Share

Bab 2 Kemarahan Vira

Vira sangat membutuhkan uang itu untuk Ningrum, ibunya yang sedang sakit. Tapi apakah ia harus menyerahkan kehormatannya pada Nathan? Tidak! Vira tidak akan melakukan itu.

Seperti nasihat ibunya, kehormatan bagi wanita selayaknya sebuah mahkota. Vira harus menjaganya, lalu memberikannya pada suaminya kelak. Bukan pada lelaki dihadapannya yang saat ini sedang menatapnya dengan senyum penuh hinaan.

"Sepertinya aku telah salah meminjam uang kepada anda, Pak. Aku mengurungkan niatku, permisi!"

Ceklek! Brakk! Vira membuka lalu membanting pintu tersebut dengan kasar. Melihat hal itu Nathan hanya tersenyum tipis, wanita yang benar-benar unik dan menarik untuknya.

Baru kali ini ada wanita yang begitu berani bersikap kurang ajar seperti itu kepadanya, dan bahkan berani menolaknya mentah-mentah. Tidak seperti para wanita lainnya, harus Nathan akui bahwa Vira memang sangat berbeda dengan para wanita yang pernah ia temui.

Para wanita itu bahkan akan secara suka rela menawarkan tubuhnya kepada Nathan. Namun sayang, Nathan tidak pernah tertarik untuk menyentuh para wanita jalang yang sudah entah berapa banyak pria yang telah menjamah tubuh mereka. Nathan paling tidak suka dengan barang bekas orang lain.

"Tapi bukankah, semua wanita itu sama saja? Aku yakin, dalam satu atau dua hari, Vira pasti akan kembali menghadapku untuk menyetujui apa yang aku tawarkan," gumam Nathan tersenyum kecut.

"Vira, jangan sebut aku Raditya Nathan Wijaya jika aku tidak bisa memilikimu! Akan aku pastikan aku akan membuat kamu mengerang nikmat dibawah kungkunganku!" ucap Nathan diiringi dengan senyum yang mengembang di bibirnya yang sensual.

Sementara Vira dengan raut wajah yang merah padam, dia berjalan dengan langkahnya yang panjang-panjang meninggalkan ruangan Nathan. Suara hentakan pintu yang tertutup secara kasar tentu mengundang perhatian para karyawan lain yang berada dekat dengan ruangan tersebut.

Beberapa pegawai tampak menatap nyalang ke arah Vira. Mereka bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi sehingga membuat Vira dengan begitu berani membanting pintu ruangan atasannya itu. Apa dia sudah bosan hidup? Atau dia memang sedang menggali lubang kuburnya sendiri? Sehingga dengan begitu berani berperilaku begitu lancang kepada Nathan.

"Ada apa dengannya?" desis seorang karyawan tampak berbisik kepada rekan kerja di sebelahnya.

"Aku tidak tahu, apa dia sedang mencari mati? Sehingga dengan begitu berani membanting pintu ruang kerja Pak Nathan," sahut wanita disebelahnya.

Mereka benar-benar tak habis pikir dengan perilaku Vira, seumur-umur baru kali ini mereka melihat ada karyawan yang begitu berani berperilaku seperti itu kepada CEO perusahaan tempat mereka bekerja.

"Aku yakin, setelah ini dia akan segera didepak dari perusahaan ini," ucap seorang karyawan lagi.

Vira yang mengetahui bahwa karyawan lain tengah memperbincangkan dirinya, namun Vira tidak mau ambil pusing dengan tidak menggubrisnya sama sekali. Biarkan saja mereka berkata sesuka hati mereka.

Hatinya sudah terlalu kesal dengan pria yang sampai saat ini masih berstatus sebagai pimpinannya tersebut. Namun, segala rasa hormatnya sudah hilang sejak pria tersebut dengan begitu lancang merendahkan harga dirinya.

Braakk! Suara gebrakan meja yang begitu tiba-tiba itu membuat pegawai lainnya terlonjak kaget. Mereka menoleh ke arah sumber suara tersebut, yang tidak lain disebabkan oleh Vira yang menggebrak meja kerjanya dengan kasar.

"Hmhh," Vira mendengus kesal dengan pandangan mata lurus ke depan.

"Berani sekali. Enak saja, memangnya dia pikir dia itu siapa, hah?!" ucapnya mendumal sendiri.

Membuat para karyawan lainnya semakin menatapnya heran. Mereka bahkan menganggap bahwa Vira sedang kesetanan atau sudah tidak waras.

"Mentang-mentang dia itu orang kaya, bukan berarti dia bisa merendahkan dan menginjak-injak harga diriku!" ucap Vira dengan geram.

"Dasar wanita aneh!" cibir seorang karyawan.

"Sepertinya dia memang benar-benar sudah tidak waras," ucap seorang lagi sambil menatap Vira dengan tatapan tidak suka.

Vira masih tidak menghiraukannya, dia berpura-pura tuli. Dan sambil menahan kekesalannya, Vira merapikan segala sesuatu yang ada di meja kerjanya. Dia mengambil tasnya dan tanpa berkata apapun dia langsung melangkah pergi meninggalkan tempat itu.

Vira masuk ke dalam lift untuk turun ke loby, dia benar-benar ingin segera pergi meninggalkan perusahaan itu. Vira merasa sudah tidak tahan lagi menghirup udara yang membuat dadanya terasa sesak.

Di loby, Vira bertemu dengan seorang wanita yang merupakan sahabatnya. Wanita yang baru saja datang dari kantin, wanita bernama Ana itu tampak dibuat terheran-heran melihat penampilan Vira.

Ana segera menghampiri sahabatnya itu untuk bertanya hendak kemana dia kali ini? Bukankah jam makan siang sudah berakhir?

"Vira!" Panggilan dari wanita itu mampu menghentikan langkah Vira.

Semarah-marahnya Vira, dia tidak akan mampu mengabaikan sahabatnya itu karena Ana adalah orang yang selama ini paling paham dengan situasi yang Vira alami. Hubungan mereka pun bukan hanya sekedar sahabat, tetapi sudah seperti saudaranya sendiri.

Sambil berlari kecil, Ana menghampiri Vira.

"Vira, kamu mau kemana?" tanya Ana.

"Aku harus pergi," jawab Vira terdengar ketus. Dia sendiri juga tidak bisa menyembunyikan rasa dongkol di hatinya akibat ulah dari atasannya itu.

"Pergi? Pergi kemana? Ini sudah lewat jam makan siang, bagaimana jika kamu dipecat karena melanggar peraturan?" tanya Ana.

Yah, perusahaan besar tentu memiliki peraturan yang ketat pula didalamnya. Dan barang siapa yang melanggar, maka harus siap-siap untuk angkat kaki dari perusahaan ini.

"Hahaha...!" Vira tertawa sambil menatap ke atas. Entah apa yang dia tertawakan? Mungkin itu adalah dirinya sendiri.

"Biarkan saja, lagi pula aku memang akan segera di pecat," sahut Vira dengan begitu enteng dan terdengar acuh, seolah dia sudah benar-benar pasrah dengan nasib pekerjaannya.

Bagaimana tidak? Memangnya siapa yang akan mengampuni karyawan yang dengan begitu berani menampar seorang CEO ditempatnya bekerja.

Ana tidak mengerti dengan arah pembicaraan Vira, semakin bingung dibuatnya. Namun, satu hal yang ia tahu pasti bahwa sahabatnya ini sedang berada di ambang kesulitan.

"Vira, apa yang sebenarnya terjadi? Apa kamu sedang ada masalah?" tanya Ana dengan suara lirih, seraya memegang pundak Vira.

Ana menatap Vira dengan sendu, begitu pula sebaliknya. Tatapan Vira benar-benar menunjukkan bahwa dia sedang berada dalam masalah.

"Ana, maaf aku belum bisa cerita denganmu, untuk saat ini aku perlu waktu untuk sendiri," ucap Vira.

"Baiklah, kalau memang begitu aku tidak akan memaksamu untuk bercerita saat ini. Tapi jika kamu membutuhkan teman untuk berbagi maka jangan segan untuk datang kepadaku," sahut Ana.

Dari sekian banyak orang, hanya Ana yang tau seberapa berat kehidupan yang telah dilalui Vira selama ini.

Vira memeluk Ana sejenak, kemudian melepaskannya.

"Aku pergi dulu," ujar Vira sebelum ia melangkahkan kakinya keluar dari gedung tersebut. Sementara Ana hanya menatap nanar punggung perempuan yang kian menjauh dari pandangannya.

Vira berdiri di tepi jalan raya menunggu mobil taksi yang lewat. Namun entah kenapa sejauh mata memandang, tidak ada satu pun taxi yang lewat di jalanan. Bahkan untuk mencari sebuah taxi saja susahnya minta ampun.

Akhirnya Vira memutuskan untuk berjalan kaki saja. Agaknya alam sedikit berpihak kepadanya, karena untung saja cuaca hari ini tidak terlalu terik setelah tadi pagi turun hujan. Jika tidak, sudah bisa dipastikan betapa terbakarnya kulit Vira akibat teriknya sinar matahari.

Gadis berambut panjang dengan postur tubuh semampai itu terus berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas, dia hanya mengikuti kemana kakinya ingin melangkah.

--

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status