"Apa kau masih perawan?"
Pertanyaan itu berhasil membuat tubuh wanita itu tertegun di tempatnya.Wanita itu bernama Virani Kavita. Panggil saja Vira, wanita berusia 23 tahun itu harus menjalani kehidupan yang begitu pahit.Sebagai anak pertama, Vira harus menggantikan tanggung jawab sang ayah sebagai tulang punggung keluarga, karena sang ayah tidak mau bertanggung jawab atas istri dan kedua anaknya. Dan sekarang ia harus kembali menghadapi kenyataan pahit yaitu penyakit jantung sang ibu membuatnya terbaring lemah tak berdaya."Kenapa anda bertanya seperti itu, Pak?""Aku akan memberikanmu uang sebanyak yang kau inginkan, tetapi dengan satu syarat..." ucap seorang pria dengan nada suara baritonnya yang khas.Raditya Nathan Wijaya, nama pria itu. Dia adalah Seorang CEO muda dari sebuah perusahaan multinasional bernama New Month Company. Pria tampan yang memiliki harta melimpah yang banyak digilai para wanita.Pria itu kini sedang duduk bersandar di atas kursi kebesarannya dengan kedua tangannya yang bertaut di bawah dagu serta kedua kakinya disilangkan sambil menatap gadis yang kini berdiri di hadapannya dengan raut wajah yang membutuhkan belas kasihan."A-apa syaratnya, Pak?" tanya Vira dengan sedikit ragu-ragu. Wanita itu bahkan tak berani menatap wajah pria yang merupakan atasannya itu secara langsung."Aku akan menanggung semua biaya pengobatan ibumu sampai dia sembuh, asalkan... kamu bersedia menjadi teman tidurku selama tiga bulan."Jeduer! Bagaikan tersambar petir di siang bolong, itulah yang dirasakan oleh Vira saat ini. Mendengar ucapan Nathan yang begitu lancang dan diluar dugaannya, membuat Vira membulatkan bola matanya.Menjadi teman tidur selama tiga bulan? Yang benar saja, apa pria ini sudah tidak waras?"Apa? Apa anda sudah gila? Memanfaatkan kesedihan seseorang untuk kepentingan anda sendiri?" teriak Vira dihadapan Nathan.Vira memang sangat tahu lelaki seperti apa Nathan. Dia adalah perwujudan sempurna seorang lelaki dalam hal fisik. Wajahnya tampan dan tegas, mata abunya selalu bisa membius siapa saja, terkecuali Vira yang baru bekerja satu tahun di perusahaan itu.Hari ini Vira memberanikan diri datang ke ruang kerja Nathan, menunduk dihadapannya untuk meminjam uang. Vira pun mengatakan uang itu akan ia gunakan untuk biaya operasi transplantasi jantung ibunya.Tetapi jawaban lancang itulah yang diberikan oleh Nathan, membuat wajah Vira memerah dengan tangannya yang terkepal marah."Tidak! Justru saya menawarkan bantuan dengan imbalan... Keperawananmu," ujar Nathan.Plak! Sebuah tamparan mendarat begitu saja tepat di pipi pria bermata abu tersebut."Berani sekali kau..." hardik Nathan sambil memegangi pipinya yang terasa panas."Harusnya aku yang berkata seperti itu kepada anda, Pak!" ucap Vira dengan nada suara yang bergetar.Dia kini tak lagi memandang hormat kepada pria yang kini berada dihadapannya. Vira sudah melupakan status pria itu sebagai atasannya, saat pria itu dengan begitu berani melecehkannya."Dengarkan aku Tuan Nathan yang terhormat! Aku tahu dengan uangmu, anda bisa menghabiskan waktu dengan wanita mana saja yang anda inginkan. Tapi aku bukan mereka! Lancang sekali anda berbicara seperti itu padaku. Anda pikir bisa dengan mudah menjerat wanita miskin sepertiku ke atas ranjangmu? Itu tidak akan pernah terjadi, Pak!" tegas Vira sambil menggertakkan giginya."Kenapa tidak?" Nathan mengangkat tangan dan pundaknya di depan Vira."Kau tahu? Sejak kecil, aku sudah terbiasa mendapatkan apa yang aku inginkan. Aku bukannya ingin menghinamu, Vira! Tapi kau tiba-tiba datang ke ruanganku dan meminjam uang dua ratus juta padaku, padahal kau belum genap satu tahun bekerja di perusahaan ini. Kau pikir aku ini nenek moyangmu yang bisa kau pinjami uang seenaknya?"Vira membisu. Tetapi nafasnya menderu, naik turun karena merasa sangat dihina oleh Nathan. Vira bukanlah orang yang gemar meminjam uang. Seandainya saja ibunya tidak sakit parah, mana mungkin ia akan senekat ini."Vira, aku sedang memberikan penawaran yang terbaik, kau membutuhkan uangku dan aku menginginkan keperawanan serta pelayananmu selama tiga bulan. Jika kau setuju, aku akan memberikanmu imbalan dua ratus juta tanpa kau perlu mengembalikannya. Bahkan aku akan membiayai pengobatan ibumu sampai sembuh.""Coba pikirkan baik-baik, Vira! Tawaranku sangat menarik, bukan?" tanya Nathan sambil melemparkan senyum penuh ejekan.Vira menggeram, tangannya semakin mengepal erat dikedua sisi tubuhnya."Anda sangat licik, Pak. Aku belum pernah bertemu orang sebrengsek anda!" ucap Vira."Itulah diriku, Vira." Nathan mengangkat bahunya dengan acuh."Aku tahu anda orang kaya, tetapi bukan berarti kamu bisa membeli kehormatan dan harga diri seseorang dengan sesuka hatimu. Apa menurutmu kehormatan seorang wanita hanya bernilai puluhan atau ratusan juta?" sergah Vira.Nathan tertawa saat mendengar ucapan Vira yang begitu berani itu. Namun hal itu tidak membuat Nathan merasa gentar sedikitpun."Jika iya memang kenapa? Apa aku salah? Bukankah semua wanita itu sama? Mereka rela menukar kehormatannya hanya demi seonggok uang ratusan atau milyaran," ucap Nathan sembari mencapit dagu Vira lagi.Vira yang merasa dirinya telah dilecehkan oleh atasannya sendiri pun tidak bisa menahan luapan api emosi yang berkobar dari dalam dirinya. Wajahnya tampak merah padam.Bagaimana tidak? Seorang pria secara terang-terangan tengah menginjak-injak harga dirinya tepat dihadapannya, tentu saja membuat Vira merasa tidak terima.Apa lelaki ini tidak mempunyai seorang ibu? Atau saudara perempuan? Apa dia tidak berpikir jika seandainya ibu atau saudara perempuannya lah yang diperlakukan seperti itu."Jelas anda salah, Pak!" geram Vira sambil menampik tangan kotor milik pria itu dengan kasar."Dengarkan aku baik-baik Pak Nathan yang terhormat! Jika anda menganggap aku sama seperti wanita lainnya yang rela menukar kehormatannya demi uang, maka anda salah besar!" ucap Vira begitu tegas dan penuh penekanan."Camkan ini baik-baik! Aku tidak sama seperti mereka. Dan ingat satu hal lagi! Jangan pernah kamu menyentuhku dengan tangan kotormu itu!" lanjut Vira.Nathan yang mendengar ucapan Vira yang terkesan begitu berani, membuat dirinya tidak percaya bahwa wanita ini adalah wanita yang sama yang biasanya selalu bersikap lemah lembut dan patuh dalam kesehariannya saat bekerja.Namun hal itu tidak membuat Nathan gentar. Justru kemarahan Vira membuatnya semakin tertarik untuk memiliki wanita berambut hitam dengan postur tubuh yang tinggi semampai yang merupakan salah satu staf biasa yang bekerja di perusahaannya itu.Hanya dengan menatap lekuk tubuh dari wanita yang terbalut celana bahan berwarna hitam serta kemeja putih polos berlengan pendek membuat Nathan sudah bisa membayangkan bagaimana bentuk tubuh wanita itu.Meski pakaian Vira memang terkesan tertutup dalam kesehariannya, namun hal itu saja sudah mampu membuat Nathan bisa membayangkan malam-malam panas mereka di atas ranjang. Nathan bahkan sudah mulai berimajinasi liar di dalam kepalanya membayangkan bagaimana wanita itu akan mendesah dibawah kungkungannya di atas ranjang empuk miliknya."Benarkah?" tanya Nathan dengan nada yang terdengar meremehkan. Seolah dia merasa bahwa ucapan wanita itu hanyalah bualan semata."Apa wajahku ini terlihat sedang bermain-main?" tanya Vira dengan raut wajah yang cukup menyakinkan."Baiklah! Tapi apa kau yakin tidak tertarik dengan penawaranku?" tantang Nathan."Padahal di lain waktu, belum tentu aku akan memberikan tawaran yang sama padamu," ucap Nathan lagi.Nathan mengangkat tangannya hendak menyentuh pipi kiri Vira, namun gagal saat Vira memalingkan wajahnya dengan segera.Melihat wajah Vira yang semakin memerah menahan kesal, membuat Nathan justru semakin menyunggingkan senyum kemenangan."Pilihannya hanya ada dua, Vira. Terima tawaranku dan selamatkan ibumu, atau kau akan melihat ibumu tidak tertolong" ucap Nathan, membuat Vira menelan ludahnya dengan susah payah.--Nathan kembali menyentuh wajah Vira, kali ini lebih lama, seolah mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Sentuhan itu membuat Vira terusik, kelopak matanya perlahan terbuka.Begitu matanya terbuka sepenuhnya, Vira terperanjat mendapati Nathan duduk begitu dekat, menatapnya dengan sorot mata yang sulit diartikan."M-maaf, Pak… eh, maksudku, Nathan. Aku tidak tahu kalau kau sudah bangun," ujar Vira gugup. "Tak masalah," jawab Nathan singkat, suaranya terdengar tenang.Vira menunduk sejenak sebelum melanjutkan, "Dan maaf… aku tertidur di sebelahmu. Semalam kau terus menggenggam tanganku sambil mengigau jadi, aku… tidak bisa pergi.""Apa kamu bermimpi buruk? Kamu sempat mengigau sampai ingin menangis," tanya Vira pelan, menatap wajah Nathan penuh empati. "Aku lihat ada luka yang dalam di balik raut wajahmu."Nathan terdiam sejenak. Tatapannya kosong, seolah pikirannya melayang jauh ke masa lalu, lalu ia menggeleng perlahan. "Tidak, aku tidak bermimpi. Mungkin hanya karena terlalu kelelahan,
Flashback — 17 tahun yang lalu...Di sebuah taman bermain kecil yang dikelilingi pagar kayu warna-warni, tampak seorang anak perempuan berusia enam tahun duduk di ayunan, matanya terus menatap ke arah gerbang taman.Setiap sore, ia akan datang ke tempat itu—duduk menanti sosok yang selalu ia rindukan: seorang bocah laki-laki berseragam SD yang baru saja pulang sekolah.Dan seperti biasa, bocah itu datang dengan langkah cepat—seolah takut membuat gadis kecil itu menunggu terlalu lama. Nafasnya sedikit terengah, tapi senyumnya tetap terjaga. Ada semangat yang tak bisa dijelaskan tiap kali matanya menemukan sosok kecil yang duduk menunggunya di sana."Kak Adit!" seru anak perempuan itu, suaranya lantang dan penuh semangat, seperti nyanyian kecil yang menggema di antara gemericik tawa anak-anak di taman sore itu.Adit, bocah laki-laki yang baru saja naik ke kelas 2 SD, menoleh dan tersenyum lebar. Seragamnya sedikit kusut, tasnya menggantung miring di pundak, dan keringat masih membasahi
Tanpa banyak bicara, Nathan menarik turun renda tipis yang masih menutupi mahkota keindahan milik Vira. Bibirnya mendarat dengan rakus, menyusuri lekuk itu, lalu menyentuh dan menggigit ujungnya—tidak lembut, tapi penuh hasrat. Rasa nyeri bercampur geli membuat Vira meringis, namun ia tetap diam, tenggelam dalam badai emosi yang tak terjelaskan. "Aa akkhh... Ssshhhh!"Vira mendesah, suara lirihnya pecah di antara napas tertahan. Tubuhnya gemetar, dilanda gelombang rasa yang tak mampu ia pahami sepenuhnya—antara nikmat yang samar dan sakit yang menggigit. Ada luka yang ditinggalkan oleh sentuhan Nathan, tapi ada juga percikan hangat yang memabukkan, entah berasal dari hati atau sekadar ilusi belaka.Entah setan apa yang merasuki Nathan malam itu. Tatapannya gelap, tajam, seolah ada badai yang tak bisa ditenangkan. Nathan semakin gencar. Jemarinya bergerak liar, menyusuri lembah yang tersembunyi di balik goa milik Vira. Nafas gadis itu memburu, tubuhnya mengejang ketika Nathan membuka
Sarah dan Danu pun merasa gusar karena mereka yakin Bram pasti akan memilih Nathan sebagai penerusnya, karena Nathan merupakan anak kandungnya. "Oh, benarkah?" tanya Nathan sambil mengernyitkan dahinya. "Oh iya Nathan, bagaimana hubunganmu dengan Kayla sekarang?" tanya Bram setelah mereka selesai makan malam. "Apa maksud Papa?" tanya Nathan sambil menautkan kedua alisnya. "Bukankah kamu dan Kayla sedang menjalin hubungan?" "Pa, sudah berapa kali aku katakan kalau aku dan Kayla itu tidak memiliki hubungan apa-apa, kami cuma berteman biasa, Pa!" sahut Nathan dengan nada suara penuh penekanan. "Apa maksud kamu hanya berteman? Bukankah sudah sangat jelas jika Kayla itu sangat mencintai kamu?" "Aku tidak perduli dia mencintaiku atau tidak, yang pasti aku tidak mencintainya. Aku tidak memiliki perasaan apapun terhadapnya!" ucap Nathan. "Nathan, Papa dan kedua orang tua Kayla sudah sepakat akan melangsungkan pertunangan kalian saat Kayla kembali dari Singapura," ucap Nathan. Sontak
Di tengah perjalanan, Nathan melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan tinggi membelah jalanan di malam yang sudah mulai larut. Kata-kata Vira terngiang-ngiang di telinganya, beriringan dengan kenangan pahit dimasa lalunya."Cinta?" gumam Nathan sambil mendengus kesal. "Omong kosong!" Senyum getir pun terbit di bibirnya.Tin! Tin!Nathan membunyikan klakson mobilnya beberapa kali di depan sebuah rumah dengan pagar besi yang menjulang tinggi.Seorang satpam bergegas membukakan pintu pagar itu untuk Nathan. Ia pun langsung mengemudikan mobilnya masuk ke halaman rumah yang terlihat sangat besar itu.Nathan menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum kemudian ia menghembuskannya secara kasar, karena sebentar lagi ia merasa tidak akan bisa menghirup udara segar saat dia sudah mulai masuk ke dalam rumah itu bertemu dengan papanya.Rumah besar yang Nathan datangi itu merupakan rumah Bramantyo, ayah kandungnya yang otomatis rumah itu juga rumah Nathan. Namun Nathan merasa enggan untuk ting
Diiringi tetesan air sebagai latar suara, Nathan menatap wajah Vira yang berada tepat di depannya. Lekat dan intens, seakan-akan berusaha menyelami dua manik hitam itu yang di momen ini enggan memancarkan binar. Kemudian Nathan kembali mencium bibir Vira hingga bibir keduanya kini saling bertautan.Mata Vira terpejam, kedua tangannya kini melingkar di leher Nathan yang kokoh. Sementara tangan Nathan mulai bergerilya meraba punggung Vira yang masih terhalang bajunya yang basah.Salah satu tangan Nathan pun mulai membuka satu persatu kancing baju Vira, menyisakan bra berenda hitam yang membalut dua buah gundukan lembut milik Vira. Namun, Nathan tidak membiarkan benda itu berlama-lama menutupi kedua gundukan bukit yang indah tersebut. Dalam hitungan detik, tangan Nathan pun melepas pengait bra diselingi dengan kecupan hangat di bahu Vira, dan kini dadanya sudah benar-benar terekspos sepenuhnya.Nathan kini beralih menciumi ceruk leher Vira, menyesapnya meninggalkan beberapa jejak kepem
"Bagaimana? Sudah aku bilang ibumu pasti akan mengizinkannya," ucap Nathan tersenyum penuh kemenangan."Iya pak, sepertinya anda sangat ahli dalam mengambil hati seseorang.""Emm, lebih tepatnya sangat pandai memanfaatkan situasi," imbuh Vira sambil mengalihkan pandangannya ke luar jendela."Hahaha... Kenapa Vira? Sepertinya kau sangat kesal padaku? Apa kamu tidak senang karena aku memintamu untuk tinggal di apartemenku?" tanya Nathan."Meski aku tidak senang, apa anda peduli? Tidak kan?" tanya Vira."Vira, kamu lupa? Selama tiga bulan kedepan kamu adalah milikku, jadi suka ataupun tidak, aku tidak peduli. Yang aku tahu selama kontrak perjanjian kita masih ada, kau harus menuruti semua yang aku ucapkan dan yang aku inginkan. Tapi baru beberapa hari saja, kau sudah merasa keberatan," ucap Nathan.Vira langsung terdiam, apa pun yang terjadi, dia harus siap dengan segala konsekuensinya ketika ia memutuskan untuk menerima tawaran Nathan. Tapi apa soal tempat tinggal dia juga harus menurut
"Kak Nathan, apa kakak sudah memiliki seorang kekasih?" tanya Panji lagi.Sontak Vira langsung menoleh sambil mendelik menatap Panji."Panji, bisa tidak kau diam saja? Untuk apa kau menanyakan Pak Nathan sudah memiliki kekasih atau belum?" cecar Vira."Pak Nathan, maaf ya dia itu memang suka asal bicara. Dia selalu mengeluarkan apapun yang ada di kepalanya tanpa dipikir terlebih dahulu," ucap Vira pada Nathan."Apaan sih kak? Aku kan cuma tanya, masa nggak boleh?" tanya Panji."Ya boleh, tapi jangan menanyakan sesuatu yang menyangkut privasi orang lain! Karena bisa saja kamu membuat orang itu merasa tidak nyaman," ucap Vira.Nathan tersenyum, "Tidak apa-apa Vira, santai saja. Lagi pula itu hanya pertanyaan biasa saja.""Tuh denger kak, Kak Nathan aja nggak masalah," ucap Panji sambil tersenyum mengejek."Jadi, apa kakak sudah punya pacar?" Panji mengulang pertanyaannya.Vira hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar adiknya itu yang terus saja berbicara."Tidak Panji, saat ini ak
Keesokan paginya.Tin! Tin!Terdengar suara klakson mobil yang berbunyi tepat di depan kontrakan Vira. Dan sepertinya Vira tahu siapa pemilik suara klakson tersebut, siapa lagi kalau bukan Nathan, atasannya.Vira tidak menyangka bahwa Nathan benar-benar akan menjemput mereka dan akan mengantarkan ke tempat tinggal mereka yang baru.Untung saja Vira, Ningrum dan Panji sudah selesai berkemas karena barang-barang mereka pun tidak banyak sehingga tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk berkemas.Drrrttt! Ting! Ponsel Vira berdering, ia pun membuka ponselnya lalu membaca sebuah pesan yang masuk.(Apa kau sudah selesai? Jika sudah, maka cepatlah keluar!) tanya Nathan lewat pesan chat.(Iya Pak Nathan, kami sudah selesai aku akan segera keluar)"Bu! Panji! Apa kalian sudah selesai?" tanya Vira sedikit berteriak."Iya kak, aku sudah selesai," sahut Panji sambil menghampiri Vira. Sesaat kemudian Ningrum pun datang."Bu, Panji, ayo kita berangkat! Pak Nathan sudah menunggu kita di luar," uca