Alis Darren bertaut seketika. Dahinya mengernyit menatap wanita yang begitu berani menuduhnya sebagai seorang pencopet.
"Hah, aku tak habis pikir. Melihat orang berpenampilan layaknya kerja kantoran seperti Anda, tapi sangat hobi dalam mencopet. Apa Anda tidak malu dengan semua itu?" Pertanyaan Natasha yang seketika membuat semua orang di sekitar menoleh ke arahnya.
Darren menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, ia di permalukan oleh orang yang tidak di kenal tepat di depan semua orang. Sungguh, suatu hal yang sangat memalukan dalam kehidupannya. Sejenak, dua bola manik matanya beralih menatap Natasha dari bawah ke atas.
"Apa kamu security baru di sini?" tanya Darren memastikan.
Natasha tersenyum sinis. Kedua tangannya menopang di dada, menatap lelaki yang harus segera ia tangkap.
"Apa jawaban itu sangat penting bagi Anda?" Natasha mulai melangkah dan dengan cepat memelintir tangan Darren dan memborgolnya.
"Apa-apaan ini!"
"Sekarang, Anda tak bisa lari lagi!" ketus Natasha memicing. Memperlihatkan tangan mereka yang telah terikat dalam satu borgol.
Darren menghela nafas panjang. Niat hati, ia ingin membalas memelintir tangan yang ukurannya lebih kecil dari tangannya. Namun, ia sadar. Ia seorang lelaki yang tak mungkin melawan seorang wanita. Apalagi di depan banyak orang.
Jemari tangan kanannya mulai meraih handphone yang selalu berada di dalam saku celana. Berusaha menghubungi Bara agar bisa terlepas dari fitnah yang ia terima. Tapi, siapa sangka. Di saat mendesak seperti ini, Bara tidak menjawab telepon darinya.
"Hallo, Pak! Saya sudah menangkapnya," kata Natasha menghubungi pak Angga.
Natasha tersenyum sinis menatap Darren yang mencoba mencari pertolongan untuk terbebas darinya.
"Bisa-bisanya dia tidak menjawab telepon dariku?" gerutu Darren.
'Ganteng- ganteng tapi pencopet!' gumam batin Natasha sinis. Sesaat, natasha berpaling ketika Darren berganti menatap dirinya.
"Apa kamu bisa melepaskan borgol ini?" pinta Darren.
Natasha menoleh. Senyum sinisnya kembali mengembang.
"Hanya sebentar saja!" pinta Darren.
"Kita ke ruang keamanan dulu. Jika semua sudah selesai, saya akan melepaskan borgol ini," ucap Natasha yang begitu enteng.
Lagi dan lagi, Darren harus merelakan dirinya di buat pasrah oleh wanita yang baru saja ia jumpa. Memandang tangan putih nan mulus yang sedari tadi berdampingan satu borgol dengan tangan kirinya.
Sesampai di ruang keamanan, beberapa staf di buat terkejut melihat natasha yang dengan berani memborgol tangan anak pemilik mall tersebut. Yang saat ini memegang kendali penuh laju kembangnya mall tersebut.
"Ini orangnya, Pak!"
Dengan penuh percaya diri, Natasha tersenyum senang akan keberhasilannya dalam menangkap seorang penjahat.
Pak Angga menoleh dan sangat terkejut dengan apa yang di lihat.
Aaaaaaa
Alis natasha bertaut melihat tingkah atasan security yang berteriak seperti layaknya seorang wanita.
"Ada apa? Kenapa bapak berteriak seperti itu? Apa bapak takut dengan pencopet ini?" tunjuk Natasha ke arah Darren.
Pak Anggapun mengernyitkan dahi saat tuduhan natasha tertuju ke arah Darren, orang yang merupakan pemilik tempat yang menjadi ladang emas bagi mereka.
"Bukan begitu, Natasha!" kata pak Angga yang membuat senyum Natasha mengembang kembali.
"Huft! Aku pikir kenapa?" Lirih Natasha."Bagaimana? Apa kali ini bapak sudah yakin kalau saya sangat jago dalam menangkap penjahat?"
Darren hanya mendesah sebal. Telinganya seakan panas mendengar ocehan yang tak jelas dari mereka.
"Natasha," kata pak Angga terhenti.
"Bapak tenang saja. Dia tak akan kemana-mana kok! Lihatlah!" ucap Natasha memperlihatkan borgol yang terikat. Tersenyum manis seraya menaikkan kedua alisnya. Sungguh , betapa bahagia hatinya saat ini dengan apa yang telah ia perbuat. Menangkap seorang pencopet untuk kesekian kalinya.
"Tapi, Natasha!" Lagi dan lagi perkataan pak Angga terhenti kembali saat kedua bola matanya beralih menatap ke arah Darren yang terlihat menyimpan amarah yang begitu besar.
"Sudahlah, Pak! Lebih baik sekarang bapak hubungi ibu- ibu yang kecopetan tadi. Dan serahkan saja pencopet ini padanya. Mau jalur damai atau ke jalur hukum?" ucap Natasha enteng.
"Natasha, jangan menu ...," ucap pak Angga terhenti saat benda layar pipih mengganggunya."Iya, Bu!" jawab pak Angga melangkah pergi menjauh dari mereka.
"Membuang waktu saja!" gerutu Darren.
"Ehhhh!"
Natasha terkejut saat tangannya tertarik dengan keras.Menoleh dan melirik ke arah Darren yang duduk begitu saja tanpa permisi lebih dulu.
'Sialan! Bisa-bisanya dia menarikku dengan keras. Sakit banget lagi!' keluh Natasha mengernyit menahan sakit di tangannya.
Alih-alih tak mau dirinya capek. Natasha memutuskan untuk duduk tepat di samping Darren. "Kenapa pencopet ini terlihat biasa saja? Dan raut wajahnya sama sekali tak menyimpan rasa bersalah sedikitpun dengan apa yang telah ia perbuat," gumam batin natasha memicing.
Sejenak, bibir mungilnya merapat memperhatikan Darren yang terlihat begitu sibuk dengan benda layar pipih yang menempel di telinga. Sungguh, terlihat begitu perfect dan auranya semakin kian terpancar.
'Kenapa kalo di lihat dari segi penampilan, dia tak seperti seorang pencopet. Malahan, dia terlihat sangat cocok menjadi seorang boss?' Natasha semakin tercekat."Tapi, sepertinya aku pernah melihatnya."
Natasha berpikir sejenak. Mencoba mengingat kembali wajah pencopet yang baginya sangat familiar.
'Mungkin saja, pencopet ini berkeliaran di mall ini. Dan aku tak menyadarinya. Yah, mungkin seperti itu. Mana mungkin juga pencopet ini seorang boss? Yang ada dia tuh boss pencopet. Hah, untung saja aku mengambil borgol milik om Angga. Jadi, aku bisa menangkap pencopet ini dengan mudah.'
Natasha tersenyum melihat tangannya yang masih terikat dengan borgol. 'Dan, sudah pasti Madam Ayu akan memberikan bonus besar padaku. Jadi, aku bisa mengembalikan uang orang kaya itu!'
Dan tanpa sadar ia menyatukan kedua telapak tangan dan menciumnya secara perlahan.
Darren menoleh. Sudut matanya mengerut melihat tingkah laku aneh security tersebut.
'Dasar gila!' gumam batin Darren berpaling.
Natasha menunduk menatap seragam security yang ia kenakan. Seragam yang baru beberapa hari ia pakai, ternyata menjadi hoki bagi dirinya.
Tek
Jentikan tangan Darren membuat Natasha terkejut.
"Apa masalah ini bisa di selesaikan lebih cepat?" tanya Darren lirih.
Natasha berpaling mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir dengan paksa. Senyum yang sempat tertoreh, perlahan mulai menghilang dan kembali bersikap tegas.
"Kita akan menyelesaikannya jika pemilik dompet ini datang," tegas Natasha.
"Benar-benar membuang waktuku saja," gumam Darren menghela nafas sembari mengendorkan dasi yang terasa memekik lehernya.
Natasha mendesah sebal saat perkataan Darren terdengar begitu jelas.
"Sungguh, sangat di sayangkan orang setampan Anda menjadi seorang pencopet," ujar Natasha yang seketika membuat Darren menoleh. Menatap sinis ke arah wanita yang sangat berani kepadanya.
Pak Angga mematikan ponselnya. Tenggorokannya seakan tercekat melihat natasha yang tak berhenti memberikan ceramah pada orang yang seharusnya di hormati dan di segani oleh semua karyawan di Mall tersebut.
"Natasha!" panggil pak Angga.
"Ya, Pak?" Natasha menoleh. Wajah cantiknya berseri menampakkan senyum yang teramat manis. Seakan bersiap menerima pujian yang akan di terima."Apa bapak sangat menyukai kerja keras saya ini? Tak kalah hebat kan dari security yang lain?"
"Iya. Saya sangat menyukai kerja keras kamu ini. Tapi masalahnya, bukan dia pencopetnya," tutur pak Angga menjelaskan.
Seketika, senyum manis Natasha memudar. Tenggorokannya seakan kering mendengar penuturan dari atasannya tersebut. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap melihat lelaki yang ia tangkap masih sibuk dengan ponsel yang menempel di telinga.
"Bukan dia?"
Mama ayu mengernyit heran melihat Darren yang memberikan sesuatu pada lelaki itu dan pergi meninggalkannya."Lah!Mau ke mana dia?" tanya mama ayu bergegas turun dari mobil. Mencoba mengejar sang putra, meski tak berhasil.Kedua tangan menopang di pinggang seraya memicing ke arah mobil putih yang di kendarai Darren."Mau ke mana anak itu? Bisa-bisanya, dia meninggalkan mamanya seorang diri di jalan. Dan haruskah aku mengemudi seorang diri untuk pulang ke Jakarta? Menyebalkan! Dia pasti memilih ...." kata mama ayu terhenti saat Danu menghampiri."Maaf, Nyonya! Saya Danu, sopir pribadi opa Andara. Saya akan mengantar nyonya untuk pulang ke Jakarta," kata Danu begitu sopan.Mama ayu hanya mendesah sebal. Mau tak mau, ia harus pulang tanpa Darren."Apa kamu tau Darren mau ke mana?" tanya mama ayu mengernyit ketika Danu menggelengkan kepala."Maaf, Nyonya. Saya kurang ....""Sudah ku duga, kamu tak tau! Ya sudah! Buruan! Antar saya pulang sekarang!" ucap mama ayu melangkah memasuki mobil yan
"Ayu, kenapa dia datang ke sini?" tanya batin mama dewi seakan tak percaya melihat mantan sahabatnya datang bersama calon menantunya."Dewi Kumalasari?" tanya batin mama Ayu yang juga terkejut melihat orang yang di benci hampir dua puluh tahun itu berada di ruang rawat calon besannya."Jangan-jangan dia itu ... Tidak-tidak! Tidak mungkin aku berbesanan dengannya?Tidak! Dan itu tak mungkin terjadi! Siapa tau juga, dia itu hanyalah tamu atau kerabat jauh dari natasha. Yah, semoga saja begitu!'"Ayo, Ma!" ajak Darren membuyarkan lamunan mamanya.Mama ayu membuang nafasnya secara perlahan. Menegakkan tubuh dan berusaha bersikap seperti biasanya. Menganggap kehadiran orang yang pernah membuat luka di hatinya seolah-olah tidak ada.Natasha berdiri dan tersenyum menyambut kedatangan Darren dan mama ayu. "Ma, pa, kenalkan ini mama ayu. Mamanya mas Darren!" ucap Natasha seketika membuat mama Dewi dan mama ayu saling menatap satu sama lain. Seperti terkena tamparan keras pada keduanya saat per
"Papa!" Teriak natasha yang terbangun dari tidurnya. Helaan nafas panjang keluar dari mulut dan hidung mancungnya."Syukurlah! Semua itu hanya mimpi," ujar natasha memegang dada seraya mengatur nafasnya secara perlahan. Bibirnya merapat. Dua bola matanya berputar mencari keberadaan Darren dan sang sopir yang meninggalkan dirinya dalam mobil seorang diri.Sejenak, alisnya bertaut melihat Darren dan pak sopir sedang berbicara dengan seseorang di pinggir jalan. Terlihat begitu jelas, Darren mengeluarkan beberapa uang dari dompet dan menyerahkannya pada lelaki tua renta itu."Tapi, ini kebanyakan, Nak!" ucap Kakek penjual jagung rebus itu."Tak apa, Kek. Sisanya buat kakek!" kata Darren mengembangkan senyum manisnya."Terimakasih ya, Nak. Terimakasih banyak. Semoga Allah membalas kebaikanmu ini," ujar kakek itu tak mampu menahan rasa haru yang datang menghampiri.Di mobil, natasha tersenyum senang saat membaca sebuah pesan dari mamanya."Alhamdulillah. Papa sudah melewati masa kritisnya,"
"Apa kamu mau?" tanya Bara membuyarkan lamunan ratu.Ratu tersenyum tipis. Dengan perlahan, ia meraih kartu kredit yang masih berada di tangan Bara. Satu barang yang akan menyelesaikan masalah dalam hidupnya saat ini."Tentu saja, aku mau!" ucap Ratu menorehkan senyumnya.Bara tersenyum tipis. Ia benar-benar tidak menyangka, ratu menerima tawaran yang di berikan oleh Darren. Padahal, ratu pernah bilang kepadanya kalo dia ingin menjadi seorang artis saja. Tak mau jadi pekerja kantoran seperti dirinya dan Darren."Seriously?" Bara memastikan."Heem!" jawab Ratu dengan yakin."Argh, aku benar-benar beruntung memiliki kalian berdua. Di saat kondisiku seperti ini, kalian selalu ada untukku," tutur Ratu."Lalu, saat di Amerika. Siapa yang menolongmu di saat kamu terjatuh?" Bara mulai kepo dengan kehidupan Ratu di negeri orang."Hah, untungnya. Selama dua tahun hidup di sana, aku dalam keadaan baik-baik saja," ujar ratu menorehkan senyum yang teramat manis."Syukurlah! Aku tak bisa bayangkan
"Mama sudah datang!" Darren membantu natasha merapikan kancing baju miliknya.Natasha menghela nafas panjang. Senyumnya mengembang saat apa yang ia pikirkan tidak terjadi padanya."Bagaimana bisa kamu memasukan kancing ini tidak pada tempatnya? Apa kamu berniat menggoda imanku lagi?" Natasha mengerucutkan bibirnya. Ia mendengus sebal saat Darren mencoba menggodanya."Ishhh, apaan sih!" gumam natasha melangkah pergi meninggalkan Darren yang tersenyum tipis.Di teras rumah, madam ayu berbalik dan tersenyum sumringah saat melihat putra dan calon menantunya keluar dari rumah."Mama tak mengira lho, kamu bisa ada waktu untuk fitting baju pengantin," ujar madam ayu yang tertuju ke arah sang putra tercintanya itu."Ehm, apa mungkin ini semua karena rayuannya natasha?"Alis natasha bertaut seketika. Tenggorokannya tercekat saat pertanyaan itu terdengar menyindir dirinya."Aduh, kenapa mama bilang seperti itu, sih? Apa mungkin, mama tau ya kalo aku dan dia melakukannya?" gumam batin natasha ta
"Siapa yang sakit?" tanya natasha melangkah menghampiri Darren. Mengernyitkan dahi saat melihat calon suaminya seolah-olah berpikir untuk menjawab pertanyaan darinya. "Dia pasti marah besar, jika tau ratulah yang sakit," gumam Darren merapatkan bibirnya. Menghela nafas panjang mengimbangi rasa gugup yang datang menghampiri."Siapa yang sakit, ya? Sampai-sampai dia berpikir keras untuk menjawab pertanyaan dariku?" tanya batin natasha memicing menatap Darren yang masih terdiam seribu bahasa."Amora, sebenarnya ...," kata Darren terhenti saat kedua lengan putih mulus tanpa goresan itu melingkar pada lehernya.Kecupan kecil juga meleset tepat di pipi kanannya. Membuat tubuh kekar nan atletis itu meremang seketika. "Aku tak akan marah jika kamu memberi perhatian pada orang lain. Asalkan, tidak berlebihan!" tutur natasha mencubit hidung mancung yang di miliki Darren."Meskipun, orang itu pernah membuatmu cemburu?" Pertanyaan Darren yang membuat natasha bisa menebak siapa yang di maksud c