“Hufffttt … aku lelah, Max. Sejak pukul setengah tujuh pagi hingga hampir pukul setengah sepuluh, belum ada satu pun orang pun yang berhasil kita dapatkan,” kata Hans sambil mendudukkan tubuhnya di tepi jalan dan menghela nafas.
“Sabar, dong. Ini ‘kan masih pagi, masak kamu sudah lelah. Yah, namanya juga usaha, ‘kan? Harus semangat, dong, tapi kamu ingin menjadi seperti ayahmu. Hadeh, bagaimana, sih?” tanya Max, berdiri di samping Hans sambil berusaha memberi semangat padanya. “Hmm, mungkin benar apa yang dikatakan oleh wanita tadi. Kita harusnya membuat potongan harga, agar mereka tertarik untuk datang ke toko kita. Bagaimana menurut kamu, Max?” tanya balik Hans, sambil menatap kearah Max. “Harusnya, itu sudah aku katakan sejak kamu ingin pergi mencetak brosur kemarin, tapi … kamu sudah keburu pergi. Yah sudah, aku pikir kamu sudah memikirkan itu. Eh, ternyata“Wah, itu si Angel, bukan?” “Eh, iya itu Angel! Kok bisa dia punya rumah sebesar itu?” “Gila! Mobil itu milik Angel semua?” “Ah, nggak mungkin sih. Secara ‘kan, dia itu hanya seorang pemulung. Mana mungkin dia punya rumah dan mobil semewah itu!”Pukul sepuluh lewat sepuluh menit, di papan pengumuman yang berada di lantai dasar dekat dengan tangga menuju lantai dua di kampus. Terlihat para mahasiswa dari kelas lain sudah berkumpul disana sambil menatap beberapa lembar foto yang ternyata, itu adalah foto-foto beberapa harta milik Angel, seperti rumah dan beberapa mobil yang di ambil dari garasi rumahnya, dan juga foto Angel yang berdiri di depan rumahnya, saat pertama kali pindah ke rumah barunya itu, yang tergantung di dinding ruang tamunya.Beberapa saat kemudian, muncul lah teman-teman sekelas Angel yang berjalan beriringan bersama Angel yang mengikuti mereka
“Hmm, ini benar foto kamu, Ngel?” tanya Hans pada Angel, yang tengah berdiri di sebelah kanannya dan menoleh kearahnya. “Hah? Jelas bukan lah, hahaha … ini tuh bohongan, tahu! Mana mungkin aku punya rumah dan mobil sebagus itu. Secara ‘kan, aku hanya seorang pemulung,” jawab Angel sambil sedikit tertawa.Awalnya, Angel merasa biasa saja dengan Hans dan masih lebih tenang. Namun, saat Hans melanjutkan perkataannya, “Hah? Seorang pemulung? Serius kamu, Ngel? Lalu, mobil yang dikendarai oleh si Samuel itu, yang telah menabrak bemper belakang mobil seorang wanita kemarin, itu mobil siapa? Ini yang ada di foto dengan yang kemarin itu sama, lho … plat mobilnya juga sama. Serius kalau kamu hanya seorang pemulung, Ngel?” tanya Hans pada Angel. “Hah? Hmm …,” ‘Mampus! Aku lupa kalau kemarin, aku bertemu dengannya … isshh!&rs
“Hmm …, kira-kira siapa yang melakukan perbuatan sebodoh itu, ya? Rumah, mobil dan foto yang hanya ada di dalam rumahku … dia mendapatkan itu semua dari mana dan bagaimana? Secara ‘kan, ada tiga orang penjaga yang berbadan kekar di depan gerbang dan … kedua adiknya Fanny serta William juga ada di rumah. Lalu, siapa?”Setelah pergi meninggalkan teman-temannya, Angel berjalan seorang diri menuju ke persimpangan jalan sambil terus memikirkan orang yang sudah menempelkan foto-foto yang ada di papan pengumuman tadi. Secara, Angel tidak ingin terlihat mewah di depan para mahasiswa kampus, karena itu bisa membuatnya merasa risih dan pastinya, dia tidak akan bisa pergi kemana pun dengan bebas, karena para mahasiswa itu pastinya akan terus mengejarnya dan berlomba-lomba, untuk bisa berteman baik dengannya. Layaknya seperti Camille dan kedua temannya. Mereka sempat menjadi sorotan oleh para mahasiswa, karena kehadiran Ace dan Candie yang mengantar
“Aku bilang, bagaimana sekarang? Apa yang akan kita lakukan? Kita tidak punya pekerjaan apa pun dan pengeluaran kita akhir-akhir ini sangat lah besar. Uangku sebentar lagi habis, nih,” kata Sherly mengulangi perkataannya tadi. “Hmm, aku juga bingung, Sher … eh, bukankah kamu adalah seorang adik dari pemilik hotel yang sekarang ini, menjadi miliknya Angel? Iya ‘kan?” tanya Camille. “Iya, dia adalah kakakku. Hmm, tapi aku tidak mungkin terus-terusan seperti ini, dong? Dia sudah menikah dan memiliki anak. Tidak mungkin aku terus-terusan bergantung padanya. Ayah dan ibuku telah tiada, jadi … aku berpikir, aku harus bisa mencari penghasilan sendiri dan tak lagi bergantung padanya,” jawab Sherly.Camille hanya diam dan mengangguk pelan. Lalu, berganti ke Hanny dan menanyakan tentang masalah apa yang kini tengah dirasakannya. “Hmm, sepertinya aku masih tak memiliki
“Cam, kamu ngga kasihan padanya? Dia sepertinya sedang kebingungan, mencari keberadaan pacarnya. Aku rasa, dia bukan berasal dari kota ini,” kata Sherly pada Camille sambil sesekali melihat kearah wanita itu yang sudah semakin jauh dari mereka. “Kamu pikir aku peduli? Biarkan saja, toh juga kita tidak mengenalnya,” sahut Camille sambil menyeringai dan melipat kedua tangannya ke depan, duduk di antara Sherly dan Hanny. “Hmm, kalau aku jadi kamu sih, lebih baik ku tolong saja dia. Kamu tidak lihat dari cara berpakaiannya? Semua pakaian dari gaun, sepatu serta kalung emas yang di kenakannya itu, adalah barang mahal semua, lho! Yah, siapa tahu … sebagai tanda terima kasih karena sudah menolongnya, kamu bisa mendapatkan imbalan darinya,” kata Sherly.Mendengar itu, seketika raut wajah Camille berubah. Awalnya, dia sama sekali tak memperdulikan wanita itu, karena dia sudah sangat kesal padanya. Namun,
Ding … ding … ding …Saat William tengah memarahi Samuel, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Lalu, dia melihat kalau seorang asistennya yang mengurus W Mall bernama Toni, mencoba menghubunginya. Dia pun langsung berjalan menjauh dari Samuel dan Angel serta dua orang penjaga gerbang itu, “Halo, Ton, ada apa?” “Selamat siang, Tuan, apakah saya mengganggu anda?” “Ah, tidak kok, kebetulan saya sedang santai dan juga, saya sedang berada di Washington. Ada apa?” “Ah, kebetulan sekali, Tuan, disini ada yang sedang mencari anda. Seorang wanita dan beliau ini berasal dari Lost Angles,” “Hah? Dimana?” “W Mall, Tuan,” “Oke, saya akan segera kesana,” “Baik, maaf meng ….” Tit! &ldquo
Kemudian, tiba-tiba mesin itu mati dan seketika, pintu mobilnya terbuka ke atas. Sontak, Camille langsung menarik kedua temannya ke balik-balik mobil yang tengah terparkir di dekat mereka. “Eh! Kamu apa …,” “Sssttt! Diam dulu!”Sherly merasa kesal karena Camille tiba-tiba meranik tangannya dengan keras dan saat dia ingin bertanya, Camille langsung menyuruhnya untuk diam. Perlahan, Camille melihat kearah seorang pria yang baru saja keluar dari mobil mewah tadi, “Halo, Ton … iya, saya sudah sampai di W Mall. Kamu dimana? Ah, tidak-tidak, biar saya saja yang pergi kesana. Kamu di kantormu, ‘kan? Oke, saya langsung kesana.”Camille melihat kalau pria itu sedang berjalan masuk ke dalam Mall sambil menelfon seseorang. Lalu, dia mengajak kedua temannya untuk mengikuti si pria itu dari belakang. “Cam, sebenarnya ada apa sih?” tanya S
“Eh, Cam, ini serius kita mau duduk di cafe yang ada di Mall ini?” “Iya, Sher. Memangnya, kamu mau kemana? Sudah lah, kita sudah terlanjur sampai ke Mall ini,” “Yah, bukan begi …,” Tap … tap … tap … “Sssttt!”Tak dapat meneruskan perjalanan untuk memastikan siapa seorang pria yang tengah mereka buntuti tadi, akhirnya Camille dan kedua temannya berbalik arah dan pergi meninggalkan tempat itu. Mereka berjalan sembari berbincang-bincang mengenai cafe yang ingin mereka datangi. Namun, saat Sherly ingin melanjutkan pembicaraan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang lumayan cepat dari arah belakang mereka. Sontak, Camille langsung menutup mulut Sherly sambil menghentikan langkah kakinya dan mencoba mendengar suara itu. “Eh, dia semakin dekat, Cam!” kata Hanny sambil sedikit berbisik dengan raut