Beranda / Romansa / Penakluk Cinta Sang Dosen / Bimbingan Thesis Caca

Share

Bimbingan Thesis Caca

last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-17 09:32:26

Dipenuhi rasa ingin tahu, Caca memberedel amplop itu. Matanya bergerak-gerak cepat. Sesaat kemudian, mulutnya menganga. Tangannya reflek menutup mulutnya yang menganga. Matanya melotot ke kertas itu lalu ke Jasmine bergantian. Caca melepaskan tangan yang menutupi mulutnya dan mulai tersenyum lebar.

“Indra bimbinganku?” sorak Caca gembira.

Jasmine mengangguk, “Cie… Yang dapat mahasiswa kesayangannya.”

“Ya iya tah.” sambut Caca sombong.

Jasmine tersenyum menang, menggoyang-goyangkan telunjuk kanannya. 

“Mbak, aku hanya kagum, tidak lebih. Aku sudah bilang kemarin. Dia mahasiswa paling pintar di kelas, seorang pemimpin.” Pipi Caca bersemu merah sebelum melanjutkan perkataannya, “Lagipula apa kata orang kalau aku pacaran sama brondong yang notabene itu mahasiswaku sendiri. Mbak pikir ini novel dimana guru atau dosen bisa dengan gampang menjalin hubungan dan menikah dengan muridnya. Di novel pun itu yang guru adalah seorang lelaki dan muridnya perempuan. Hidup tidak semulus roman-roman karangan Jane Austen atau Dee Lestari.”

“Kenapa mikir apa kata orang? Kalau kamu mikir apa kata orang, maka kamu sekarang harusnya sudah nikah. Ndak ada gunanya kamu memikirkan gosip yang beredar di luar sana.”

“Memangnya gossip tentang aku masih beredar di luar sana?”

“Gosip yang mana?” tanya Jasmine sembari menggerakkan kepalanya menantang Caca.

“Gosip yang mana?” mata Caca melotot lehernya memanjang tidak percaya. Matanya melebar. Dengan wajah penasaran dan kaget, Caca bertanya, “Memangnya gosip tentangku apa saja?”

“Banyak kali.” Jasmine membenarkan posisi duduknya, “Misal, kamu adalah seorang feminist, pembela hak-hak perempuan yang tidak mau menikah dengan seorang lelaki. Bagimu, seorang wanita harus independen atau mandiri dan tidak perlu lelaki. Perempuan harus berdiri sejajar dengan lelaki. Perempuan harus mempunyai hak-hak dan kewajiban yang sama dengan lelaki. Dan yang paling parah adalah ada yang bilamg bahwa kamu adalah seorang Mak Lampir ambisius yang menggadaikan semua termasuk berani lajang demi posisi Kepala Biro Urusan Luar Negeri.”

Caca mendengus menyeringai, “Hanya itu saja?”

Jasmine membuat wajah aneh. Bibir Jasmine menyeringai.

“Sampai sekarang?” tambah Caca.

Jasmine mengangkat bahunya menyandarkan tubuhnya, “Aku ndak tahu, mungkin mereka berhati-hati kalau ada aku. Mereka ‘kan tahu kamu dekat denganku. Kamu membuatku tertular virus burukmu.”

“Untung saja mereka belum mendengar yang itu.”

Kini Jasmine yang penasaran, “Yang itu?”

“Ya yang itu. Tentang Caca yang suka makan, yang tiba-tiba mules karena grogi ketika mau menguji skripsi atau thesis, dan yang suka menyembunyikan makanan saat ada tamu penting.”

Jasmine terkekeh.

Caca juga ikut terkekeh. Setelah selesai tertawa, Caca melanjutkan, “Lihat, bagaimana kata mereka kalau aku berhubungan dengan Indra. Aku yang hanya belum nikah saja, mereka sudah menelanjangiku seperti itu.”

“Kamu ndak perlu mikir kata orang. Yang menjalani kamu, bukan mereka. Lagipula, apa gunanya mendengarkan kata orang. Kamu berhak atas hidup kamu. Apa kamu akan bahagia jika kamu menuruti setiap kata orang?” Jasmine menambahkan dengan gelengan kepalanya. 

“Yang kedua, Indra ada di bawahku, lebih muda dan dia baru S2. Keluargaku akan malu. Lagipula, Mbak bilang sendiri bahwa lelaki di bawahku akan merasa minder jika mendekatiku. Balik lagi ke teoriku kemarin, lelaki akan kesulitan jika mendapatkan istri yang mempunyai pendidikan dan penghasilan yang lebih tinggi.” jawab Caca seolah-olah tidak mendengarkan kata-kata Jasmine yang terakhir tadi. 

Jasmine lagi-lagi menggelengkan kepala tidak setuju. “Lihat aku dan suamiku Ca. Rumah tangga kami baik-baik saja.”

“Yang ketiga, kalau sampai Komite Etik mengetahuinya, aku dan Indra akan mendapatkan masalah besar.” pungkas Caca tanpa mempedulikan sanggahan Jasmine.

“Komite Etik bertindak kalau kamu melakukan asusila di kampus. Lagipula, apa kamu sudah gila melakukan tindak asusila di kampus? Seperti tidak ada tempat saja. Kalau hanya menjalin hubungan spesial, komite etik tidak bisa berbuat apa-apa.”

“Sudah, aku tidak mau bahas Indra lagi.”

“Dik Indra.” Jasmine mengoreksi.

Caca menggeleng, “Indra.”

Setelah sekitar satu jam berdiskusi membenarkan pengajuan dana, yang akhirnya dana yang diajukan sangat minim, Jasmine berkata, “Ca, aku harus pulang. Aku sudah janjian dengan Papanya Si Kembar untuk membawa mereka jalan-jalan. Mumpung malam minggu.”

Caca mengangguk setuju, “Okay Mbak. Terima kasih atas bantuannya.”

Caca memperhatikan Jasmine yang seolah-olah tidak capek. Jasmine yang terlihat semakin bersemangat.

“Mbak tidak merasa capek? Seharian di kampus, setelah itu pulang, mengurusi suami dan Si Kembar, masak buat mereka. Mbak hanya ada pengasuh anak, bukan pembantu.”

Jasmine tersenyum, “Ndak, sama sekali ndak merasa capek. ‘Kan hanya memasak dan mengurusi mereka. Kalau hanya menyapu dan pekerjaan rumah yang remeh, suamiku selalu membantu. Kalau mencuci dan menyeterika, ’kan ada laundry.”

Caca masih memandanginya dengan penasaran.

“Kamu sekarang tidak mengerti dan bisa saja tidak percaya. Tapi bagiku seperti ini, capek dan lelah atau apapun itu tetapi begitu aku sampai rumah, melihat Si Kembar menyambutku dengan berlari senang ke pelukanku, semuanya hilang. Bagiku Si Kembar adalah pengusir lelah yang manjur. Semua kelelahan terbayarkan lunas ketika melihat Si Kembar.”

Caca mengangguk setengah, seolah menyangsikan perkataan Jasmine. Apa yang dia dengar dari Jasmine barusan hanyalah seperti omong kosong dan bualan belaka.

“Kesimpulannya adalah segera punya anak.” kata Jasmine saat menaikkan resleting jaketnya. 

“Nikah dulu sebelum punya anak Mbak.”

“Ya ‘kan kamu habis ini dijodohkan, dengan pangeran berkuda dari negeri seberang, the knight with the shining armor, ksatria dengan baju zirah yang mengkilat.”

Caca tergelak.

“Terus apa rencanamu untuk merayu Pak Warek agar tetap melanjutkan program pertukaran doktor?” tanya Jasmine.

Caca tersenyum. 

“Apa? Apa rencanamu? Jangan-jangan kamu sudah dapat ide?” kejar Jasmine penasaran. 

“Sudah tah. Tapi aku tidak akan memberitahu Mbak. Aku tidak akan bilang apapun sebelum berhasil.”

Jasmine mengangkat bahunya, “Terserah, pokoknya aku mau program itu tetap berjalan. Satu semester di Australian National University, dibayari kampus, dapat ilmu, siapa yang ndak mau?”

“Pokoknya Mbak tenang saja. Aku adalah Mak Lampir penguasa Biro Kerjasama Luar Negeri yang bisa mengabulkan seluruh permintaan.”

Jasmine bertepuk tangan, mengacungkan jempol. Caca menaruh tangan kanannya di dadanya dan tersenyum menganggukkan kepalanya. 

Kerika Jasmine membuka pintu ruangan Caca, dia berhenti. Jasmine membalikkan badannya menghadap Caca. Dengan tangan yang masih memegangi pintu yang setengah terbuka, Jasmine berkata, “Ada yang lebih realistis daripada pangeran negeri seberang.”

“Apa?” 

“Indra.”

Seketika, si kupu-kupu menggelitiki perut Caca. 

“Entahlah, aku tidak mau memikirkan itu dulu.”

“Menikah?”

Caca mengangguk, “Aku antara ingin segera menikah dan tidak ingin segera menikah. Aku ingin segera menikah ya karena usiaku yang sudah tiga puluh lima. Aku sudah dilangkahi Maya, dan aku tidak mau Ratu juga mendahuluiku menikah. Aku tidak buru-buru karena aku menginginkan lelaki yang sempurna untukku. Lagipula Ratu masih muda. Dia tidak akan menikah dalam waktu dekat.”

“Aku tidak ada maksud buruk, tapi kalau Ratu akan menikah dalam waktu dekat, apa yang akan kamu lakukan?”

“Akan aku culik Ratu dan akan menyekapnya agar dia tidak jadi menikah.” kata Caca sambil tertawa terbahak-bahak.

Jasmine tidak merespon.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Penolakan Caca

    “Aku tidak mengerti, seharusnya Adik senang. Aku akan memperlakukan Adik dengan baik. Aku mau Adik di rumah tidak terbebani dengan pekerjaan dan stress karena pekerjaan di luar rumah. Aku ingin Adik fokus merawat dan mendidik anak-anak kita nantinya. Lagipula, seperti yang aku bilang tadi, seorang ibu rumah tangga adalah sebuah pekerjaan penuh waktu. Seorang ibu adalah sebuah pekerjaan yang mulia.”Nada Satrio terdengar sangat tenang ketika itu.“Mas, perempuan tidak harus selalu ada di rumah. Perempuan bisa bekerja di luar. Budaya patriarki yang selama ini dianut harus dirubah. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan lelaki. Perempuan juga bisa melebihi lelaki dalam pencapaian-pencapaian apapun. Perempuan tidak bisa dipandang sebelah mata. Bukankah kemarin Mas juga sudah bilang bahwa pekerjaan rumah adalah tanggung jawab bersama? Kenapa sekarang Mas menyuruhku untuk berdiam di rumah dan juga mengurusi rumah?”Nada Caca ter

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Tuntutan Satrio Pada Caca

    Awal bulan Desember, kebahagiaan Caca terus menerus menyumber.Caca merasakan energi yang dahsyat setiap harinya. Caca merasakan semangat yang membakar dan membara di dalam tubuhnya. Semangat itu memberinya energi yang luar biasa. Bisa saja dengan energi dan adrenalin yang meluap-luap tersebut, Caca mampu mewujudkan perdamaian dunia sekaligus mengatasi kelaparan di negara dunia ketiga.Tiada hari tanpa senyuman tersungging di bibirnya. Semua yang Caca idamkan akan terwujud dalam waktu dekat. Caca akan menikah bulan depan, Ratu tidak jadi melangkahinya. Caca juga berhasil menjalankan program kerjanya di kampus dengan berhasil mewujudkan program pertukaran doktor ke Australian National University, yang juga akan terwujud bulan depan setelah pernikahannya. Semua sudah siap, tinggal berangkat.Kerja keras yang akan terbayar lunas.Caca juga sudah melupakan permasalahannya dengan Indra. Mau bagaimanapun juga, apa yang difitnahkan Indra kepadanya terbu

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Ada Yang Tidak Beres Dengan Satrio

    “Mbah, kok merokok disini? Nanti kalau aku bau rokok bagaimana?” protes Caca.Mbah tidak bergeming atas protes Caca. Bahkan, Mbah menghisap kuat-kuat rokok kreteknya dan mengeluarkan asapnya yang mengepul ke atas.Caca mengambil nafas panjang, “Mas Satrio tahu kalau Mbah masih merokok?”“Jangan bilang-bilang dokter Satrio kalau Mbah masih merokok. Dokter Satrio bisa-bisa marah nanti.” jawab Mbah bersungut-sungut.Sekarang justru Caca yang terdiam. Caca menatap Mbah menunggu jawaban atas pertanyaan yang dia ajukan. Mbah masih menghindari kontak mata dengan Caca.Setelah menghabiskan setengah dari rokoknya, Mbah berkata, “Nduk, yang membuat Mbah dan Papamu bertengkar saat itu ya soal Papamu yang tidak mau merestui kamu menikah kemarin.”Caca tahu betul Mbah berbohong. Maka Caca kembali bertanya, “Terus apa yang Mbah maksud dengan hanya Mbah dan Papa yang tahu soal itu? Yang aku tanyakan Mba

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Lamaran

    Tak terasa hari ini adalah hari Caca lamaran. Dua bulan terakhir ini dia disibukkan dengan kegiatan kampus yang membombardirnya tanpa henti bagaikan serangan tantara Jerman ke Perancis pada perang dunia kedua. Kegiatan yang dilakukan cukup menyita waktu Caca. Mendapatkan empat belas sks mengajar di semester genap ini dan melakukan pengabdian masyarakat juga menjalankan tugas sebagai Kepala Biro Urusan Luar Negeri berhasil melupakan masalah yang dihadapinya baik di kampus.Maka Caca sekarang sedang duduk di depan cermin rias yang ada di kamar Papa dan Mama. Dipandangi wajahnya yang sudah didandani oleh seorang make-up artist pilihan Mama. Caca bisa melihat jelas wajahnya yang berseri-seri kemarahan, yang mana rona kemerahan itu diyakini dari kebahagiaan yang timbul dari dalam dirinya. Senyuman kecil juga selalu tersungging manis di bibir Caca. Tulang pipinya yang sedikit menyembul menjadi semakin jelas karena senyuman tersebut.Badannya juga terlihat sangat ril

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Mbah Ning Marah-Marah

    Sore itu, Caca pulang dengan hati yang masih mendongkol. Seperti ada batu besar yang teronggok malas ditaruh di dalam dadanya, membebani dan membuat efek mengganjal dan dongkol. Jam empat lewat tiga puluh, Caca sudah sampai di rumahnya. Mobilnya diparkir tepat di samping mobil Papa.Caca menemukan Mamanya sedang duduk di meja makan. Mamanya sedang khusyuk menghadapi setoples keripik singkong dan menatap layar ponselnya.“Papa sudah pulang tah Ma?” tanya Caca sambil mencium tangan kanan Mama.Mama mengangguk dan masih khusyuk dengan keripik dan ponselnya.“Terus dimana Papa?”Mamanya menelan keripik singkong terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Caca, “Itu ada di belakang, di gazebo sama Mbah.”Caca mengambil duduk di sebelah Mama. Dipeluknya Mama dengan erat dari samping. Kepala Caca menyandar di lengan kiri Mama yang ramping. Satu hal yang Caca tidak pernah mengerti adalah bagaimana Mamanya

  • Penakluk Cinta Sang Dosen   Caca Bukan Pembimbing Indra Lagi

    Penyesalan memang selalu datang di akhir. Semalam penuh Caca menyesali perbuatannya pada Indra. Perutnya terasa kaku dan keras. Dadanya sesak hingga berkali-kali Caca mengelus dadanya mencoba mengurangi sakitnya, tapi nihil hasil. Kepalanya sakit.Tak hanya itu, berkali-kali Caca mengusap air mata yang menetes, menghela nafas panjang. Caca sadar, dia telah melakukan kesalahan besar. Tidak seharusnya Caca melontarkan kata-kata kasar yang menyakiti Indra. Caca menyesal karena menuruti hawa nafsu dan menyerang Indra.Seharusnya, Caca pergi saja saat itu dan tidak melayani tantangan Indra. Akan lebih baik jika Caca pergi saja dan membiarkan Indra. Seharusnya cinta Caca pada Indra berhasil meredam emosinya.Niat awal Caca pagi itu adalah mengirim pesan pada Indra sebagai dosen pembimbingnya. Caca mau melanggar idealismenya selama ini yang tidak mau mencampurkan masalah pribadi dan masalah professional. Tapi dipikirnya, kali ini, masalah ini membutuhkan perlakuan khus

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status