"Terima kasih, Nyonya," ucap Alea sambil tersenyum.
Tak lama, Alea langsung diajak mengelilingi rumah, "Ini kamar kamu, Alea," katanya seraya menunjukkan kamar pembantu kepada Alea. Saat melihat kamar tersebut, Alea menarik napas panjang, kembali meratapi nasibnya. Dulu kamarnya begitu luas dengan berbagai fasilitas mewah, sementara kini ia harus tidur di kasur kecil dan hanya ditemani kipas kecil. Setelah meletakkan barang-barang pribadinya, Alea kembali keluar untuk mendengarkan majikannya menjelaskan tugas Alea sebagai ART. “Selain bersih-bersih dan masak, kamu juga harus melayani suami saya ya. Bangunkan dia, dan siapkan pakaian juga.” Permintaan dari majikannya seketika membuat Alea tercengang. Apakah memang semua ART memiliki tugas seperti itu? Kenapa ia harus melayani segala hal kebutuhan pribadi suami majikannya? Bukankah Alea bukan mahramnya? "Nyonya, apakah saya juga yang harus menyiapkan keperluan yang bersifat pribadi itu?" tanya Alea dengan ragu. "Aku menggaji kamu dengan tidak sedikit, Alea. Aku sengaja mempekerjakan kamu supaya bisa meringankan tugas saya sebagai istri. Sudah, lakukan saja sesuai intruksi!” jawab majikannya dengan tegas. Alea akhirnya hanya bisa menurut. Meskipun ia masih merasa janggal, tapi, ia jelas tak punya pilihan. Setelah Dokter Gina selesai memberikan arahan pada Alea, Alea pun diminta untuk menyiapkan makanan. Saat Alea menata masakan sederhana yang ia buat demi mengejar waktu, Dokter Gina kembali turun, kali ini bersama seorang pria. "Mas, ini ART yang baru datang kemarin. Kalau ada yang diperlukan, bilang saja padanya," ucap Gina memperkenalkan Alea kepada Adrian. "ART baru lagi?" Adrian mengernyitkan dahi, menatap penuh rasa tak suka pada wanita yang berdiri tak jauh darinya. Adrian adalah pria introvert dan posesif. Ia lebih suka mempekerjakan ART secara freelance untuk bersih-bersih, dan ingin Gina yang mengurusi kebutuhannya. Namun Gina, seorang dokter yang sibuk, menginginkan ART tinggal di rumah untuk membantu Adrian sekaligus. "Iya Mas," jawab Gina. Tatapan tajam Adrian mengarah langsung pada istrinya. Ia tampak geram karena lagi-lagi, Gina mengambil keputusan sepihak tanpa persetujuannya. "Mengapa tidak mendiskusikannya dulu denganku? Yang harusnya mengurus kebutuhan itu kamu, Gina, bukannya orang lain. Kamu itu istri saya!" Suara bariton Adrian menggema penuh kemarahan. Suasana hangat pun langsung berubah tegang, karena pernyataan Adrian memicu emosi Gina. "Aku harus bekerja Mas! Aku tidak sanggup jika harus mengurusmu juga!" "Berhenti saja dari pekerjaanmu, penghasilanku lebih dari cukup untuk kita!" Adrian semakin kesal. "Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Moodku jadi buruk, lebih baik aku berangkat." Gina mengambil selembar roti lalu pergi meninggalkan Adrian. Sementara itu Adrian meluapkan amarahnya dengan mengepalkan tangan ke udara. "Sial!" Alea merasa takut dan hanya berdiri diam menunduk. Kini pandangan Adrian tertuju pada Alea. Ia marah karena kehadiran ART tersebut membuat Gina tidak mengurusnya lagi. "Kamu berhenti bekerja hari ini juga!" suara Adrian makin keras dan marah. Alea terkejut dan menggeleng kuat-kuat. Menjadi ART adalah satu-satunya cara agar ia punya tempat tinggal; jika berhenti, ia tak tahu harus tinggal di mana. "Saya tidak bisa, Tuan." Netra Alea menatap Adrian lekat-lekat, mencoba meluluhkan hati suami majikannya. "Aku tidak membutuhkanmu!" balas Adrian. "Tapi Nyonya memerlukan saya." Alea berusaha tegas meski hatinya takut setengah mati menghadapi kemarahan suami dari majikannya itu. Tak ingin berdebat lagi, Adrian bangkit dan pergi. Sedangkan Alea merasa lega, ia harus bertahan di rumah itu bagaimanapun caranya. ** Malam itu, Gina ada piket di kantornya, sehingga ia terpaksa meminta Alea untuk mengurus Adrian. Mendapati pesan tersebut, Alea hanya bisa menghela napas panjang. Sesuai perintah Gina, Alea menunggu Adrian pulang di ruang tamu. Tak lama kemudian, terdengar suara mobil masuk carport. Alea pun bergegas untuk membuka pintu. "Malam, Tuan," sapa Alea sambil menunduk. Pria dingin itu masuk ke rumah tanpa membalas sapaan pembantunya. "Biar saya bawakan tasnya, Tuan Adrian," Alea mengulurkan tangannya untuk meraih tas jinjik milik Adrian. Namun, di luar dugaannya, pria itu justru membanting tasnya, dan mencengkeram pergelangan tangan Alea. Tak hanya itu, Adrian juga menariknya hingga keduanya hanya berjarak beberapa senti, membuat Alea bahkan bisa merasakan napas dari suami majikannya itu “Bukankah kubilang padamu untuk berhenti kerja hari ini juga?” Jarak antara keduanya yang terlalu dekat membuat Alea tak nyaman, sehingga ia mendorong Adrian dengan sekuat tenaga, sembari menggeleng pelan, “Saya sudah bilang, Tuan, Nyonya Gina yang meminta saya untuk mengurus Tuan. Jadi, saya gak akan berhenti. Sekarang, saya mau permisi, Tuan, biar saya siapkan air untuk Tuan mandi.” Alea pun bergegas, menghapus air yang mulai berkumpul di pelupuk matanya. Dia merasa direndahkan, dan dia tak suka keadaan ini, namun apa daya, dia harus bertahan. Ia segera naik ke atas, menyiapkan kebutuhan mandi Adrian seperti yang diinstruksikan Gina. Baju ganti pun sudah ia siapkan dengan rapi. Selesai menjalankan tugasnya, Alea turun untuk melaporkan. "Airnya sudah siap, Tuan bisa mandi sekarang," katanya, menunduk dalam rasa takut. Adrian hanya menatapnya tajam sebelum melangkah pergi tanpa sepatah kata, meninggalkan Alea dengan jantung berdegup kencang dan rahang yang mengeras. Saat pria itu berada di kamar mandi, Alea menuju dapur untuk mempersiapkan makan malam lengkap dengan secangkir kopi seperti biasanya. Namun, setelah waktu berlalu cukup lama, Adrian tak juga turun ke ruang makan, membuat Alea mulai gelisah. "Apa aku antar saja makan malam ke atas?" gumam Alea, mengingat makanan sudah mulai dingin. Mengikuti suara hatinya, Alea pun naik ke atas, menuju kamar utama milik majikannya. Baru saja di ujung tangga, Alea terheran karena melihat pintu kamar yang biasanya tertutup rapat itu, justru terbuka sebagian. Apa memang Tuan Adrian sengaja karena dari awal ia mengharapkan makanannya diantar? Penasaran, Alea pun berjalan perlahan menuju kamar. Begitu langkahnya mencapai tepat di depan pintu, Alea sangat terkejut ketika mendengar suara yang bersumber dari kamar mandi dalam. Bahkan, Alea hampir saja menjatuhkan nampan yang ia pegang. Suara itu … suara gemericik air yang bercampur dengan suara aneh. “Ungh!” Dan apa yang ia dengar selanjutnya, membuat Alea yakin, bahwa suami majikannya bukan hanya sekedar mandi."Kenapa? Kamu tidak mau melayani aku?" tanya suami dari majikannya dengan senyuman kecil di wajahnya, membuat Alea tercengang.Pikiran Alea melayang jauh, padahal, ucapan suami majikannya itu adalah respon dari kegeraman Alea yang baru saja terpaksa bekerja dua kali karena keinginannya yang kerap berubah. Sejak kejadian malam itu, entah mengapa Alea tak bisa menghapus suara aneh itu dari memorinya. Alea jelas tahu apa yang dilakukan oleh Adrian, apalagi Alea juga bukan anak kecil. “Apa maksud Tuan!?” tanya Alea panik, semburat merah mulai muncul di wajahnya. “Defensif sekali. Saya minta buatkan susu, bukan kopi. Jadi, buatkan saya susu sekarang juga!”"Oh … baik, Tuan. Tunggu sebentar," jawab Alea cepat, bergegas agar bisa segera menjauh dari suami majikannya yang mulai ia anggap sebagai pria aneh. **Sebulan pun berlalu. Kini waktunya Alea menerima gaji pertamanya sejak bekerja di rumah ini. "Berapa nomor rekening kamu, Alea?" tanya Gina saat hendak memberikan gaji."Maaf, Nyonya
Alea seketika membeku kala menyadari perbuatan suami dari majikannya itu. Belum lagi napas panas yang Adrian yang menggelitik tepat di tengkuknya, membuat Alea mulai merasa gerah.“Apa maksud Anda, Tuan?!” tanyanya, memutar tubuhnya agar bisa mendorong Adrian. Namun, apa yang terjadi berikutnya benar-benari di luar dugaan Alea. Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang lembut dan basah bertemu dengan bibirnya. Adrian, suami dari majikannya, menciumnya! Ciuman panas tak terelakkan, Adrian memaksa Alea untuk menerima ciumannya sementara Alea berusaha sekuat tenaga mendorong tubuh Adrian. “Jaga sikap anda, Tuan!” Teriaknya. Teriakan Alea, serta tatapan matanya yang sulit diartikan itu membuat Adrian menjauh dengan sendirinya. Melihat Alea yang mulai menitikkan air mata, Adrian pun memerintahkan Alea untuk keluar, sementara dirinya mengusap rambutnya dengan kasar, mengutuki diri sendiri karena bertingkah tanpa berpikir. Memang, karena kebutuhan biologis Adrian yang jarang terpenuhi membua
Permintaan gila dari suami majikannya itu membuat Alea mundur selangkah, menatap Adrian tak percaya.Seluruh tubuh Alea menolak, tapi, pikirannya hanya terpusat ke keinginannya untuk segera menyelesaikan urusannya dengan Rian, mantan suaminya. Dari mana lagi ia bisa mendapatkan uang? Bahkan, jika ia bekerja sampingan lain, ia tak akan pernah bisa mendapatkan uang sebanyak itu. “B-bagaimana mungkin, Tuan? Selain itu, bagaimana dengan Nyonya Gina?” Keputusasaan kembali menyelimuti Alea. Tak mungkin ia menerima penawaran gila dari suami majikannya itu. “Asal kamu tetap diam, Gina tidak akan tahu.” sahut Adrian. Alea tertegun, meskipun begitu, dia tidak bisa mengkhianati penolongnya. “Tapi semua terserah kamu, aku juga tidak memaksa, lanjut Adrian sambil mengambil remote TV dan menyalakan televisi besar di ruangan itu. Dilema melingkupi Alea. Ia tak ingin mengkhianati Gina yang telah memberinya pekerjaan. Haruskah ia menjadi narapidana? Bayangan seragam oranye menari di kepalan
Berbeda dengan Adrian yang menunjukkan kepuasan di wajahnya, Alea justru merasa khawatir kalau Gina tiba-tiba pulang, sehingga dia segera mengumpulkan pakaiannya meskipun nyeri di pangkal pahanya masih terasa. "Setelah ini siapkan makanan untukku, Alea." "Baik, Tuan," jawab Alea lemas, meninggalkan kamar dengan perasaan bersalah. Dia menyesali tindakannya, terlebih menyadari kalau ia menikmati permainan dari majikannya. Di kamar mandi, Alea membersihkan tubuhnya, menggosoknya dengan keras, dengan harapan dapat menghilangkan bau permainan panas bersama suami majikannya. "Mengapa nasibku begini?" keluhnya sambil menangis. Setelah selesai, Alea mulai memasak. Baru saja ia menyiapkan makanan di meja, Adrian turun dengan rambut basah. "Anda mau makan sekarang, Tuan?" tanyanya. "Iya, aku lapar," jawab Adrian sambil menatap Alea. Tanpa ingin membuat Adrian menunggu, Alea cepat-cepat menyajikan makanan di hadapannya. Adrian mengatakan telah mentransfer uang yang disepakati, dan Alea
Kamar mandi menjadi saksi bisu atas perbuatan mereka. Kenikmatan yang Adrian berikan membuat Alea tak kuasa, tubuhnya benar-benar sudah berkhianat, “Ahhhh Tuan.” Dia mengerang penuh nikmat hingga tubuhnya lemas. Sementara itu Adrian tersenyum karena sanggup membuat wanitanya terpuaskan. “Sekarang giliranku,” katanya sambil mempercepat gerakan pinggulnya. Sesaat kemudian, Adrian juga mengerang hebat, tanda jika sudah sampai ke puncak kenikmatan. Habis bercinta, mereka mandi bersama, ketika Alea hendak memakai pakaian basahnya kembali, Adrian melarangnya. “Pakai saja ini, baju basah jangan dipakai.” Adrian memberikan handuk istrinya kepada Alea. Alea merasa tak pantas menggunakan handuk Gina tapi Adrian memaksanya.“Jangan buang waktu, habis ini segera siapkan pakaian kerjaku!” Di depan wardrobe Alea berdiri menatap tubuhnya dari pantulan cermin.Bercinta, mandi bersama dan kini memakai handuk Gina, benar-benar membuatnya seperti Nyonya di rumah ini. “Maafkan saya Nyonya.” Perm
Plak…“Laporan apa ini!” Dengan kasar Adrian melempar laporan yang sekretarisnya bawa. Merosotnya pendapatan perusahaan membuat Adrian murka. Sebenarnya untung rugi dalam bisnis itu biasa tapi respon Adrian kali ini tidak seperti biasanya. “Ngapain terus disitu! Keluar!” CEO itu kembali tantrum membuat Anita sekretarisnya pamit. Dia melonggarkan dasinya, kemudian bersandar di kepala kursi keberasannya.. “Apa yang terjadi denganku! Alea Argh!” CEO itu nampak kesal sendiri. Tangannya langsung menyambar kunci mobil di atas meja, dan keluar. Di rumah, Alea yang baru saja mandi berbaring di tempat tidurnya. Dia ingin rehat sejenak untuk meregangkan ototnya namun baru saja hendak memejamkan mata, terdengar suara mobil masuk carport. “Siapa yang pulang, Nyonya atau Tuan?” Dia bangkit keluar untuk mengecek tapi ketika hendak membuka pintu Adrian sudah membuka pintu terlebih dahulu. Melihat Ale
“Baik Tuan maafkan saya.” Ujar Alea takut. Kalimat Alea benar-benar membuat Adrian marah, dia tidak ingin mengakhiri hubungan ini apalagi tubuh Alea sudah membuatnya kecanduan. Tak terasa pagi datang dengan cepat, bangun-bangun Alea mendapati dirinya dalam dekapan sang Tuan. “Perasaan semalam aku tidur membelakanginya kenapa sekarang malah…” Alea menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia merasa heran dengan posisi tidurnya. “Sudahlah.”Tak ingin pusing memikirkan hal itu, Alea turun dari tempat tidur. Seperti biasa setelah bangun tidur Alea langsung berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk majikannya. Senyuman puas merekah melihat makanan yang dia masak tersaji di meja makan, kini tinggal membangunkan Adrian yang masih tidur. “Tuan sudah siang ayo bangun.” Wanita itu mengelus pelan bahu Adrian. Perlahan mata Adrian terbuka, dan hal yang dia lakukan akan tersenyum manis kepada Alea. Entah apa yang dipikirkan pria itu, setelah tersenyum dia menarik Alea hingga jatuh di atas t
“Ah… Terus Mas.” Lenguhan terdengar ketika Alea hendak masuk ke dalam kamar. Buah tangan untuk sang suami jatuh begitu saja. Dengan tangan bergetar, dia membuka pintu. Pagi itu, Alea berniat memberi kejutan untuk suaminya. Tapi ... siapa sangka kini justru Alea sendiri yang terkejut kala pemandangan polos suaminya yang terlihat menggagahi seorang wanita nampak jelas di depan mata. Sontak tangisnya keluar, disusul dengan suara lantangnya. “Apa yang kalian lakukan?!” Detik itu juga, Rian, suaminya, buru-buru menarik tubuhnya. Pria itu terlihat terburu-buru mencari celana, sementara kekasihnya, Sheryl, menutup tubuhnya dengan selimut. Usai memakai celana, Rian berjalan mendekati Alea dengan senyuman manisnya. “Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa tidak menghubungi aku?” Mendengar kata sayang, seketika membuat Alea geram, sehingga dirinya tak kuasa melayangkan tamparan tepat di pipi sang Suami. “Jelaskan semua ini!” Teriaknya yang diikuti tangisan keras. "Tidak ada yang
“Baik Tuan maafkan saya.” Ujar Alea takut. Kalimat Alea benar-benar membuat Adrian marah, dia tidak ingin mengakhiri hubungan ini apalagi tubuh Alea sudah membuatnya kecanduan. Tak terasa pagi datang dengan cepat, bangun-bangun Alea mendapati dirinya dalam dekapan sang Tuan. “Perasaan semalam aku tidur membelakanginya kenapa sekarang malah…” Alea menggaruk kepalanya yang tidak gatal, dia merasa heran dengan posisi tidurnya. “Sudahlah.”Tak ingin pusing memikirkan hal itu, Alea turun dari tempat tidur. Seperti biasa setelah bangun tidur Alea langsung berkutat di dapur, menyiapkan sarapan untuk majikannya. Senyuman puas merekah melihat makanan yang dia masak tersaji di meja makan, kini tinggal membangunkan Adrian yang masih tidur. “Tuan sudah siang ayo bangun.” Wanita itu mengelus pelan bahu Adrian. Perlahan mata Adrian terbuka, dan hal yang dia lakukan akan tersenyum manis kepada Alea. Entah apa yang dipikirkan pria itu, setelah tersenyum dia menarik Alea hingga jatuh di atas t
Plak…“Laporan apa ini!” Dengan kasar Adrian melempar laporan yang sekretarisnya bawa. Merosotnya pendapatan perusahaan membuat Adrian murka. Sebenarnya untung rugi dalam bisnis itu biasa tapi respon Adrian kali ini tidak seperti biasanya. “Ngapain terus disitu! Keluar!” CEO itu kembali tantrum membuat Anita sekretarisnya pamit. Dia melonggarkan dasinya, kemudian bersandar di kepala kursi keberasannya.. “Apa yang terjadi denganku! Alea Argh!” CEO itu nampak kesal sendiri. Tangannya langsung menyambar kunci mobil di atas meja, dan keluar. Di rumah, Alea yang baru saja mandi berbaring di tempat tidurnya. Dia ingin rehat sejenak untuk meregangkan ototnya namun baru saja hendak memejamkan mata, terdengar suara mobil masuk carport. “Siapa yang pulang, Nyonya atau Tuan?” Dia bangkit keluar untuk mengecek tapi ketika hendak membuka pintu Adrian sudah membuka pintu terlebih dahulu. Melihat Ale
Kamar mandi menjadi saksi bisu atas perbuatan mereka. Kenikmatan yang Adrian berikan membuat Alea tak kuasa, tubuhnya benar-benar sudah berkhianat, “Ahhhh Tuan.” Dia mengerang penuh nikmat hingga tubuhnya lemas. Sementara itu Adrian tersenyum karena sanggup membuat wanitanya terpuaskan. “Sekarang giliranku,” katanya sambil mempercepat gerakan pinggulnya. Sesaat kemudian, Adrian juga mengerang hebat, tanda jika sudah sampai ke puncak kenikmatan. Habis bercinta, mereka mandi bersama, ketika Alea hendak memakai pakaian basahnya kembali, Adrian melarangnya. “Pakai saja ini, baju basah jangan dipakai.” Adrian memberikan handuk istrinya kepada Alea. Alea merasa tak pantas menggunakan handuk Gina tapi Adrian memaksanya.“Jangan buang waktu, habis ini segera siapkan pakaian kerjaku!” Di depan wardrobe Alea berdiri menatap tubuhnya dari pantulan cermin.Bercinta, mandi bersama dan kini memakai handuk Gina, benar-benar membuatnya seperti Nyonya di rumah ini. “Maafkan saya Nyonya.” Perm
Berbeda dengan Adrian yang menunjukkan kepuasan di wajahnya, Alea justru merasa khawatir kalau Gina tiba-tiba pulang, sehingga dia segera mengumpulkan pakaiannya meskipun nyeri di pangkal pahanya masih terasa. "Setelah ini siapkan makanan untukku, Alea." "Baik, Tuan," jawab Alea lemas, meninggalkan kamar dengan perasaan bersalah. Dia menyesali tindakannya, terlebih menyadari kalau ia menikmati permainan dari majikannya. Di kamar mandi, Alea membersihkan tubuhnya, menggosoknya dengan keras, dengan harapan dapat menghilangkan bau permainan panas bersama suami majikannya. "Mengapa nasibku begini?" keluhnya sambil menangis. Setelah selesai, Alea mulai memasak. Baru saja ia menyiapkan makanan di meja, Adrian turun dengan rambut basah. "Anda mau makan sekarang, Tuan?" tanyanya. "Iya, aku lapar," jawab Adrian sambil menatap Alea. Tanpa ingin membuat Adrian menunggu, Alea cepat-cepat menyajikan makanan di hadapannya. Adrian mengatakan telah mentransfer uang yang disepakati, dan Alea
Permintaan gila dari suami majikannya itu membuat Alea mundur selangkah, menatap Adrian tak percaya.Seluruh tubuh Alea menolak, tapi, pikirannya hanya terpusat ke keinginannya untuk segera menyelesaikan urusannya dengan Rian, mantan suaminya. Dari mana lagi ia bisa mendapatkan uang? Bahkan, jika ia bekerja sampingan lain, ia tak akan pernah bisa mendapatkan uang sebanyak itu. “B-bagaimana mungkin, Tuan? Selain itu, bagaimana dengan Nyonya Gina?” Keputusasaan kembali menyelimuti Alea. Tak mungkin ia menerima penawaran gila dari suami majikannya itu. “Asal kamu tetap diam, Gina tidak akan tahu.” sahut Adrian. Alea tertegun, meskipun begitu, dia tidak bisa mengkhianati penolongnya. “Tapi semua terserah kamu, aku juga tidak memaksa, lanjut Adrian sambil mengambil remote TV dan menyalakan televisi besar di ruangan itu. Dilema melingkupi Alea. Ia tak ingin mengkhianati Gina yang telah memberinya pekerjaan. Haruskah ia menjadi narapidana? Bayangan seragam oranye menari di kepalan
Alea seketika membeku kala menyadari perbuatan suami dari majikannya itu. Belum lagi napas panas yang Adrian yang menggelitik tepat di tengkuknya, membuat Alea mulai merasa gerah.“Apa maksud Anda, Tuan?!” tanyanya, memutar tubuhnya agar bisa mendorong Adrian. Namun, apa yang terjadi berikutnya benar-benari di luar dugaan Alea. Tiba-tiba, ia merasakan sesuatu yang lembut dan basah bertemu dengan bibirnya. Adrian, suami dari majikannya, menciumnya! Ciuman panas tak terelakkan, Adrian memaksa Alea untuk menerima ciumannya sementara Alea berusaha sekuat tenaga mendorong tubuh Adrian. “Jaga sikap anda, Tuan!” Teriaknya. Teriakan Alea, serta tatapan matanya yang sulit diartikan itu membuat Adrian menjauh dengan sendirinya. Melihat Alea yang mulai menitikkan air mata, Adrian pun memerintahkan Alea untuk keluar, sementara dirinya mengusap rambutnya dengan kasar, mengutuki diri sendiri karena bertingkah tanpa berpikir. Memang, karena kebutuhan biologis Adrian yang jarang terpenuhi membua
"Kenapa? Kamu tidak mau melayani aku?" tanya suami dari majikannya dengan senyuman kecil di wajahnya, membuat Alea tercengang.Pikiran Alea melayang jauh, padahal, ucapan suami majikannya itu adalah respon dari kegeraman Alea yang baru saja terpaksa bekerja dua kali karena keinginannya yang kerap berubah. Sejak kejadian malam itu, entah mengapa Alea tak bisa menghapus suara aneh itu dari memorinya. Alea jelas tahu apa yang dilakukan oleh Adrian, apalagi Alea juga bukan anak kecil. “Apa maksud Tuan!?” tanya Alea panik, semburat merah mulai muncul di wajahnya. “Defensif sekali. Saya minta buatkan susu, bukan kopi. Jadi, buatkan saya susu sekarang juga!”"Oh … baik, Tuan. Tunggu sebentar," jawab Alea cepat, bergegas agar bisa segera menjauh dari suami majikannya yang mulai ia anggap sebagai pria aneh. **Sebulan pun berlalu. Kini waktunya Alea menerima gaji pertamanya sejak bekerja di rumah ini. "Berapa nomor rekening kamu, Alea?" tanya Gina saat hendak memberikan gaji."Maaf, Nyonya
"Terima kasih, Nyonya," ucap Alea sambil tersenyum.Tak lama, Alea langsung diajak mengelilingi rumah, "Ini kamar kamu, Alea," katanya seraya menunjukkan kamar pembantu kepada Alea.Saat melihat kamar tersebut, Alea menarik napas panjang, kembali meratapi nasibnya. Dulu kamarnya begitu luas dengan berbagai fasilitas mewah, sementara kini ia harus tidur di kasur kecil dan hanya ditemani kipas kecil.Setelah meletakkan barang-barang pribadinya, Alea kembali keluar untuk mendengarkan majikannya menjelaskan tugas Alea sebagai ART. “Selain bersih-bersih dan masak, kamu juga harus melayani suami saya ya. Bangunkan dia, dan siapkan pakaian juga.” Permintaan dari majikannya seketika membuat Alea tercengang. Apakah memang semua ART memiliki tugas seperti itu? Kenapa ia harus melayani segala hal kebutuhan pribadi suami majikannya? Bukankah Alea bukan mahramnya?"Nyonya, apakah saya juga yang harus menyiapkan keperluan yang bersifat pribadi itu?" tanya Alea dengan ragu."Aku menggaji kamu deng
“Ah… Terus Mas.” Lenguhan terdengar ketika Alea hendak masuk ke dalam kamar. Buah tangan untuk sang suami jatuh begitu saja. Dengan tangan bergetar, dia membuka pintu. Pagi itu, Alea berniat memberi kejutan untuk suaminya. Tapi ... siapa sangka kini justru Alea sendiri yang terkejut kala pemandangan polos suaminya yang terlihat menggagahi seorang wanita nampak jelas di depan mata. Sontak tangisnya keluar, disusul dengan suara lantangnya. “Apa yang kalian lakukan?!” Detik itu juga, Rian, suaminya, buru-buru menarik tubuhnya. Pria itu terlihat terburu-buru mencari celana, sementara kekasihnya, Sheryl, menutup tubuhnya dengan selimut. Usai memakai celana, Rian berjalan mendekati Alea dengan senyuman manisnya. “Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa tidak menghubungi aku?” Mendengar kata sayang, seketika membuat Alea geram, sehingga dirinya tak kuasa melayangkan tamparan tepat di pipi sang Suami. “Jelaskan semua ini!” Teriaknya yang diikuti tangisan keras. "Tidak ada yang