"Hotel?" tanya Natasha bingung. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Tatapan matanya beralih menatap ke arah langit yang mulai menghitam."Masih ada meeting lagi?" lirih Natasha terkejut saat Darren melempar sebuah kertas menggumpal pada dirinya."Mulai saat ini, hilangkanlah sikap aneh kamu itu ...," kata Darren berpikir sejenak. Bingung! Siapa nama sebenarnya sopir pribadinya itu."Siapa nama kamu?""Natasha, Pak. Panggil saya Natasha. Atau bapak juga bisa panggil saya cacha. Seperti ...," ucap Natasha terhenti."Masuk mobil dan antar saya ke hotel. SEKARANG!" tegas Darren melangkah pergi."Baik, Pak!" jawab Natasha mulai menutup pintu mobil."Huft! Dasar boss sombong!' gumam batin Natasha bergegas masuk ke dalam mobil. Bersiap melajukan kendaraannya untuk mengantar boss yang menurutnya sangat sombong dan rese.Di mall, Bara terdiam sejenak. Dua bola matanya berputar menyaksikan orang-orang yang berjalan lalu lalang di depannya.Sejenak, ia menunduk menatap ke arah benda
Sejenak, senyum Natasha memudar melihat orang yang mengetuk pintu bukanlah pelayan hotel yang mengirim makanan untuknya. Melainkan orang itu adalah Darreen Andaraksa, atasannya sendiri."Ba ...," kata Natasha terhenti ketika Darren memeluknya tiba-tiba. Tenggorokannya tercekat. Kedua bola matanya mengerling saat pelukan hangat mendekap tubuhnya dengan erat. Aroma khas yang di miliki bossnya kian menghipnotisnya, meskipun hanya sesaat."Bantu saya mengusirnya! Saya akan memberikan apapun yang kamu minta," lirih Darren yang membuat Natasha bingung dengan maksud bossnya itu."Kak Darren!" Natasha mendongak. Mata indahnya tertuju pada wanita cantik bertubuh mungil berdiri tepat di depannya. Mematung, menyaksikan drama yang telah di buat bossnya itu.Sejenak, natasha terkejut saat kehangatan yang menghampirinya perlahan menghilang. Bibirnya merapat menatap lelaki berpenampilan rapi dan menarik itu mulai melepas pelukannya."Siapa dia, Kak?" tunjuk Agatha ke arah Natasha yang masih mengen
"Tapi, masa' iya itu punyanya cacha? Lagian, ngapain juga dia ke sini?"Bara tersenyum tipis. Jemari tangannya dengan cepat meraih kacamata yang menempel di kedua matanya."Bara-bara, bagaimana mungkin sepeda itu milik cacha. Yang ada sepedanya cacha, kemungkinan sudah berada di loakan," kata Bara seraya menggelengkan kepala. Mengingat kembali, momen indah antara dirinya, natasha dan sepeda kesayangan Natasha waktu dulu."Argh! Ngapain juga aku pusing mikirin sepeda itu. Kurang kerjaan banget." Bara meraih benda layar pipih yang tergeletak di atas meja. Menunggu sebuah pesan yang mungkin ada dari sepupunya."Tumben banget dia tidak mengaktifkan handphone?" Bara meletakkan kembali ponselnya. Jemari tangannya dengan cepat mengendorkan dasi merah marron yang terasa memekik leher. Membuang nafas seraya menopangkan kedua kaki tepat di atas meja yang ada di depannya."Hari yang melelahkan! Sebelum ke sini, seharusnya aku mampir dulu ke tukang urut. Tubuhku rasanya pegal-pegal semua!" gumam
"Seseorang? Siapa? Bukankah mereka sudah tak mau mengakuiku?" gumam Natasha dalam hati. Mengingat momen, di mana ia mulai terpuruk saat keluarga besar mengusir dirinya."Silahkan, Nona!" ucap wanita itu dengan ramahnya.Natasha melangkahkan kakinya secara perlahan. Rasa penasaran kian menghampiri di saat rasa lelah menguasai dirinya. KlekPintu mobil terbuka. Ia tercekat saat melihat orang yang telah mencarinya adalah pemilik mall ARANZA."Nyonya Ayu, nona Natasha sudah datang," ucap pengawal cantik tersebut."Madam Ayu? Bukankah dia madam Ayu, pemilik mall sekaligus ibunya pak Darren?" tanya Natasha dalam hati."Bisa kita bicara sebentar?" tanya madam Ayu yang membuat Natasha tak mampu menegak salivanya sendiri. Yah, untuk kali pertama ia mendengarkan suara yang sangat di nantikan oleh semua staff keamanan di mall Aranza. Di sisi lain, Darren melangkah berjalan memasuki rumahnya. Helaan nafas mulai keluar saat melihat pintu rumahnya sudah terbuka secara lebar."Kebiasaan!" gumam D
"Pak Darren? Syukurlah pak Darren ke sini. Jadi, aku tak perlu menunggu besok untuk menceritakan kejadian ini,' gumam batin natasha tersenyum tipis dan mulai melangkah menghampiri bossnya itu."Bukankah saya sudah bilang untuk selalu mengaktifkan handphone sebelum jam 10 malam," tutur Darren."Ya, Pak. Saya ingat pesan bapak. Tapi, masalahnya handphone saya lowbat. Jadi, saya ....""Masuklah! Ada hal yang ingin saya bicarakan padamu," ucap Darren seraya membuka pintu mobil untuk natasha."Iya, Pak!" gegas Natasha mulai masuk dalam mobil jeep berwarna hitam tersebut.***"Darren-Darren, kenapa dia membiarkan wanita yang ia cintai tinggal di kos-kosan? Dia kan boss, seharusnya dia memberikan fasilitas untuk calon menantuku itu," gumam madam ayu seorang diri."Maaf, Nyonya. Mungkin saja tuan Darren sudah menawarkan hal itu pada nona natasha. Dan mungkin juga nona natasha menolaknya," sahut Yuna, pengawal pribadi madam Ayu."Yah, mungkin saja!" jawab madam Ayu mulai menscroll benda layar
Kenapa pak Darren menatapku seperti itu? Apa ada yang aneh denganku? Atau jangan-jangan kata pecat akan terucap dari mulutnya?' tanya Natasha dalam hati."Apa kamu bisa ganti baju santai saja?" Perkataan Darren seketika mengejutkan Natasha."Baju santai?" tanya Natasha memastikan."Jika bisa, gantilah sekarang!" pinta Darren seraya menatap ke arah arloji di tangannya."Baik, Pak!" gegas natasha berlari meninggalkan Darreen.Darren menghela nafas panjang. Tatapan matanya masih tertuju ke arah natasha yang mulai menghilang dari pandangannya."Semoga saja mereka menyukainya!" harap Darren mengangkat telepon yang berdering.Natasha mengecapkan bibirnya. Senyumnya selalu merekah saat berhadapan dengan cermin kesayangannya."Pak Darren mau pergi ke mana, ya? Kenapa dia menyuruhku untuk mengenakan baju santai?" tanya Natasha menunduk menatap kaos putih yang secara tidak sengaja sama dengan Darren kenakan."Hah, ngapain juga aku bingung memikirkannya. Yang pasti, saat ini aku bekerja, bekerja
Tak lepas dari senyumnya, natasha mulai berjabat tangan dengan semua keluarga besar Darren Andaraksa satu persatu.Sebuah momen yang membuat dirinya teringat dengan keluarga besarnya.Namun, senyum manisnya mulai samar saat melihat sosok lelaki yang berdiri mematung tepat di bawah tangga."Dito? Kenapa dia juga ada di sini?' tanya batin natasha seakan tak mampu menegak air liurnya sendiri. Dua bola matanya berputar ketika Darren memundurkan kursi untuk dirinya."Duduklah!" bisik Darren menguntai senyum. Sontak saja, semua keluarga terkejut melihat senyum itu mengembang di bibir lelaki yang terkenal tertutup itu."Oma, lihatlah! Darren tersenyum!" bisik madam Ayu senang."Iya, oma juga melihatnya!" sahut oma yang duduk berdampingan. Tersirat ada kebahagiaan di wajah tua yang mulai keriput itu."Darren, duduklah! Kita makan dulu!" pinta papa terlihat begitu senang dengan kedatangan putranya.Sejenak, Natasha mendongak. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat lelaki yang pe
"Untuk kali ini, aku tak mau mengalah padamu, Darren Andaraksa!" gumam batin Dito memicing ke arah foto Darren.Tepat di ruang pribadi milik sang papa, Darren terdiam saat opa dan papanya secara bergantian berbicara kepadanya. "Opa akan memberikan saham 70% pada perusahaan kamu dan satu perusahaan opa, jika kamu bersedia menikah sebelum ulang tahun Oma," tutur opa dengan mudahnya. Sebuah pernyataan yang bisa membuat orang lain iri dengan hal ini."Papa sependapat dengan opa. Papa juga akan menyerahkan mall itu untukmu setelah kamu menikah dengan Natasha." Perkataan papa seketika membuat Darren terkejut mendengarnya.Lagi dan lagi, semua karena sopir pribadinya. Entah apa yang membuat mereka terpesona setelah bertemu natasha. Sampai-sampai, mereka rela memberikan kepercayaan mengelola perusahaan mereka dengan mudahnya."Bagaimana?" tanya opa dan papa secara serempak.Darren mendongak. Senyum tipisnya mengembang melihat mereka seakan tak sabar menanti jawabannya."Darren belum bertemu