yang mulai basah, Alea terus mengutuki Rian, dan juga dirinya sendiri yang telah salah memilih suami. Dulu sebenarnya Alea dijodohkan dengan anak dari sahabat orang tuanya. Namun, karena rasa cintanya kepada Rian, ia menolak perjodohan tersebut. Peringatan kedua orang tuanya mengenai sifat Rian tak diacuhkan oleh Alea, karena ia sudah termakan gombalan Rian. Setelah menikah, kedua orang tua Alea terlibat dalam kecelakaan dan berpulang ke Tuhan. Mengingat masa lalunya yang bodoh, membuat perasaan Alea semakin hancur. Tiba-tiba, nama Alea dipanggil oleh CS. Ia buru-buru menyapu air mata dan maju ke depan untuk mengurus rekening serta ATM barunya. Setelah itu, ia bergegas ke supermarket memenuhi kebutuhannya sehari-hari. ATM dan belanjaan sudah ada di tangan. Tak ingin berlama-lama di luar, Alea segera pulang. Di rumah, ia merebahkan diri sejenak dan tanpa sadar tertidur hingga sore. Saat terbangun, Alea bergegas membersihkan rumah. Ia membersihkan seluruh ruangan termasuk kamar majikannya. Saat memasuki ruang Adrian dan Gina dengan perlengkapan bersih-bersihnya, ia terkejut menemukan majikannya di dalam kamar. "Maaf, Tuan, saya tidak tahu jika Anda sudah pulang," katanya sembari berbalik. Ia kemudian meminta izin untuk melanjutkan tugas bersih-bersihnya. Merasa canggung berdua di kamar bersama Adrian, Alea mengerjakan pekerjaannya dengan buru-buru. Sementara itu, Adrian yang sebetulnya tengah menonton video panas di tabletnya untuk memenuhi kepuasan batin yang tak ia kunjung dapatkan dari sang istri, tiba-tiba merasa gerah dan sulit menahan diri melihat Alea yang kerap memajukan bokongnya saat menyapu. Melihat lekuk tubuh Alea membuat fantasi liar Adrian mencuat begitu saja. Seolah tubuhnya bergerak sendiri, pria itu bangkit dari ranjang mengunci tubuh Alea dari belakang. “Aku mengerti kenapa kamu gak mau aku suruh berhenti kerja. Kamu mau menggodaku, kan?”Pagi harinya Gina menangis mendapati dirinya yang tak berbusana di samping beberapa pria tak dikenal. Dia mengutuk Aiden dan Adrian yang berlaku kejam terhadapnya. Masih menangis dia memunguti pakaiannya, lalu dia keluar kamar neraka itu. Niatnya ingin bersama Adrian dan Aiden tapi dirinya justru dikoyak pria yang tak dikenal. Di bawah shower Gina mengamuk, warna biru di sekujur tubuhnya membuktikan betapa ganasnya orang-orang semalam. “Adrian, Aiden!” Wanita itu berteriak. Usai membersihkan diri dia bersiap ke rumah sakit, kebetulan di depan lobi dia bertemu dengan Adrian. “Adrian brengsek kamu!” makinya dan langsung menampar pipi mantan suaminya itu. Kejadian itu tentu menjadi pusat perhatian banyak orang. Tangan Adrian mengepal, ingin rasanya mencekik Gina di depan umum. “Apa maksudmu datang-datang langsung main tampar.” Sambil mencengkram kuat lengan Gina. “Apa pantas perbuatan kamu semalam!” Air matanya keluar. Adrian melepas tangannya, “Bukankah kamu dulu yang mencari
“Tenang Sayang gak usah malu.” bajuk Adrian sambil tersenyum licik. Tidak ada yang bisa Alea lakukan selain menuruti kemauan suaminya lagi pula ini semua demi Azalea. “Baiklah.” Sahut Alea pasrah. “Yes,” kata Adrian. Pria itu begitu senang akhirnya setelah beberapa hari dia bisa mencicipi dada istrinya. Sudah dapat dipastikan jika Adrian menghisap area dadanya, Alea pasti menggeliat keenakan. “Ahhh Mas.” Alea menggeliat. Isapan suaminya membuat hasrat wanita itu mencuat, tangan Alea menekan kepala Adrian agar menghisap lebih kuat. “Mas, terus.” Pintanya sambil memejamkan mata. “Dengan senang hati.” Sahut Adrian. Tak hanya hasrat Alea, hasrat Adrian pun mencuat. Miliknya kini sudah menegang, “Sayang apa sudah surut?” Tanyanya.Bersamaan Aiden masuk, dia yang mendengar pertanyaan Aiden langsung menyahut. “Jangan macam-macam Alea baru saja sembuh.” Ujar Aiden. Adrian melemas lalu bagaimana dengan nasibnya kali ini, semalam dia sudah disuntik obat disfungsi ereksi, apakah sek
“Beri kami obat disfungsi ereksi!” Kata Aiden sambil menahan hasratnya yang terus bergejolak. Gina terdiam dia menatap Adrian dan Aiden secara bergantian. “Cepat atau kami berdua akan memakanmu disini!” Sambung Aiden. Digilir Aiden dan Adrian, mungkin itu yang Gina inginkan. “Kalau itu bisa membuat kalian sembuh tidak masalah.” Ujar Gina. Meski tubuhnya dipenuhi hasrat membara tapi Adrian masih sadar.“Tidak!” Kedua pria itu menggeliat seperti cacing Adrian bahkan sudah melepas semua kancing bajunya. Tubuhnya yang putih dan berotot terpampang jelas di hadapan Gina. Melihat pemandangan indah itu, Gina menelan salivanya dengan kasar. Pikirannya melayang kembali ke saat dia masih menjadi istri Adrian. Dia teringat cara pria itu menciumnya, dia juga dapat merasakan bagaimana otot perut yang bak roti sobek itu menjadi satu dengan tubuhnya. Namun belum sempat mengingat lebih jauh suara Aiden membuyarkan lamunannya. “Cepat! Teriak Aiden. Tangan Aiden menarik tangan Gina, Adrian y
Pagi itu saat Gina hendak menuju ruangannya dia melihat Aira yang sedang menggendong baby Grey. Sontak tangan Gina mengepal, dendam karena tidak dibantu telah menyelimuti hatinya. Dengan langkah cepat wanita itu segera menghampiri Aira. “Hey Aira.” Panggil Gina. “Hai Dok.” Sahut Aira sambil tersenyum. Dia bersikap biasa pada Gina karena Aira memang merasa tak bersalah. “Aku kira kamu berbaik hati akan membantu Namun ternyata kamu tidak melakukannya.” kata Gina sambil menunjukkan ekspresi sedih. Melihat Gina, Aira merasa bersalah. Bukan tidak ingin membantu tapi suaminya memang tidak ingin membahas masalah itu. “Maafkan saya Dok.” Ujar Aira. “Tidak bisakah kamu mencobanya lagi Aira?” Pinta Gina memelas. Helaan nafas terdengar, Aira benar-benar tidak bisa membujuk Aiden. “Tuan Aiden tidak bisa dibujuk.” Kata Aira. Gina terus memohon, tapi bagaimana lagi karakter suaminya memang seperti itu jika dia tidak mau sampai mati pun tak kan tidak mau.Sekali lagi maafkan saya Dokter
“Bagaimana ya Dok, bukannya aku tidak mau tapi tahu sendiri kan bagaimana Tuan Aiden.” Kata Aira yang mencoba menolak keinginan Gina. Wanita itu tak menyerah dia kembali memprovokasi Aira supaya mau menolongnya bahkan dia tak segan mengeluarkan air mata buayanya agar mendapatkan iba. Melihat Gina Aira tak tega dia pun mengangguk tapi dia juga tidak berjanji membuat Aiden mendengarkannya. Senyum indah merekah di bibir Gina pasti Aiden mau mendengarkan perkataan Aira. “Aku tunggu kabar baiknya Aira.” kata Gina lalu dia meninggalkan Aira di depan lobby rumah sakit. Meski hanya membujuk tapi itu benar-benar menjadi beban Aira walaupun Aiden mencintainya tapi suaminya tetaplah seorang yang berpendirian teguh bukan lelaki menya-menye yang apabila bucin mengikuti semua kemauannya. Esok harinya Aira datang ke rumah sakit dengan membawa baby Grey dan baby sitternya. Bersamaan anak Alea juga dibawa ke rumah sakit oleh orang tua Adrian, jadi di ruang rawat Alea rame dengan beberapa orang.
Adrian tersenyum sinis menatap Gina. “Tidak!” jawabnya tegas. Gina merasa kesal, hanya meminta hal kecil saja kenapa mantan suaminya tidak mau. “Kalau dia kembali mengirim kamu keluar pulau berarti kamu telah menyinggungnya.” Sambung Adrian kemudian. “Aku tidak membuat kesalahan apapun aku yang telah merawat adiknya tapi kenapa dia bersikap kejam padaku!” Sangkal Gina. Mendengar itu Adrian kembali tersenyum sinis, dia cukup tahu karakter kakak iparnya meskipun kejam dan tak berperasaan tapi dia tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan. “Nggak mungkin Aiden tiba-tiba mengirim kamu kembali Jika kamu tidak melakukan apa-apa.” ucap Adrian. Tak ingin bertele-tele dengan mantan istrinya, Adrian memutuskan bangkit tapi Gina justru memeluknya dari belakang. “Apa yang kamu lakukan Gina? lepas!” teriaknya sambil mencoba melepas tangan Gina. “Mas apa kamu tidak merindukan masa-masa indah kita.” bisiknya sambil merapatkan pelukannya. Tangan Adrian mengepal, siapa sangka Gina menjadi